Antara Mas dan Saya

Keping Ketujuh

Juli 2018

Sebelum masuk ke cerita selanjutnya, ada baiknya saya memberitahukan sesuatu terlebih dahulu kepada Mas. Saya berharap Mas mengerti dengan maksud saya. Terhitung mulai saya kelas XI, ketertarikan saya kepada Mas semakin kuat. Tetapi Mas tak perlu risau, Insha Allah saya bisa mengatasinya dengan berbuat sesuai koridor agama saya dan Mas.

Teman-teman sering mengatakan bahwa saya itu pribadi yang aneh. Saya sendiri lebih menyukai sebutan aneh diganti dengan kata 'unik'.

Setiap saya tertarik pada suatu hal, mudah saja bagi saya untuk menghafalkannya. Contohnya adalah mas Arif. Saya tertarik padanya ketika status saya masih sebagai sisba alias siswa baru. Saya kerap memperhatikan mas Arif saat ia akan turun ke lapangan bawah untuk olahraga. Tidak selalu memang, namun hanya dalam dua kali fokus memperhatikan, saya sudah hafal mulai dari cara berjalan dan bentuk tubuhnya terutama bahu. Aneh bukan? Bukan hanya mas Arif, ada juga mbak Ainun, Sekar, dan lainnya.

Selain itu ada kebiasaan ‘unik' dari saya yakni tanpa sengaja menghafalkan suara muadzin dan imam masjid. Teman saya banyak yang heran Mas. Kadang mereka juga curiga, jangan-jangan salat saya tidak khusu’.

Mungkin sekarang Mas akan bertanya-tanya sama seperti teman saya, kok bisa? Bisa lah Mas hehe.. Sejak kecil saya sering bermain tebak-tebakan di rumah bersama Ayah. Jika biasanya teka-teki dari orang tua seputar pengetahuan, maka Ayah berbeda Mas. Setiap ada adzan pasti Ayah akan menanyakan kepada saya dan adik mengenai siapa yang adzan saat itu, tidak ada hadiah, namun hal ini menjadi keseruan sendiri ketika jawaban salah satu dari kami ada yang benar. Kalau imam masjid biasanya saya langsung hafal atau tahu imamnya siapa ketika takbiratul ihram. Otomatis.

Kebiasaan ini masih berlangsung meskipun saya sudah duduk di bangku SMA. Awalnya ketika ada suara yang berbeda, saya akan bertanya pada rohis ikhwan yang saya kenal, mereka tidak menaruh heran. Biasanya dalam satu kali bertanya, saya sudah hafal.

Hanya itu sih Mas. Saya menjelaskan di bagian awal cerita karena takut jika Mas membaca halaman selanjutnya akan tumbuh rasa ‘menjadi seseorang yang istimewa' padahal sih biasa saja karena semua orang saya perlakukan sama.