Bukan Prolog

13 12 2
                                    

Pintu kayu dengan papan tanda bertuliskan dilarang masuk dengan lingkaran dan coretan garis merah berwarna merah tertutup rapat. Setiap kali hal itu terjadi pasti ada sebuah masalah besar yang sedang berlangsung. Pak Hadi, sekaligus guru kedisiplinan harus bekerja setengah hari penuh karena kasus kali ini.

Semua orang sudah hafal, kalau itu terjadi hanya ada satu kemungkinan.

Elang berulah lagi.

Tidak pernah bosan absen dari mencari masalah, laki-laki itu selalu mengentengkan semua perbuatan bandelnya. Mulai dari yang paling sederhana, yaitu telat masuk kelas sampai yang paling parah tawuran dengan sekolah seberang.

Padahal motto sekolahnya adalah 'Menjunjung tinggi kedamaian dan ketenteraman masyarakat demi mencapai prestasi layak untuk semua.' Seperti omong kosong belaka, seenaknya Elang merusak citra sekolahnya yang sudah susah-susah dibangun selama empat belas tahun terakhir.

Pak Hadi terdiam, berusaha menurunkan kadar emosi yang sudah terlanjur memuncak. Laporan terbaru mengatakan bahwa aparat kepolisian berhasil menciduk anak didiknya sedang bermain di karaoke tengah malam ditemani oleh dua botol alkohol bersama tiga orang dewasa yang tidak diketahui identitasnya.

"Satu laki-laki dan dua perempuan, bilang ke bapak, siapa mereka?" ucap Pak Hadi tegas.

Elang menghentikan siulannya. Kedua matanya yang menatap jam dinding kini membalas tatapan guru di hadapannya.

Elang tersenyum. "Kepo, ah," jawabnya sambil menyeringai.

Pak Hadi yang mendengarnya langsung memijat pangkal hidungnya. Pening. Bisa-bisanya sekolah bagus tempatnya bekerja menerima siswa bandel seperti Elang, yang ada di hadapannya sekarang.

"Jawab Elang! Kalau kamu nggak bisa serius gimana masalahnya bisa selesai?!" Pak Hadi menggebrak meja.

Karena terkejut, otomatis Elang mengangkat kaki kiri dan kedua tangannya. Lucu memang, tetapi suasana di ruangan itu sangat tegang sampai tidak ada kesempatan untuk tertawa bahkan hanya untuk tersenyum.

"Aduh pak! Kaget saya!"

"Diam kamu!"

Pak Hadi melotot.

Elang memiringkan wajahnya heran. "Lah, tadi disuruh kasih tau, sekarang malah suruh diem, terus maunya bapak apa, sih? Kok ribet, kayak cewek aja."

"Bilang sama saya sekarang, siapa orang-orang itu! Ngapain saja kamu? Mau di DO dari sekolah?!"

Tanpa belas kasih lagi, Pak Hadi mengeluarkan semua yang ingin dia ucapkan pada Elang. Siswanya yang satu memang selalu jadi bulan-bulanan sejak pertama kali masuk.

Tetapi satu yang membuat dia bertahan selama ini, karena uang dan status jabatan kedua orang tuanya yang selalu menghambat dikeluarkannya Elang dari sekolah.

🦅🦅

Bel istirahat baru saja berbunyi. Tepat saat di mana seorang laki-laki dengan pakaian dan rambut berantakan memasuki kelas. Dengan sombong Elang menarik bangkunya lalu duduk di sana. Tidak ada yang berani berkomentar, kecuali Bara.

"Bau lo, Lang!" Laki-laki berkacamata itu mengibaskan telapak tangannya di depan wajah.

Sedangkan yang diajak bicara hanya diam. Tidak ingin merespon karena malas berkomunikasi dengan seorang perfeksionis itu.

Mereka mungkin memang teman dekat, Bara selalu jujur dalam mengatakan semua yang ingin dia keluarkan. Dan Elang tidak masalah dengan semua itu. Hanya saja hari ini Elang masih pusing. Mungkin karena efek alkohol yang dia minum semalam.

Thank you, ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang