Sudah hampir satu bulan lebih aku semeja dengan Sakti. Tapi itu cukup membuatku stress selama duduk disampingnya. Dia selalu melakukan hal-hal gila di kelas.
Mulai dari memalak uang jajan siswa lain, membanting meja dan kursi kalau sedang marah, tidur saat jam pelajaran, mencontek PRku, dan dia tidak pernah bilang terimakasih pula, ataupun sekedar minta maaf padaku karena sudah mencontek gitu? Tidak-tidak, jangankan itu, dia justru marah kalau PR yang aku kerjakan salah. Bahkan mengataiku tolol. Kalau aku tolol lalu dia apa? Pikirkan saja bagaimana kesalnya aku padanya.
Saat ini adalah jam pelajaran olahraga. Beberapa anak baru masuk kedalam kelas setelah ganti baju di kamar mandi. Dan beberapa lainnya sudah ada didalam kelas. Mereka bersiap-siap untuk pergi kelapangan. Ada yang sedang menalikan tali sepatu, berdandan, memakai parfum, atau bahkan merapikan buku-buku seperti halnya diriku.
Aku melihat ke arah Sakti disampingku. Dia sedang asik main game diponselnya sambil mulutnya yang komat-kamit entah sedang memaki siapa. Aku hanya menggeleng tak percaya melihatnya. Kenapa aku harus satu kelas dengannya? Satu meja pula.
Aku akan mengingatkannya untuk ganti baju, karena jika tidak, nanti akan seperti yang sudah-sudah. Ketika dia telat masuk ke lapangan lalu dimarahi pak Ajat, dia justru akan menyalahkanku karena tidak mengingatkannya untuk segera ganti baju. Aku memang seperti dijadikan objek untuk disalahkan oleh Sakti.
"Sakti, cepet ganti baju sekarang. Nanti kalau telat lagi kayak minggu kemaren. Entar gue lagi yang disalahin"
"Iya bawel"
Ish nyebelin. Aku baru bilang satu kali padahal!
Dia langsung meletakan ponselnya di laci meja dan membawa baju olahraganya lalu bergegas ke arah belakang.
Mau apa dia?
"Gue mau ganti baju semuanya!" Teriak Sakti.
Namun belum sempat kami menutup mata atau mengalihkan pandangan, Sakti langsung melorotkan celana abunya. Dan hanya menyisakan celana dalamnya saja berwarna bendera duka. Sialnya aku malah melihat lagi...
"AAAAAAAA------Sakti gila!" Sepertinya semua anak perempuan dikelas terlanjur melihatnya juga, terlihat dari jeritan mereka yang berbarengan denganku.
Sakti justru malah tertawa mendegar jeritan anak-anak perempuan sekelas yang melihatnya. Sepertinya dia berniat akan jadi model majalah dewasa mungkin. Bagimana dia bisa melakukan itu? Urat malunya benar-benar sudah putus. Kenapa tidak urat nadinya saja yang putus?
"Eh ada lo ya See? Wah lo dapet banyak dong? kan lo yang paling deket sama gue disini" Sakti terkekeh.
Lusi menjadi bergidik ngeri mendengar ucapan Sakti barusan. Ia langsung ngacir keluar kelas.
"Eh See tunggu gue!" Aku langsung mengejar Lusi yang berlari melewatiku.
"Kan gue udah bilang dari tadi, mau ganti baju" teriak Sakti.
Kan kan kan! Dia hobi banget nyalahin orang. Padahal dia yang salah. Aku langsung bergegas menuju kelapangan. Satu ruangan dengan Sakti bisa membuatku benar-benar gila.
Oh iya, Aku suka pelajaran olahraga. Karena selain belajarnya yang diluar ruangan, aku bisa sekalian cuci mata. Ada pemandangan indah disana. Ets.. bukan Sakti yaa... tapi dia. Siapa lagi kalau bukan kak Haris. Aku sangat bersyukur bisa memiliki jadwal olahraga yang sama dengan kelas kak Haris.
Kelas XII IPA 2 adalah kelasnya. Saat ini ia berada dilapangan yang bersebelahan dengan lapangan yang digunakan oleh kelasku. Kelasku mendapatkan materi bola volly sementara kelas kak Haris mendapatkan materi bola basket.
Yaampun kenapa dia terlihat sepuluh kali lipat lebih tampan jika sedang bermain basket seperti itu? Wajahnya yang penuh keringat, justru terlihat malah semakin seksi. Ah aku jadi ingin menghampirinya lalu mengelap keringatnya dengan lengan bajuku.
Eh Dania! Stop berpikir yang macem-macem. Inget lo hanya punya harga diri. Jadi jaga itu baik-baik!
Tiba-tiba Buk....
"Awwhhh..." Sebuah bola basket mendarat dikepalaku. Hingga membuat tubuhku menjadi sedikit oleng, untung saja tidak sampai jatuh tersungkur. Bayangkan saja bola basket yang besar dan berat melayang keras dan mendarat dikepalaku yang sudah pasti ukurannya jauh lebih kecil dari pada bola itu.
Duhh... Sakit sekalii....
"Eh de, ma-maf sumpah kakak gak sengaja tadi" seseorang mendekatiku.
Aku hapal suara itu.
"Iya gak apa-apa kok Kak Haris. Gak sakit kok" cinta memang luar biasa.
"Duh pasti sakit banget ya?" Dia seperti berusaha menyentuh kepalaku namun sedikit ragu dan malah mengurungkan niatnya.
"Enggak kok kak enggak"
"Wahh payah... bisa maen basket gak lo?" Sakti melewati net lalu menghampiri kami berdua. Padahal dia sedang menjadi bagian tim lawanku. Kenapa juga dia harus menghampiri kami berdua sih?
"Tadi gue gak sengaja Sakti"
"Udah lo kembali ke posisi lo aja deh Sakti. Sana..." aku tidak ingin mereka berdua adu bacot lagi seperti sebelumnya. Sakti itu doyan cari gara-gara.
"Mana sini gue liat kepala lo" Sakti menarik kepalaku seperti menarik tisu toilet. Penuh paksa dan kasar.
"Pelan-pelan Sakti! Ini kepala, bukan manekin" protesku.
"Liat nih liat! kepalanya sampe benjol segede mangkok! Tanggung jawab lo Haris!"
Mendegar ucapan Sakti membuat aku spontan meraba kepala atasku sendiri. "Apaansi ngarang! Orang enggak kok" aku memelototi Sakti. Eh justru dia melakukan hal yang sama. Mata kami saling menatap penuh ancaman.
"Kalau kenapa-kenapa ke UKS aja ya de, kakak lanjut main dulu. Nanti kakak coba bilang ke Kepala Sekolah untuk ngasih ring pembatas buat lapangan disini. Biar kejadian kayak gini gak terulang lagi" lagi-lagi kak Haris tersenyum padaku. Membuat aku gerogi saja.
"Iya kak aku gak apa-apa kok jangan dengerin Sakti. Pikirannya agak kurang sehat sekarang" aku berusaha tertawa.
Tentu saja Sakti memelototiku. Tidak peduli, Karena aku sedang kesal padanya ketika itu.
Lalu kak Haris pergi setelah mengambil bola basketnya. Eh ya ampun aku jadi menyesal apa yang telah aku katakan pada Sakti barusan. Kini dia menatapku sangar. Matanya melotot seperti akan keluar saja.
"Hey, Ta-ta-tadi becanda ya Sakti... udah sana main lagi. Anak-anak nungguin kita" aku berusah mendorongnya halus. Tapi Sakti justru malah menepisnya.
"Sini, biar gue tunjukin kalo sekarang pikiran gue emang lagi kurang sehat" dia menghantam kepalaku dengan bola volly, itu cukup keras. Hingga berhasil membuatku meringis kesakitan untuk yang kedua kalinya.
"Awhhh... sakit tahu Sakti" aku mengusap kepalaku.
"Lebay lo! Sama bola volly gitu doang Sakit, tadi kena bola basket si Haris lo bilang gak sakit. Dasar Bucin pilih kasih!"
Aku tidak peduli omongan Sakti. Karena ada sesuatu yang menggangguku. Iya, ada sesuatu yang aneh. Kepalaku terasa sakit dan pusing secara tiba-tiba. Pandangankupun membuyar dan sedikit demi sedikit semuanya jadi terlihat gelap.
Hingga aku merasakan tubuhku kehilangan keseimbangan dan terjatuh kelapangan dengan keras. Terdengar suara gaduh anak-anak yang menghampiriku.
Ah tidak, aku harap ini tidak terjadi lagi.
||
Sepertinya sebentar lagi aku akan mulai mengenalkan sisi lain dalam diriku yang belum aku ceritakan padamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dream Came True
FantasySlow update Ini adalah kisahku. Kisah Dania si Paranormal terkenal seantero sekolah yang jatuh cinta pada Kak Haris, si ketua OSIS ganteng yang religius. Dan dicintai oleh Sakti si berandalan terkenal langganan masuk BK. Aku hanyalah sebagian kecil...