[03] Satu Kelas

120 10 1
                                    

Aku berjalan menuju kelasku dengan gontai. Lapar sekali.... tadinya niatku ingin membeli roti dulu kekantin. Tapi bel sudah berbunyi. Tidak ada pilihan lain selain menahannya. Ketika melihat kursiku, langsung kuhempaskan tubuhku disana, rasanya rindu. Sejak diberitahu oleh Lusi mengenai Sakti, besoknya aku langsung sakit karena kepikiran nasibku. Aku terlalu takut akan sosok Sakti walau hanya dari deskripsi Lusi.

Kutenggelamkan wajahku dimeja. Seperti biasa, aku selalu menempelkan wajahku dimeja lalu menoleh kearah teman semejaku.

"See..." panggilku.

"Good morning..." sebuah sapaan yang hampir membuatku mati rasa seketika.

Aku memperbaiki posisi dudukku dan menghadap padanya. Kutempelkan kedua tanganku didada. Apa jantungku masih berdetak? Aku harap aku tidak kena serangan jantung mendadak.

"Sa-sa..." aku jadi gagap.

"Sa-sa... Sarip? Samyad? Samsul? Siapa? siapa?" Dia berlagak panik saat berusaha menebak.

"Sakti..." lirihku lemas. Dia benar-benar seperti setan. Tiba-tiba muncul dan membuatku takut.

"Oh sukur deh lo masih inget gue. Gue kira lo lupa"

"Kenapa lo ada dikelas gue sih Saktiii? Kelas lo di IPS 4 bukan disini" aku bingung.

"Kata siapa? Ini kelas gue juga"

"Sekarang pergi gak? Jangan ambil tempat Lusi!" Aku memukul-mukul pundaknya.

"Apaansih!" Dia berusaha menepis pukulanku.

Aku menoleh ke kanan dan kekiri. Mencari keberadaan Lusi dikelas ini. Tiba-tiba Lusi melambaikan tangan padaku dengan ragu. Aku bisa melihatnya. Dia ada di kursi paling belakang. Duduk sendirian seperti jomblo.

Aku menatapnya tajam penuh protes. Mataku mengisyaratkan bahwa aku butuh penjelasan mengenai hal ini. Namun Lusi hanya menyengir sambil memilin-milin rambutnya. Dia seperti keliatan kebingungan harus menjawab apa.

"Mulai sekarang ini juga kelas gue"

Aku menoleh ke arah Sakti. ucapannya yang kali ini bak petir di siang bolong. Benar-benar membuat jantungku hampir pulek saja.

"Bercandaannya gak lucu tahu Sakti..."

"Gue bukan Sule, ngapain gue harus bercanda? Gue bilang ini kelas gue juga! Lo tanya aja ke anak yang laen kalo gak percaya"

Aku menoleh kearah teman-teman dikelasku, mungkin mereka mendengar percakapanku dengan Sakti. Karena saat aku menoleh kearah mereka semua, mereka mengangguk seakan tahu pertanyaan yang akan aku lontarkan.

"Kok bisa pindah si?" Pandanganku beralih ke arah Sakti lagi.

"Bisalah"

"Gimana caranya?" tanyaku bingung.

"Guekan Sakti"

Jadi ambigu.

"Ih serius!"

"Kita baru kenal dan lo mau ngajak gue serius? Cewe agresif lo! Santai dikit apa"

Gak Nia, gak papa, lo yang salah, lo yang salah.

Aku langsung memalingkan wajahku dari Sakti dan merebahkan kepalaku dimeja.

¤¤¤¤¤

Jam pelajaran masih berlangsung, dan aku tidak bisa berkonsentrasi dalam pelajaran ini. Geser sana, geser sini. Aku seperti cacing kepanasan saja. Semua itu karena rasa penasaranku tentang Sakti yang tiba-tiba duduk disampingku. Aku akan jadi arwah penasaran kalau sampai aku mati, aku belum mendapatkan jawabannya. Dengan gemas aku langsung sigap dan menoleh kearah Sakti yang sedang sibuk, sibuk memainkan ponselnya.

My Dream Came TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang