[02] Takut Sakti!

137 16 1
                                    

XI IPS 3 adalah kelas baruku saat itu. Aku duduk bersama Lusiana. Aku memanggilnya dengan sebutan Lusi atau See agar lebih praktis. Walaupun belum lama berkenalan dengannya, tapi aku merasa nyaman berteman dengannya, bahkan aku menjadikannya seorang sahabat.

Dengan napas terengah-engah Rizky si ketua kelas XI IPS 3 masuk kedalam kelas dengan tergesa-gesa "Guys gue bawa berita bahagia buat kelas kita" Semua mata tertuju padanya.

"Pak Bambang gak masuk, kita gak ada KBM! kita cuman dikasih tugas, ini bukunya ada di gue. Tapi jangan khawatir, Karena tugas masih lama di kumpulinnya. Jadi sekarang kita FREEEEE...." ujarnya girang.

Berita itu dirayakan meriah oleh anak-anak satu kelas. Hampir semua anak dikelas bersorak kegirangan, bertepuk tangan dan bahkan memukul-mukul meja. Termasuk teman semejaku, Lusi.

Bahkan si ketua kelas kami Rizky bersama kembarannya si Reski membuat vidio vlog, mereka bergaya bak seperti reporter berita televisi dadakan, dengan pulpen yang diberi pita ungu sebagai microphone. Mereka melakukan wawancara di kelas dengan menggunakan kamera depan ponsel yang entah milik Rizky atau Reski aku lupa.

Kata Lusi sih itu memang kebiasaan mereka berdua. Lalu mereka berdua akan meng-upload vidio itu akun gosip instagram milik mereka, dan followersnya juga lumayan banyak, sekitar 300k, ya semacam Lambe Turah gitu. Mereka berdua adalah selebgram terkenal.

"Nia lo kok murung sih? harusnya seneng dong. Lo kenapa? Sakit?" Lusi bertanya padaku.

Aku tidak sakit. Hanya saja kejadian pagi itu membuat pikiranku tidak bisa untuk tidak memikirkannya. Apalagi jika bukan tentang laki-laki bernama Sakti. "See, lo kenal anak sekolah kita yang namanya Sakti?"

Lusi mengikuti apa yang sedang kulakukan, yaitu menempelkan wajah di meja. Kini kami saling berhadapan dengan posisi miring.

"Sakti mana? Sakti Mahendra Gunawan? Atau Sakti mana? Disini nama Sakti gak cuman satu. Ada tiga, pertama Sakti Aditia anak IPA 1 yang anaknya agak ngondek, kedua Sakti Syaputra anak XII IPA 4 yang mantan gue hehe... Aduh gak bisa move on nih"

Aku memutar mataku jengah.

"Dan yang terakhir itu----Sakti Mahendra Gunawan, yang gue sebut tadi. Dia anak XI IPS 4" Entah kenapa Lusi sedikit ngeri ketika menyebutkan nama anak itu.

"Jadi Sakti yang mana yang lo maksud Nia?"

Aku memperbaiki posisi dudukku, lalu berpikir sejenak. "Emm... gue gak tahu nama lengkapnya. Gue juga gak tahu dia anak kelas mana. Gue baru ketemu sekali"

"Ciri-cirinya gimana?"

"Emm... dia tinggi. Pake seragam putih abu, tapi gak pake bet almamater sekolah kita----"

"-----Nia, maksud gue ciri-ciri fisiknya Nia, please deh" Kini Lusi yang memutar matanya jengah.

"Yaa... seinget gue sih dia idungnya lumayan mancung, teruss---ah gue lupa mukanya. Kalo dibayangin susah. Tapi kalo ketemu orangnya gue pasti inget"

"Emang kenapa dia?"

"Ya kesel aja sama dia, pagi-pagi udah bikin gara-gara sama gue. Kenal juga enggak. Reseh banget si tuh orang. Belagu!"

"Pesen gue ya, lo mau berurusan sama seribu Sakti didunia ini gak masalah. Tapi lo jangan sampe berurusan sama Sakti Mahendra Gunawan anak IPS 4"

"Emang kenapa?" Tanyaku polos.

"Dia anak paling reseh disekolah kita. Suka cari gara-gara. Kalo lo bikin kesel dia, tamat riwayat lo! Lo bisa dikerjain abis-abisan sama dia. Udah berapa anak yang pindah sekolah karena males udah berurusan sama dia. Terus dia tuh suka berantem, tujuh lawan satu aja dia masih tetep menang. Ngeri gak tuh? Gue sih berharap semoga dia keluar dari sekolah kita"

Perasaanku mendadak tidak enak.

"Nah yang itu tu orangnya" aku menunjuk dengan isyarat mataku.

Lusi melirik kearah jendela. Mendapati seorang laki-laki yang berjalan melewati kelas.

"Itusih pak Handoko"

"Lo liat yang bener deh See" protesku.

Lusi mulai menyipitkan mata."Emang itu pak Handoko!"

"Ish, maksud gue yang sebelahnya" ucapku gemas.

"What!! Itu sih si Sakti yang gue ceritain"

Kan bener dugaan gue! Aku meneguk salivaku.

"Kenapa? Emang apa yang dia lakuin?" Tanya Lusi panik.

Aku ceritakan kejadian pagi itu pada Lusi. Tidak ada yang kututupi sedikitpun padanya.

"Mampus lo Nia! Lo sekarang berurusan sama anak paling sakti disekolah ini. Dia sampe ngancem lo segala lagi" Lusi menutup wajahnya dengan buku.

"Lo bikin gue takut See" aku meringis.

"Lo yang bikin gue takut. Lo berurusan dengan orang yang... ah udahlah" Lusi bahkan tidak sanggup membahasnya lagi.

"See gue takut beneran nih. Trus gimana dong?"

"Ya gitu"

"Masa iya, gue baru pindah sekolah harus pindah lagi" lirihku.

"Lagian lo sihh"

||

Waktu itu aku benar-benar takut pada Sakti. Apalagi pada nasibku. Dasar Sakti!

My Dream Came TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang