Part 2

1K 202 15
                                    

Lita yang hendak menutup gorden jendela depan langsung terdiam saat ada mobil Pak Wayan melintas di depan rumah kontrakan mereka. Dengan raut wajah yang penasaran Lita menatap seksama laju kendaraan itu yang mengarah ke vila atas. Otaknya langsung mencerna, jangan-jangan itu tamu Bu Wayan yang mau nyewa selama sebulan lebih itu.

"Na!!!" teriakan menggelegar itu membuat Dwina yang baru saja keluar dari kamar madi langsung berlari, takut sahabatnya kenapa-kenapa. Dwina mengerutkan keningnya saat melihat yang memanggilnya celingukan di jendela.

"Apa sih, Ta? Kamu ngapain coba kayak tikus celingak celinguk begitu." Dwina heran dengan tingkah laku Lita.

Lita tidak menanggapi celotehan Dwina. Ia hanya mengulurkan tangannya untuk melambai pada Dwina agar mendekat. "Lihat deh, Na. Kata kamu bakal ada yang nyewa Villa atas Bu Wayan kan? Itu ada mobil Pak Wayan lewat."

Dwina ikut-ikutan melihat dari jendela. "Iya deh kayaknya. Siapa ya?" mata Lita langsung berbinar, cengiran lebar langsung terulas dibibirnya.

Dwina menatap waspada. "Ta..." memperingatkan. Biasanya otak sahabatnya ini lumayan mengerikan dan tidak terduga.

Lita menyengir. "Kita intip, yuk?" mata Dwina melebar

"Ogah!" Dwina menolak.

Lita cemberut. "Kita lihat dari semak belakang. Yayayaya?" ucapnya memohon.

Dwina menatapnya ngeri. "Kita kudu manjat, Ta. Ogah ah! Aku habis mandi ini, nggak mau kotor lagi." Ia tetap menolak.

Lita menggaruk kepalanya.
"Tapi aku penasaran, Na." Wajah memelas Lita membuat Dwina menghela napas. Namun, ia tetap menggeleng.

"Nggak! Besok aja kita tanya Bu Wayan. Sekalian bayar kontrakan." Lita itu orangnya penasaran alias kepo. Pasti malam ini dia nggak bisa tidur, seru batin Dwina.

Lita merengut lalu dengan menghentakkan kaki meninggalkan sahabatnya. Dwina menggelengkan kepala. Sekali lagi ia melihat di jendela, namun kendaraan Pak Wayan sudah tidak terlihat. Sebenarnya ia juga penasaran hanya saja jika mengintip dan harus memanjat bebatuan di semak belakang itu membuat bulu kuduknya meremang. Dwina bukan Lita yang petakilan. Ia memiliki pembawaan yang lembut meski emosinya juga kadang sering meledak. Bahkan Lita saja pernah ketakutan saat emosi Dwina meledak. Jangan berani-berani membangunkan singa betina yang sedang tidur.

***

Jan mengamati bangunan. Mata birunya semakin berbinar saat melihat pemandangan halaman belakang Villa yang mengarah ke lautan. "Ini Villa Cuma satu ya, Pak?" Jan bertanya pada Pak Wayan dengan bahasa Indonesia. Meski logatnya kaku namun lelaki itu sudah fasih bahasa Indonesia.

Pak Wayan mengangguk, lalu tersenyum ramah. "Iya. Saya dan istri saya hanya memiliki satu vila ini dan satu kontrakan di bawah."

"Kenapa nggak bikin yang lain lagi, Pak? Bukannya tanah ini masih luas?" tanya Jan.

Belum juga Pak Wayan menjawab suara datar Thomas menyela. "Kita di sini untuk liburan. Bukan untuk wawancara orang, Jan!" ucapnya mengingatkan. Jan merengut saat melihat sahabatnya memasuki ruangan yang sama dengannya dengan koper di kedua tangannya. "Jangan sampai sikap bossymu kau bawa di sini! Kau tidak membawa asisten! Ambil kopermu sendiri! Nanti saja melihat-lihatnya!" Ia meninggalkan koper sahabatnya.

Jan menghela napas, dan menuruti perkataan sahabatnya. Namun ia masih saja menggoda Thomas. "Maaf Pak Wayan, teman saya itu memang kaku. Sekaku papan selancar."

"Aku mendengarmu, Biedenkapp!" tegur Thomas.

Jan tertawa terbahak dan Pak Wayan hanya tersenyum maklum. Tadi saat kedua lelaki muda itu mengenalkan diri terlihat sekali sifat mereka yang berseberangan. Lelaki yang mengenalkan dirinya dengan nama Jan Biedenkapp itu terlihat ramah, lucu, bahkan bisa dibilang petakilan. Sedangkan sahabatnya yang bernama Thomas Wagner, lebih pendiam dan berbicara sesekali padanya. Lelaki itu bahkan hanya tersenyum singkat saat berbicara.

Fly With Love (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang