Pesona Nurugan Zaenuddin

111 8 0
                                    

"Jauh lagi ya Nit? Hasima yang berada di kursi belakang seakan tak sabar ingin bertemu Mbah impiannya.

"Iya Sim, ini bukan diujung kampung, tapi lebih jauh lagi. "Kamu udah nggak sabar ya mau ketemu si Mbah?

"Iya, hehe.. nggak sabar. "Kalau bukan karena Gibran nggak bakal aku ngelakuin ini, pikirnya.

Satu setengah jam berlalu. Akhirnya Tino menghentikan mobilnya dikawasan hutan dekat tugu kuning yang bertuliskan "NGAPA UWENTIRA".

"Udah sampai? "Mana rumah Mbahnya Nit?

"Ayok ikut kita Sim, ajak Asnita.

Mereka bertiga pun berjalan menyusuri hutan perkebunan kopi melewati tugu kuning tadi. Sore itu langit terlihat berwarna oranye campur pink, sangat indah. Seindah harapan Hasima untuk bertemu Mbah Nurug. Setelah berjalan kira-kira 500 meter dari lokasi parkir, akhirnya mereka sampai disebuah rumah. Satu-satunya hunian ditengah pepohonan rimbun yang mengelilinginya. Rumah berwarna putih itu terlihat tidak terawat karena dindingnya dipenuhi tumbuhan menjalar dan lumut hijau disana-sini. Lantainya juga kotor, tidak pernah disapu. "Emang istri-istri jinnya pada ngapain aja sih, pikir Hasima.

"Masuk, terdengar suara agak berat dari dalam rumah.

"Ayok Sim, Mbahnya suruh masuk, Asnita dan Tino melangkah masuk ke rumah Mbah Nurug diikuti oleh Hasima.

"Hai Mbah, ini loh yang saya bilang mau kenalan sama Mbah, namanya Hasima, ujar Asnita sambil tersenyum sok manis.

"Oh ini dek Sima, ayo duduk sini, jangan malu-malu ujar Mbah Nurug ramah.

Hasima terkejut melihat penampilan Mbah Nurug. Dia bukan terlihat seperti Mbah-mbah tua berjenggot putih pada umumnya. Dengan kulit putih bersih dan hidung mancung serta mata yang berkharisma, perawakan Mbah Nurug terlihat lebih seperti model majalah pria. Tubuh atletisnya yang dibalut kaus hitam ketat tampak tidak cocok jika dipadukan dengan sarung kotak-kotak dibagian bawah. Mbah Nurug juga terlihat masih sangat muda untuk ukuran Mbah-mbah, bahkan mungkin juga sebayanya.

"Ada apa dek Hasima ini mau ketemu saya? Mbah Nurug tersenyum sangat manis.

"Jadi gini Mbah.. Hasima melirik ke arah Asnita dan Tino.

Seakan mengerti dengan isyaratnya, Asnita pun mengajak Tino untuk keluar.

"Gini Mbah, sebenarnya saya kesini mau minta supaya bisa balikan sama pacar saya. "Saya masih cinta sama dia Mbah.

"Hmm.. sambil berpikir Mbah Nurug manggur-manggut. "Berhubung karena aura kamu terlalu gelap, kita harus buka aura dulu dengan mandi bunga sembilan rupa.

"Kok sembilan Mbah? "Bukannya biasanya tujuh?

"Hmm.. aura hitam kamu itu terlalu pekat dek, makanya harus dibersihkan dulu sampai tuntas biar ritualnya lancar.

"Oh gitu..

"Lalu semedi tiga hari tiga malam di goa belakang hutan ini. "Yang penting kamu patuh ikutin ritualnya. "Kamu ada fotonya?

"Ada Mbah, di handphone. "Ini, kata Hasima seraya menunjukkan foto Gibran dari gallerynya. Mbah Nurug sempat menyentuh jemarinya ketika menyerahkan handphonenya. Hasima merasakan sesuatu yang lain saat itu juga. Perasaan menggelitik yang mati-matian ditolaknya.

"Hmm.. ganteng juga, pantesan kamu masih cinta. "Dari yang Mbah lihat sepertinya pacar kamu ini diguna-guna sama pacar barunya. "Tapi tenang saja, Jin yang Mbah kirim nanti bakal mampu mengatasi masalah kamu.

"Ehm.. tapi Mbah.. berapa ya biayanya?

"Soal harga nggak usah dipikirin, tunggu ritualnya berhasil dulu. "Jadi begini dek Hasima, Mbah barusan komunikasi sama jin yang bakal bantuin kamu, kita harus melakukan ritualnya malam ini juga. "Ini diminum dulu air perasan bunga kantil penghilang sial badan, ujar Mbah Nurug sambil menyerahkan segelas air yang telah dimantrai. Tanpa ragu Hasima langsung meminum air yang dipercayainya itu dalam sekali teguk.

Mencari Jodoh Di Kota Ghaib WentiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang