Keinginan Sederhana

216 13 0
                                    

 Masih dengan pikiran yang berkecambuk dan rasa sakit yang datang berkala, dia terus bergumam tak jelas. Entah itu mengungkapkan deritanya atau sumpah serapah untuk segala hal yang membuatnya begini.

Kyuusaku tengah ditawan The Guild. Tubuhnya terjerat dan terikat akar-akar yang entah bagaimana bisa membuatnya tidak bisa bergerak dari sana. Kakinya tidak menapak sedikit pun di atas tanah, sekitar satu setengah meter dari pijakan yang seharusnya.

Dia tidak tahu dimana ia berada. Suasana yang temaram karena penerangan minim dan agak lembab dapat dirasakannya samar. Dingin yang lumayan menusuk juga terasa walau tak ada semilir angin di sana.

Namun, itu bukanlah sesuatu yang mengenakan. Selagi orang yang berperan sebagai penjaga di depannya duduk santai, rintihan itu tak berusaha ia tahan. Tak peduli jika orang itu menatapnya tajam.

Dia ingin pergi dari sini, secepatnya.

"U-ugh...." Tangannya berusaha mentransfer kesakitan yang ia alami tapi tidak bisa. Tubuhnya bergetar. Rintihannya tak digubris oleh sosok itu. Justru orang itu berbicara macam hal yang sepatutnya tak dilontarkan kepada anak seusianya. Benar-benar ironi.

Hanya dengan bergeraknya kaki pemilik kemampuan yang mengikatnya untuk mengijak penyerap zat hara itu, kesakitan yang dia rasakan semakin parah.

Rasa sakit itu kembali datang. Dia menangkap putus-putus soal "rencana", "pohon", "penyatuan kemampuan", dan hal-hal yang takkan dikatakan kecuali kepada orang yang sudah dipastikan kematiannya.

Mereka menjadikan Kyuusaku sebagai bagian dari rencana darurat The Guild, "Operasi Pembakaran Yokohama".

Kilas balik seakan tertampil di hadapannya. Proyektor besar terputar dengan tenangnya. Barisan potret kehidupannya muncul berurutan.

Tidak!

Pemilik ingatan itu tak ingin mengingatnya lagi. Tak ingin ada rasa sakit yang terukir kembali melebihi tubuhnya saat ini. Dia sungguh tak menginginkannya.

Tetapi, dia tidak bisa menahannya. Seakan memang ini akan menjadi yang terakhir kalinya.

Ingatan masa lalu bermunculan. Ah, dia ingat saat itu. Saat dimana beberapa orang dengan kedudukan tinggi di Port Mafia berusaha mati-matian mencegah kebebasannya.

Ketika eksekutif termuda dalam sejarah— Dazai Osamu— berusaha memenjarakannya di ruangan gelap gulita itu. Sosok yang bahkan membuatnya semangat ingin melukai orang yang berharga baginya.

Teringat, dia ingin balas dendam kepada orang itu.

Namun, apa yang bisa diperbuat olehnya sekarang? Bahkan menggerakan kakinya untuk sampai ke tangga di ujung sana saja ia tidak mampu.

Sekali lagi, dia meruntuki semua hal.

Dia tidak mampu menahannya lebih lama lagi. Titik kesedihannya meluncur melewati pipinya.

"Kenapa...?"

Dia mencoba bersuara. Sesak.

"Kemampuan ini... tidak sekalipun aku pernah memintanya!"

Benar. Dia tidak bermaksud menyakiti orang lain. Dia hanya ingin kebebasan. Air matanya mulai berderai deras.

"Tapi... kenapa terus saja semua hal kejam terjadi karenaku?"

Isaknya semakin menjadi. Dia mempertanyakan hal-hal yang berhubungan dengannya. Dia bertanya kenapa kehidupannya tak seindah masa sesungguhnya. Dia terus menanggapi jalan yang dilaluinya begitu kelam.

"Bukankah siapa pun setara di mata Tuhan?"

Tak ada kebahagiaan yang terlihat di matanya. Kembali mempertanyakan haknya.

Pria di depannya datar— tanpa ekspresi— dan menatap tak peduli. Dia pun sudah tahu tentang hal itu. Keadaan yang tak jauh berbeda dengannya.

"Benar," balasnya. "Tapi, itulah dunia kita." Ya, tak semua rencana berjalan lancar.

"Karena itu, akan kuberitahu satu hal yang sebenarnya." Tatapan itu tak berubah. "Tuhan itu ada," maniknya tertutup kelopak, sedikit menunduk. Kalimat selanjutnya bisa saja membunuh, tapi dia tetap mengatakannya.

"Tapi, Dia tak mencintaimu."

Dan saat itu, kepercayaan akan keinginannya runtuh seketika. Dia tak lagi berada dalam kesadaran. Dia mengutuk semua orang, semua hal.

Bahkan dunia ini.

Detik selanjutnya, mungkin, dia akan menyesali emosinya yang terlepas.

Dan target balas dendamnya... yang menyelamatkannya dari rasa sakit yang lebih buruk lagi.


*****

Dia terbangun di tempat itu lagi. Tempat yang menjadi ruang pribadinya di bawah tanah. Lantai yang dingin menjalarkan suhunya ke tubuh kecilnya.

"Sudah bangun?" tatapan dingin pemuda itu mengintimidasi. "Ini makanan." Dilemparkan nampan itu kasar.

Mimpi?

Yah, untuk pertama kalinya, dia bersyukur berada di neraka itu. Ia tersenyum.

Bagaimana pun Kyuu juga manusia, 'kan?

*****

—TAMAT—


Maaf lama update :")) Sementara saya belum bisa memenuhi req yang diminta. Masih on progress(?) lagipula gak ada yang req lagi :"D

Jadi, sementara ini saya post dulu ff yang pernah saya buat. Thanks~

Mohon terus dukungannya ya! Saya mulai ada minat nulis lagi //apa

See you~!

FanFiction Bungou Stray Dogs [Close Req]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang