Gelap telah menyelimuti semesta alam dengan sunyi yang mendampinginya. Namun, rembulan seperti enggan menampakan wujudnya. Bahkan bintang pun enggan untuk memperlihatkan keindahannya. Langit tengah dikuasai oleh awan yang menampung gumpalan air. Tidak memberikan kesempatan untuk bulan dan bintang hadir bersamanya.
Jam 12 malam sudah lewat beberapa yang lalu. Gadis itu sudah tenggelam pada mimpinya yang sunyi. Baru beberapa jam ia memejamkan mata indahnya yang entah kenapa malam ini sukar untuk terpejam.
Dampak fakta tadi siang mungkin, pikirnya. Sungguh fakta yang tadi ia dapatkan, sangat membuatnya bingung.
Keadaan ini membuatnya harus menentukan pilihan yang sulit. Ia harus pergi. Tapi, ada seorang wanita paruh baya yang menjelma sebagai ibunya yang akan ia tinggalkan.
Anak macam apa ia, harus meninggalkan ibunya yang telah merawatnya dengan penuh kasih sayang sendirian disni?
Tapi jika ia tak pergi, ada banyak hal perlu ia selesaikan. Ada amanat yang harus ia jalankan. Bapaknya sudah berpesan untuk ia pergi. Tapi.... Entahlah.
Di sepertiga malam ia memaksakan bangun dengan penuh niat dan harapan. Ia harus kembali menghadap Sang Maka Kuasa untuk meminta bantuan.
Ini sudah menjadi kebiasaannya sejak ia memasuki bangku sekolah menengah pertama, Bapaknya selalu menggedor pintu kamarnya hanya untuk membangunkannya. Walaupun ini hanya sunah tapi kita harus tetap menganggapnya sebuah kewajiban. Kira-kira itulah yang dikatakan bapaknya.
Setelah raganya terkumpul ia menoleh ke arah jendela yang terbuat dari kaca, menampakan keadaan luar yang gelap, diterangi hanya dengan lampu jalan yang sengaja warga setempat buat secara sederhana.
Senjani menghela nafas, ia kembali memikirkan fakta itu. Sekuat apapun ia menepis untuk melupakannya sejenak, tapi ia tetap tidak bisa. Ia hanya bisa berlasrah kepada Allah untuk terus memberinya kekuatan untuk menghadapi semua ini.
Setelah tersadar ia melangkahkan kakinya keluar kamar dan menuju kamar kecil untuk berwudhu. Sejenak ia lihat kamar ibunya yang sudah terang, menandakan ibunya sudah bangun terlebih dahulu.
Untuk saat ini mungkin Senjani butuh sendiri. Butuh ruang untuk berpikir jernih. Dan sejak kejadian kemarin siang, ia dan ibunya jarang bertegur sapa. Bahkan tidak menjalankan makan malam bersama. Senjani hanya termenung dikamarnya sejak itu.
Kembali tersadar dari lamunannya ia segera melanjutkan langkahnya kepada tujuan utama.
****
Setelah menjalankan sholat sunah tahajud, masih di atas sejadah, ia mencoba mengadadahkan tangannya untuk meminta pertolongan kepada Allah sang Tuhannya.Meminta petunjuk, kekuatan, perlindungan atas apa yang dirinya hadapi. Ia sadar ini adalah ujian untuknya. Dan hanya kepada Allah lah ia bisa berserah diri.
Sekian banyak kata yang ia curahkan, tangisan yang tak terbendung pun sudah tidak bisa ia tahan.
Bagaimana nanti ia menghadapi ayahnya yang berbeda keyakinan dengannya? Apa yang harus dilakukannya?
Bagaimana ia mencari ayahnya yang bahkan alamatnya sudah puluhan tahun?
Bagaimana ia bisa meninggalkan ibunya sendirian?Begitu banyak pertanyaan dalam dirinya. Yang ia sendiri pun tidak tau harus melakukan apa. Dan keadaan ini lah yang hampir membuatnya menyerah.
Senjani menangis dengan pelan, ia persembahkan hanya untuk Allah yang siap mendengarnya. Ia tidak mau jika ibunya tahu. Cukup ia dan Allah yang tahu.
Puas ia menangis, ia membereskan perangkat sholatnya dan kembali ke tempat tidur dengan membawa tasbih, ia akan berdzikir sampai ia terlelap kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuntunan Malaikat tak Bersayap [Revisi!!]
RomanceSemenjak tragedi yang membuatnya hancur berantakan retak tak berbentuk adalah ketika sang ayah meninggalkannya untuk selamanya. Dan tidak sampai disitu, ada sesuatu yang lebih membuatnya bingung sampai entah harus melakukan apa. Tangisan pilu...