Dua bulan berlalu, kota kelahiranku sedikit ada perubahan. Rumah-rumah mulai diperbaiki begitu juga dengan rumahku, sekarang telah kembali seperti semula. Gedung-gedung mulai dibangun kembali.Tetapi, ayahku belum juga sadarkan diri beliau masih terbaring di rumah sakit. Setiap hari aku selalu menjaganya, aku berharap semoga ayahku cepat kembali sadar.Hari demi hari pun berlalu ,masih sama seperti biasanya aku selalu ada di samping ayahku.
TOK.......TOK....., terdengar suara ketukan pintu. Paman dan bibi pun datang menanyakan kabar kami.
“Bagaimana keadaan ayahmu Ndi?”.
“Masih belum sadarkan diri paman”.
Bi Imah dan paman Meko hanya bisa mengunjungi kami dua kali dalam semingu karena mereka tidak hanya mengurus kami disamping itu mereka masih punya pekerjaan yang lain.
“Andi, sudah makan?, keluar yukk!!!”.
“Bagaimana dengan ayah?”.
“Biarkan pamanmu yang menjaganya”.
Akhirnya,aku dan bi Imah pergi untuk mencari makan.
“Kamu mau apa, Ndi?”.
“Terserah bibi saja”.ucapku dengan singkat.
Akhirnya, kita makan di kantin rumah sakit. Kemudian bi Imah mengajakku membeli begitu banyak makanan ringan. Setelah semuanya selesai kami pun kembali.
Begitu terkejutnya aku saat tiba di ruangan ayahku yang ternyata ayahku sudah sadarkan diri dari koma.
“Ayah....Ayah sudah sadar?”.
“Kamu siapa?”, ayah menjawab.
Aku terkejut mendapati ayahku yang tidak mengenal diriku ini.
“Paman apa yang telah terjadi dengan ayahku?”.
“Ayahmu mengalami Amnesia, butuh waktu yang lama untuk mengembalikan semua ingatan ayahmu”, jelas paman Meko.
Hatiku merasa hancur mendengar kejelasan paman, seakan-akan aku di dunia ini tak mempunyai siapa-siapa. Apalagi paman Meko dan bi Imah lusa akan pergi keluar kota karna ada tugas dinas.
Waktu pun berlalu, aku merawat ayahku dengan penuh kasih sayang. Sedikit demi sedikit kubantu ayah mengingat kembali semuanya, kutunjukan foto-foto ibu bersama ayah. Kutunjukan foto pernikahan mereka, kuajak ke tempat yang biasanya kami kunjungi saat liburan mendatang, meskipun disisi lain aku merasa sedih karena harus mengenang kenangan bersama ibuku. Kurelakan semuanya demi ingatan ayahku kembali pulih, karena kutak mau kehilanagan orang yang kusayang untuk kedua kalinya.
Waktupun berlalu, dengan ridho Allah akhirnya aku berhasil mengembalikan ingatan ayahku, walaupun tidak seutuhnya. Karena aku dan ayah tak mau terlarut dalam kesedihan terlalu lama dan banyaknya kenangan yang sudah kami lewati bersama ibu di kota ini, akhirnya kami memutuskan untuk pindah dari kota kelahiranku ini dan kami memulai hidup baru.