: ☘ : 03. Hujan dan Maya

437 100 23
                                    


"Biasa saja kok, lagi pula bulan ini aku memang sering sakit."

Kamu tersenyum ketika kembali mendapati pertanyaan 'Ada apa dengan nilaimu?'

Jawaban yang sama kembali kamu lontarkan berulang kali, "Ah iya, hati - hati dijalan," kamu melambaikan tangan kearahnya,  Si peringkat satu.

"Tuhan, aku lelah...."

Desahmu kepada langit yang tampak kelabu, tahun kedua ini memang terasa jauh lebih berat dibandingkan tahun pertama.

Kamu merasa ditahun pertama itu gurumu hanya menyiapkan kalian untuk perang. Meskipun perang yang sesungguhnya baru akan dihadapi tahun depan.

"Ah ...." Kamu yang baru saja hendak melangkahkan kaki segera menghentikannya ketika air tiba - tiba mengguyur jalanan.

"Yah, setidaknya ada satu kebaikan yang terjadi hari ini," kamu tersenyum kecil sambil menatap butiran air yang jatuh, menundamu untuk pulang padahal bus sekolah akan segera lewat.

Kalau sudah begini tak ada cara selain menelpon ibumu untuk menjemput, meskipun pasti akan mendapat omelan karena jalanan yang macet.

Kamu menghela napas, hari ini sudah cukup melelahkan.

"(y/n)?"

Kamu menoleh melihat Calvin berdiri dengan jaket hitamnya seperti biasa.

"Kukira kamu sudah pulang."

Ia berjalan lalu berdiri disampingmu, "kuharap juga aku sudah pulang," kamu tersenyun miris.

Hujan menghancurkan rencanamu sore ini untuk tidur siang. Semuanya gagal.

"Apakah hari ini orang - orang kembali menghujanimu dengan kalimat mereka?"

"Aku basah kuyup haha."

Ia ikut tertawa bersamamu,  meskipun sama terpaksanya denganmu.

"Tak apa. Jadikan kata - kata itu motivasi. Seperti pohon yang tumbuh berkat air hujan."

"Tapi... Kan butuh sinar matahari juga?"

"Loh, aku ini kan mentarimu" Ia terbahak,  geli dengan kata - katanya sendiri.

Kamu menatap Calvin heran. Begini Calvin Antares yang terkenal karena sikap dinginnya?

Sementara Calvin masih tertawa kamu hanya menggelengkan kepala, tak mengerti dengan sikap orang disebelahmu ini.

"Aku serius—" katanya masih dengan nafas tersengal akibat tawa.

"Sinar matahari itu seperti kalimat yang membuatmu bangkit. Ia membakar air lalu mengubahnya menjadi energi, dan pohonpun tumbuh"

"Tapi kurasa tak benar - benar... Dibakar...?"

"Itulah hidup." ia mengatakannya tanpa menghiraukan tanggapanmu.

Kamu mendelik, namun bagaimana lagi, kamu merasa Calvin ada benarnya juga. Ia memang orang yang selama ini membantumu bangkit dari keterpurukan.

Ah, tapi memangnya kamu siapa? Mungkin ia memang begitu pada semua orang. Calvin kan... Baik.

"Mobilku sudah datang."

Mata kalian tertuju pada mobil sedan hitam yang baru memasuki gerbang sekolah.

"Oh ya sudah, dadah," kamu melambai kecil kearah Calvin.

"Loh kok dadah?"

Ketika mobil dengan lambang mercedes itu sampai dihadapan kalian Calvin membuka pintunya.

Namun bukannya masuk, ia hanya membuka pintunya lalu mengisyaratkan tangannya padamu untuk masuk.

"Ladies first."

"Ta—"

"Ya sudah jika kamu lebih memilih diomeli ibumu."

Tanganmu refleks menahan Calvin yang sudah memutar tubuhnya hendak masuk ke dalam mobil.

"Aku ikut," Calvin kembali membalikkan tubuhnya lalu tersenyum kecil kearahmu, kamu mendengus kesal seraya masuk ke dalam mobil mewah tersebut.

[☘]

"Jadi, apa kata mama?"

Kamu segera meletakkan ponsel berwarna merah muda itu lalu menatap Calvin dan berpikir sejenak, merangkai kata.

"Uhm, ibuku bilang tak apa."

Calvin mengangguk, lalu kalian kembali hening menatap jalanan yang masih diguyur hujan.

"Hujannya semakin deras...."

Gumammu sendiri, kemudian tiba - tiba terbesit sesuatu dalam kepalamu.

"Pohon jika terkena air hujan terus sakit tidak ya?"

Calvin refleks tertawa mendengar pertanyaanmu, kamu yang kaget menoleh sambil menatapnya kesal.

"Bagi pohon hujan itu berkah. Mungkin sakit tapi hujan itu yang membuatnya tumbuh haha."

"Hmmm, seperti kritik?" Tanyamu asal, Calvin mengangguk ragu.

"Mungkin... Atau seperti kalimat - kalimat menyinggung lainnya."

Kamu mengangguk lalu kembali melihat keluar jendela, setelah kamu perhatikan jalanan ini bukanlah jalanan menuju rumahmu.

"Kita akan menemui Maya." Calvin berkata seolah - olah dapat membaca pikiranmu.

Kamu lagi lagi menoleh dengan cepat, namun kini kamu terlihar seperti tanda tanya hidup.

Maya?

Siapa?

Calvin anak tunggal.

"Ia gadis yang kucintai. Kamu tak keberatan bukan?" Calvin sekali lagi kembali membaca pikiranmu.

Jadi, selama ini sudah ada yang memiliki hati seorang Pangeran Antares?

Oh, pantas saja ia tampak tak peduli dengan gadis - gadis lain di sekolah.

Kamu mencoba memasang wajah tegar. Tak apa, seharusnya kamu tahu posisimu bukanlah siapa - siapa.

Kamu hanya mengangguk lesu, kemudkan kembali bersandar kepada punggung kursi.

[☘]

Calvin yang geli sendiri sama kata - katanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Calvin yang geli sendiri sama kata - katanya.

Maaf karena jarang sekali update, soalnya belum ada draftnya dan juga gak sempet nulis (lebih tepatnya gak mood)

Hehehehe makasih ya buat semua yang udah baca iniii!

Aku seneng banget liat notif votes yang terus nambahhh, komennya juga boleh kok hehe

Sayang kalian pokonya!

[4] DéntroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang