□■Episode 3■□

14 3 0
                                    

🎵BTOB - It's Okay🎵

(I love vomment! ^^)

Mega di angkasa sana telah mulai tersepuh oranye. Lukisan jingga tersebar melapisi langit sore yang kian menghangat seiring musim seminya. Angkasa sengaja memberi kesempatan pada hangatnya senja untuk menyebar memeluk bumi Busan sebelum dibiarkannya tersentuh dingin malam.

Nuansa senja. Orang-orang selalu menyukai itu. Senja seperti punya bau yang kian lekat merasuk penciuman. Juga lekat merasuk ingatan. Yakin, setiap orang pasti punya pengalaman senjanya sendiri. Hingga terbentuk satu spekulasi, bahwa senja itu berkesan. Masa sore itu selalu jadi masa idaman. Hampir semua orang sepakat mengatakan bahwa senja itu indah. Oranyenya selalu yang paling ditunggu.

Di kala senja itu, duduklah tujuh pelajar di sebuah kafe urban bernuansa hangat. Mereka membahas segala sesuatu yang berkenaan dengan aktivitas kemanusiaan. Akhir-akhir ini, selalu bahasan itu yang sering dibincangkan di antara mereka. Maklum, kegiatan amal publik rutinan sudah terencana di dalam proposal mereka.

"Ini ... tinggal tunggu disetujui, lalu semuanya bisa dimulai," kata satu-satunya senior di antara ketujuhnya.

"Tapi, Vin. Kupikir anggaran untuk amal kali ini harusnya diperbesar." Terdengar Dante bersuara menanggapi.

Vin menoleh, mempertimbangkan tanggapan.

"Di lokasi ini ..." Dante menunjuk ke salah satu area di lembar denah yang terhampar di atas meja mereka. "Sudah terjadi lima kali penggusuran selama dua bulan terakhir ini," lanjutnya.

Eron terlihat mengangguk. "Parahnya, rencana penggusuran mereka selalu tidak pernah sampai ke telinga warga. Membuat mereka jadi tidak punya banyak waktu untuk bersiap."

Vin memusatkan pandangan pada denah, lalu melirik rincian anggaran yang tertulis di proposal yang dihampar di samping denah.

"Akhir-akhir ini, universitas pelit sekali dengan masalah anggaran. Mereka serta merta membatasi anggaran sejumlah program kampus demi fokus menganggari festival tahunan kampus," jelas Vin.

Dante mengangguk. "Ya, tapi harusnya mereka tidak sepelit ini. Anggaran ini sedikit sekali, Vin. Bahkan berkurang hampir 30% dari amal publik dua bulan lalu."

"Dante benar. Pemerintah tentunya sudah memberikan bantuan dana yang semaksimal mungkin untuk organisasi Go-Public di kampus ini. Mereka selalu memberi anggaran lebih untuk program-program sosial kampus." Eron menyahut.

"Ada yang tidak beres dengan pihak keuangan kampus yang sekarang," celetuk Ricko. Lelaki yang lebih banyak 'dengar, simak, seruput' itu mulai menyuarakan pendapatnya.

Semua orang di meja tampak serentak menoleh ke arah Ricko. Tertarik dengan celetukan Ricko yang cukup sensitif untuk dibahas.

"Dante, minta saja ayahmu untuk menyelidiki ini. Dugaanku rasanya kuat sekali," ucap Ricko serius. Berikutnya, ia mengalihkan pandangan dari mereka ke gelas Apple Cooler. Minuman keempat yang dipesannya sepanjang obrolan mereka sore itu. Ia menyeruputnya dengan tenang.

Kyo menghela napas. "Urus saja perutmu. Isinya air semua, Rick." Sontak semua orang tertawa.

"Aku ingin membantu," kata Kirei setelah tawa mereka reda. "Boleh, 'kan?" tanyanya ramah seraya menoleh menuju Vin.

"Tentu." Vin mengangguk.

"Lebih bagus lagi kalau kau mau bergabung menjadi member," timpal Ricko.

Eron tampak menyepakati. "Kalau kau tidak sibuk, Kirei."

Kirei yang cantik itu tersenyum manis. Lebih manis dari Apple Cooler yang diminum Ricko. "Baiklah. Akan kusesuaikan dulu dengan jadwalku."

Comedy of Life (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang