Bukan Rama dan Sinta (Part 2)

212 29 10
                                    


Cerpen Karangan: dwiyan sena priana
Kategori: Cerpen Cinta Romantis, Cerpen Cinta Segitiga, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 10 December 2018

“Sin, pulang bareng gue, ya?” Suara yang terdengar tiba-tiba itu mengejutkan Sinta yang tengah asyik makan bakso di kantin.
“Eh?” Sinta menoleh dan mendapati seorang cowok jakung berdiri di belakang bangku yang dia tempati.
“Gimana? Mau nggak?” Tanya cowok itu.
“Eh? Apanya?” Sinta balik bertanya karena nggak tau apa yang dibicarain sama cowok itu.
“Pulang bareng. Mau nggak?” Jawab cowok itu. Pipi Sinta memerah seketika. Diajak pulang bareng sama cowok ganteng? Siapa sih yang nggak mau?
“Kok nggak jawab? Oh, artinya lo mau, ya? Oke deh. Ntar pulang sekolah gue jemput lo di kelas lo. Oke? Bay,” ucap cowok itu kemudian melenggang pergi begitu saja.
Sinta yang masih terpaku di tempatnya duduk hanya bisa menatap kosong ke depan. Pikirannya kosong.

“Ciiee… yang diajak pulang bareng sama Kak Bima,” goda Riana yang duudk di depannya. Ya, Kak Bima adalah cowok yang dua minggu lalu hampir tabrakan sama Sinta. Dan sekarang, Kak Bima lagi PDKT sama Sinta.
Sinta masih diam. Tidak merespon. Namun sedetik kemudian…
“AAAA!!!! GUA DIAJAKIN PULANG BARENG SAMA KAK BIMAA!!!” Teriaknya keras yang membuat seisi kantin langsung menutup telinga. Wajarlah. Orang teriakannya Sinta sama anak gajah yang kakinya kejepit aja kerasan teriakannya Sinta.
“Astaga Sin! Gua tau lo seneng. Tapi ya jangan teriak-teriak gitu lagi!” Ucap Riana yang nggak betah sama teriakannya Sinta.
“Astaga!!” Sinta masih sibuk kesenengan sampai nggak tau kalo Rama udah jalan ke arahnya.

“Oi, Tepos!” Panggil Rama. Sinta yang ngerasa kepanggil langsung melemparkan delikan ke arah Rama.
“Apaan tepos tepos?!” Protes Sinta. Namun Rama tak acuh dengan protesan itu.
“Nanti pulang sekolah kita disuruh ngumpul buat latian. Pentas tinggal tiga minggu lagi. Dan lo harus hadir karena lo adalah pemeran utamanya selain gue,” ucap Rama.
“Heh?! Gak bisa! Nanti gue mau pulang sama Kak Bima!” Jawab Sinta protes.
“Apaan nggak bisa nggak bisa?! Pokoknya harus bisa!!”
“Gak bisa! Gue udah janjian mau pulang bareng Kak-”
“Gak boleh! Pokoknya lo harus ikut latian! Titik!” Ucap Rama final kemudian pergi dari sana.

“Sinta!” Seseorang memanggil namanya yang membuatnya menoleh. Kak Bima ada di luar kelasnya.
Sinta segera menyandang tasnya kemudian berlari kecil ke arah pintu kelas. Namun tepat sebelum kakinya melangkah keluar, sebuah tangan menahannya.
“Gak bisa! Sinta harus latian! Lo kan cowok, pulang sendiri bisa, kan? Kayak cewek aja pulang minta ditemenin,” ucap cowok yang ternyata adalah Rama.
“Eh, Ram?! Apa-apaan, sih?!” Protes Sinta berusaha menyingkirkan tangan Rama dari depan tubuhnya.
“Nggak bisa. Lo harus latian. Pentas ini yang nentuin karir lo sebagai penari! Udah, ayo!” Dengan kasar, Rama menarik tangan Sinta untuk pergi dari sana.
Sementara itu, Bima masih tetap diam di tempatnya. Kemudian, seulas seringaian terbentuk di wajahnya.
‘Ini bakalan menarik.’

“Asem banget hari ini!” Maki Sinta sambil berjalan di koridor sekolah yang sepi. Sekarang sudah jam setengah lima dan semua orang di sekolah sudah pulang. Mana mendung lagi! Sinta harus cepet-cepet cari angkot.
Sinta berlari ke halte depan untuk menyetop angkot. Itupun kalo masih ada.

Tiba-tiba sebuah motor sport warna hitam berhenti di depannya. Pengendara sepeda motor itu membuka kaca helmnya hingga menampakan mukanya. Muka yang bikin Sinta enek ngeliatnya.
“Jam segini mah angkot udah abis lagi. Nungguin apa lo? Tukang ojek payung lewat?” Seloroh Rama. Sinta hanya memalingkan muka.
“Apaan sih lo?” Gumam Sinta. Jujur, Sinta capek dan ingin segera istirahat.
“Sini, gua bonceng. Mumpung gua lagi baik,” ucap Rama menawarkan. Sinta terkejut.
“Eh?”
‘Ini bocah..?’
“Ram, lo nggak panas, kan?” Sinta mengukurkan tangannya dan memeriksa dahi Rama. Baik-baik aja. Nggak panas. Tapi pipi Rama yang panas. Semburat merah muncul di pipinya.
“Enggak. Buruan naik. Sebelum gua berubah pikiran dan ninggalin elo di-”
BLUK!!
Boncengan motornya sudah terisi.
“Iya, iya. Udah buruan jalan. Udah mau ujan, nih!” Ucap Sinta. Tanpa berkata-kata lagi, Rama menghidupkan motornya kemudian tancap gas menuju ke rumah Sinta.

cerita lucu atau humorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang