13

17 2 0
                                    

Kang Kyosanim memang belum bisa menghentikan penjelajahan waktu, tapi setidaknya dengan metode yang kugunakan, orang-orang dapat kembali dengan cepat.

Aku juga kembali kuliah, melanjutkan studyku. Meskipun aku menghabiskan waktu 10 tahun di Indonesia, namun menurut waktu sekarang, aku hanya menghilang 1 tahun jadi pihak universitas menganggapku cuti.

Seoul juga sudah dibuka lagi untuk wisatawan, meskipun masih ada syarat-syarat yang harus dipatuhi.

Ku minum susu panas yang ada di tanganku, terasa hangat di perutku mengingat sekarang sedang musim dingin. Aahhh.. setiap kali membuat susu aku selalu teringat Ibu. Bagaimana kabarmu Ibu? Bagaimana keadaan Della? Disana pasti sudah 10 tahun berlalu. Ibu kau masih suka ikut senam lansia kan? Della, apa kau sudah mempunyai keturunan?.

Oppa kau sudah siap?”

Aku menoleh “Ah, ya ayo pergi sekarang” ucapku seraya beranjak dari lamunan.

Park Ji Na mengajakku ke Garden of the Morning Calm, salahsatu kebun botani terbesar di Korea yang berada di daerah Gapyeong. Bagus katanya jika kita megunjunginya di musim dingin seperti ini karena akan ada festival lightning. Aku hanya mengikutinya saja, apapun yang ia inginkan selama aku bisa melakukannya aku akan memenuhi keinginannya.

Sesampainya disana, kami berkeliling mengunjungi semua spot mulai dari Cloud Bridge, jembatan gantung dengan sungai dibawahnya sebagai penghubung dari loket tiket ke taman utama. Eden garden, dimana terdapat bunga raksasa buatan yang berbentuk hati, Morning calm walk, Heaen garden, Moonlight garden, tapi entah mengapa aku paling menyukai J’s Cottage Garden, cantik saja melihat lampu-lampu hias yang berkerlap-kerlip.

*

Sekarang sedang viral berita mengenai Seoul yang kembali dibuka untuk wisatawan. Aku ingin kesana. Tapi jika aku mengatakan maksud yang sebenarnya pasti suamiku tidak akan mengizinkanku. Aku harus mencari cara.

“Aku mau liburan, bosen dirumah terus. Anak-anak juga pasti pada mau main” ucapku pada suamiku pada suatu malam.

“Boleh, aku juga butuh refreshing. Tapi karena bukan musim libur sekolah kita nyarinya yang deket-deket aja kali ya”

“Aku mau ke Seoul” sahutku cepat.

“Gak!” sergah suamiku tegas “Kemana aja asal jangan itu”

“Aku emang beneran ingin liburan, liat” aku menunjukkan salahsatu agent travelling yang sudah kucari sebelumnya “Lagi ada promo winter lagian kan kamu tau sendiri dari dulu aku suka banget sama Korea”

Namun suamiku tak menyahut, hanya menatap kedua mataku penuh selidik.

Please” mohonku.  Permintaanku memang tak langsung dikabulkan tapi setelah beberapa kali membujuk dan dengan banyak persyaratan pula akhirnya kami akan ‘berlibur’ juga ke Seoul.

Karena kami mengikuti paket wisata, semuanya sudah disiapkan dengan baik yang perlu kami lakukan hanyalah bersenang-senang. Banyak tempat yang kami kunjungi, museum, tempat-tempat bersejarah termasuk tempat yang digunakan dalam setting film atau drama. Dari semua itu, kami selalu mengabadikan momen dengan mengambil foto atau merekam video, tentu saja.

Aku berusaha mungkin terlihat seperti orang yang benar-benar liburan, namun dibalik semua itu mataku selalu melihat wajah orang-orang sekitar, siapa tahu adikku juga tengah berlibur. Hatiku juga akan berdegub kencang apabila melihat perawakan yang sama persis, apalagi jika aku mendengar mereka mengucapkan nama Park.

Aahh seharusnya ini menyenangkan bukan? Hal yang aku mimpikan selama ini akhirnya tercapai. Menginjakkan kaki di Seoul, berada satu kota dengan idola tapi mengapa yang kurasakan justru adalah kebimbangan dan kegelisahan?.

Memasuki hari terakhir kami menghabiskannya di Nami Island dan Petite France dan kini kami tengah berada di Garden of Morning Calm untuk menyaksikan festival lightning sebagai destinasi terakhir. Aku menghembuskan nafas keras, bahkan hingga menjelang pulangpun aku tak juga menemukannya.

Kau sebenarnya dimana Park Ji Soon? Aku telah berada di Seoul, kumohon kemarilah.

Kami mengelilingi semua spot, tapi aku berhenti di J’s Cottage Garden, kakiku terasa pegal.

“Bunda, ayo!”teriak anakku yang sudah berjalan didepan.

“Bunda tunggu disini aja ya, kalian sama ayah kelilling aja” ucapku dengan bibir yang mulai membeku karena dingin. Tetapi anak dan suamiku malah kembali menghampiriku, menemaniku “Kita juga disini aja deh”

Aku tersenyum “Yaudah diem dulu disini bentar yah, nanti kita keliling lagi”

Anakku mengangguk, aku mengusap-ngusap kepalanya “Bun, fotoin aku disini dong” pinta anakku.

“Boleh” ucapku lalu meminta kamera pada suamiku “Bentar ya bunda atur dulu kameranya” Namun ada yang membuatku menurunkan senyumku ketika melihat sosok yang berada jauh dibelakang anakku. Aku menperbesarnya lalu mengerjap-ngerjapkan mataku beberapa kali, siapa tahu aku salah lihat lagi.

“Bunda udah belum?”

Aku tak menjawab pertanyaan anakku, aku menjauhkan kamera dari mataku, melihatnya secara langsung. Jantungku tiba-tiba berdegup lebih kencang dan tanpa kusadari air mataku telah menetes.

“P-park..” aku berusaha berteriak namun yang keluar dari mulutku hanyalah suara pelan. Udara yang dingin ditambah dadaku yang sesak membuatku kesulitan berbicara. “Park Ji Soon!” akhirnya aku berhasil mengucapkan namanya “Ji Soon-ah, Park Ji Soon!” teriakku akhirnya.

Orang-orang mulai memperhatikanku ketika mendengar teriakanku termasuk orang itu. Kulihat ia juga sama terkejutnya denganku. Dari kejauhan dapat kulihat bibirnya mengucapkan kata “Della”. Dengan langkah yang kuusahakan cepat aku berjalan menghampirinya, usiaku sudah berkepala 4 sekarang, tubuhku tak lagi fit. Tapi Ji Soon, kulihat ia berlari menghampiriku.

“Della, kau Della?” tanyanya, tangannya memegang lenganku.

“Iya ini aku Della, bodoh” jawabku, campuran antara kesal dan bahagia. Sedetik kemudian, yang kulakukan malah memukulnya. “Kau kemana saja? Benar-benar keterlaluan, menghilang begitu saja. Kau tahu bagaimana susahnya aku mencarimu?”

*

Aku benar-benar tak menyangka bisa bertemu Della dan suaminya lagi. Della memang tak semuda dulu, sudah mulai terlihat tanda-tanda penuaan di wajahnya tapi aku tak peduli akan hal itu, aku sangat bahagia.

“Ini anak kamu?” tanyaku ketika melihat 2 orang anak dikedua sisi suaminya.

“Mm” Della mengangguk.

“Hai” sapaku pada mereka, lalu “Ibu mana? Gak ikut?” tanyaku lagi “Apa ibu nunggu di hotel aja?”

Della tak langsung menjawabku, matanya seperti hendak menangis lagi “Ibu udah meninggal”

Seketika aku merasa lulutku melemas mendengar jawaban Della, aku mengusap wajahku lalu menunduk, tak tahu apa yang harus kuucapkan “Sejak kapan?” akhirnya aku bertanya dengan suara tercekat.

“Setahun lalu”

Tanpa dapat kutahan lagi air mataku jatuh membasahi pipi, aku segera menghapusnya. Akhir-akhir ini aku memang menjadi lebih cengeng.

“Sampai akhir ibu selalu inget kamu Park Ji Soon, ibu bener-bener sayang kamu”

Dan pertahananku sudah runtuh sekarang, aku menangis sesakit yang aku bisa, seiring dengan hatiku yang hancur lebur mendengar orang yang aku cintai telah meninggalkan bumi ini.

10 YEARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang