empat - awal dari semua

37 9 0
                                    

Pagi ini, Juni sarapan sendiri di rumah, karena Bu de dan Pak de nya sedang pergi mencari beberapa tanaman untuk ditanam di halaman rumah nya. Bu de dan Pak de nya itu memang suka sekali menanam beberapa bunga di halaman rumah nya. Kalau ada bunga yang mati, mereka akan langsung membeli nya lagi di toko bunga langganan mereka.

Setelah sarapan, Juni segera memakai sepatunya dan menyandang tas ransel kebanggaan nya, lalu berjalan menuju pagar rumah. Ketika hendak keluar, Juni menghentikan langkahnya.

"Pagi, Juni Inggrid!"
"Kamu?! Ngapai―"
"Aku mau jemput kamu"
"Hah?"
"Aku mau jemput kamu, Juni"
"Aku kuliah siang, jadi mending sekarang kamu pulang!"
"Terus ngapain kamu keluar rapih-rapih begini?"
"Aku Juni, aku bisa lakuin apapun yang aku mau."
"Dan aku Clarik, aku bisa lakuin apapun yang aku mau juga, termasuk mendapatkan Juni. Sekarang kamu naik"
"Hah?"
"Udah cepetan naik, kebanyakan bengong!"

Clarik menarik Juni naik ke atas motor vespa nya, lalu memakaikan Juni helm. Entah kenapa Juni nurut-nurut aja, mungkin karena baru bangun tidur jadi galak nya Juni belum berkoar.

"Anggap saja kamu dijemput oleh pangeran tampan berkuda putih, dan kamu putri nya" katanya, Juni yang mendengar itu langsung mendelik ke arah Clarik. Awalnya Juni mengira Clarik akan membawa nya ke kampus, tapi dia malah pergi ke arah yang berlawanan dari tujuan Juni.

"Clar, mau kemana sih?"
"Nanti juga kamu tau"
"Nanti kapan?"
"Kalau aku sudah bisa mendapatkan mu"
"Clarik!"
"Iya Juni?"
"Nyebelin"
"Bagus dong"
"Bagus apa?!"
"Arti nya kamu sayang"
"Dasar gila"
"Terima kasih"

Juni geram, berdebat dengan Clarik memang tidak akan ada habisnya. Clarik yang melihat wajah Juni terlihat kesal dari kaca spion hanya bisa senyum-senyum sendiri.

Clarik membawa Juni ke suatu tempat wisata yang sudah sangat populer di Jogja, Candi Prambanan. Dari rumah Juni ke Candi Prambanan hanya memakan waktu dua puluh menit jika mengendarai motor. Setelah sampai disana, mereka turun dari motor lalu Clarik membantu melepaskan helm Juni.

"Kita ngapain kesini, Clar?"
"Nanti juga kamu tau"
"Kamu emang ga suka jawab pertanyaan orang ya?"
"Tidak juga"
"Disini kan panas, Clar. Juga aku ga suka tempat yang ramai"
"Berarti misi ku berhasil"
"Misi apa?"

Clarik hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Juni, lalu ia menggandeng tangan Juni dan berjalan masuk ke dalam Candi Prambanan.
"Juni, kamu tau sejarah Candi Prambanan?"
"Sedikit"
"Coba ceritakan, aku mau dengar"
"Candi ini adalah Candi Roro Jonggrang, candi ini juga dipersembahkan untuk Trimurti, iya kan?"
"Cerdas. Lalu, siapa saja Trimurti nya itu?"
"Aku lupa,"
"Bodoh"
"Bodoh? Clarik!"
"Bercanda, Juni" Clarik mengacak-acak rambut Juni lalu lanjut berjalan sambil mengamati ukiran di dinding candi Prambanan.

"Kalau kisahnya Roro Jonggrang, kamu tau?"
"Dia yang minta dibuatkan seribu candi dalam satu malam, kan?" Clarik mengiyakan.
"Tapi aku tidak tau cerita lengkapnya, Clar"
"Mau aku ceritakan?" Juni mengangguk. Selain dongeng, Juni juga sangat menyukai sejarah.

Mereka duduk di dekat candi agar lebih nyaman bercerita.
"Ini adalah kisah cinta seorang pangeran kepada seorang putri. Tapi akhirnya, sang putri terkena kutukan karena sudah menipu sang pangeran"
"Ceritakan dari awal, Clar"
"Pangeran jatuh cinta kepada sang putri, tapi jika ingin mendapatkan cintanya, pangeran harus membuat seribu candi dalam satu malam, sebagai taruhan nya. Tapi ketika pangeran sudah berhasil membuat candi yang ke 999, sang putri menipu pangeran itu"
"Dengan cara membohongi sang pangeran kalau matahari sudah terbit?" Clarik mengangguk, membenarkan.

"Kenapa harus seribu candi, Clar?"
"Karena dia berfikir kalau pangeran tidak bisa membangun candi sebanyak itu dalam satu malam. Jadi sang putri tidak harus menikah dengan nya"
Juni ber-oh ria.

"Kisah sang pangeran mirip dengan kisah kita, Juni"
"Apa maksudmu?"
"Suatu saat aku akan mendapatkan cintamu" Juni tertegun mendengar kalimat Clarik.

"Kalau begitu aku punya seribu penolakan untukmu"
"Dan aku punya lebih dari seribu cara untuk mendapatkan mu" Juni membisu.

Clarik berdiri dari duduk nya dan menarik tangan Juni, "ayo pulang" katanya.

Sepanjang jalan pulang, Clarik dan Juni hanya diam. Sampai akhirnya, Juni lah yang membuka suara.
"Jangan mencintaiku, Clar"
Kening Clarik berkerut, "kenapa?" Tanyanya.
"Aku tidak pantas untuk dicintai"
"Tapi Tuhan menakdirkan ku untuk mencintaimu"
"Bagaimana kamu tau?"
"Karena aku Clarik."





;

Dunia JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang