enam

84.5K 5.8K 84
                                    

"Tidak untuk selamanya," lanjut Wanda cepat, takut membuat Bryant salah paham. Ia menelan ludah dengan susah payah.

"Kenapa?" tanya Bryant dengan kening berkerut, harga dirinya sebagai pria sedikit tersentil oleh perkataan Wanda tentang tidak selamanya. Apa ia seburuk itu hingga tidak bisa dijadikan pasangan hidup untuk selamanya? Ia berubah sensitif tentang pernikahan semenjak kaburnya Selena.

"Tentang kita harus menikah? Lebih aman bagi saya, apalagi ada hal yang ingin saya mintai to—" kalimat Wanda disela oleh Bryant membuatnya kebingungan.

"Tunggu," kata Bryant sambil melepas kancing jas yang ia kenakan agar bisa duduk lebih nyaman dan tidak begitu sesak.

"A-a-ada apa?" tanya Wanda terbata-bata, ia semakin gugup, "apa lebih baik kita memutuskan bahwa saya studi di luar negeri?"

"Bukan, bukan seperti itu," Bryant memijat keningnya dengan mata tertutup, "kenapa tidak selamanya?"

Saat itu juga Wanda langsung bisa bernapas, ia kira ada masalah besar, namun nyatanya tidak, "karena kita berdua tidak saling suka satu sama lain dan pernikahan yang saya impikan selama ini bukanlah seperti ini."

"Apa maksud Anda dengan seperti ini?" tanya Bryant sebelum menyesap kopinya untuk menutupi hal aneh yang merasuki hatinya.

"Menikah tanpa ada landasan cinta."

Oke, jawaban yang singkat dan sedikit picisan namun bisa dimengerti oleh Bryant. Wanita dan perasaannya. Itu sudah alasan yang cukup. Tidak ada seorang pria pun di dunia ini yang bisa mengerti dan memahami wanita dan perasaannya secara baik.

"Tentu. Karena kesepakatan kita sama, selanjutnya adalah kita memeriksa ketentuan-ketentuan yang diajukan masing-masing pihak," jelas Bryant sambil menunjuk amplopnya yang ada dalam genggaman Wanda.

"Kalau begitu, saya juga akan memberikan Anda ketentuan yang sudah saya pikirkan sebaik mungkin," kata Wanda sambil mengeluarkan amplop dari dalam tasnya kemudian menyerahkannya pada Bryant. Mereka berdua sibuk membaca ketentuan yang diajukan sebelum Wanda membuka suara, "Hm."

"Ada apa?" tanya Bryant. Ia mengangkat pandangan dari kertas yang ia baca, keningnya berkerut cukup dalam, sebelah alisnya juga terangkat tinggi.

"Boleh saya coret beberapa ketentuan yang menurut saya tidak sesuai?" tanya Wanda sambil menunjukkan bolpoin dalam genggamannya.

"Silakan. Kalau begitu saya juga akan melakukan hal yang sama, setelah itu kita bahas kembali," tutup Bryant.

Mereka berdua kembali sibuk membaca serta memperbaiki bahkan menambahkan beberapa ketentuan menurut mereka masing-masing. Tidak ada pembicaraan sama sekali. Hanya ada bunyi ketikan dari keyboard dan tamu yang memesan makanan sebagai latar belakang, itu pun tidak terlalu berisik.

"Saya sudah selesai," kata Wanda sambil menaruh bolpoin dan kertas yang sudah sedikit penuh dengan perbaikan di sana sini.

"Sebentar, masih ada satu hal yang perlu saya perjelas sebelum saya selesai," kata Bryant tanpa mengangkat pandangannya sama sekali, begitu juga dengan tangannya yang masih menambah keterangan.

"Kalau begitu saya permisi ke toilet sebentar," kata Wanda cepat. Sebenarnya itu hanya alasannya saja. Ia tidak benar-benar pergi ke toilet karena ia tidak begitu suka dengan toilet umum. Ia lebih memilih untuk menunggu hingga tiba di rumah.

Wanda berjalan menuju kasir untuk membayar tagihan mereka. Ia tidak bisa membiarkan Bryant membayar tagihan mereka untuk pertama kalinya, ia yang harus membayar. Wanda adalah wanita mandiri dan independen. Ya, begitulah dirinya.

Weddings' SmugglerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang