PROLOG

564 15 0
                                    


"Jan,kamu sering sering belajar ya,3 bulan lagi udah mulai SBMPTN kan?" Jana hanya mendengar ibunya sambil menyantap roti berisikan selai coklat kekinian. Jana kurang memperhatikan ibunya,malah sibuk melahap roti sebagai sarapan paginya. "HEH MAMA NYA NGOMONG GAPERNAH DIDENGERIN YA!" seperti biasa,hari hari Jana belum lengkap kalau belum mendengar teriakan ibunya. "Iya mah,masa gabelajar. Tiap malem juga begadang kan aku belajar kerjain soal" jawab Jana sambil mengantuk sebal. "Udah ya mah,berangkat dulu. Dadaah" Jana salim,mengancing jaketnya,mengikat tali sepatunya,lalu memanasi motornya dan pergi.

Pagi yang mendung di Bukit Duri jadi pemandangan yang sangat familiar bagi Jana,bahkan Jana sudah mulai muak sampai ia hafal kapan palang pintu kereta menuju sekolah diturunkan dan kapan dinaikkan. Masa-masa SMA Jana sudah bukan seumur jagung lagi,bahkan sudah menjadi jagung yang overcooked. Menginjak SMA Kelas 3,Jana sudah harus memikirkan masa depannya dan belajar keras agar dapat melanjutkan kuliah nya di Institut Teknologi Bandung. Kampus impiannya,yang lebih dari sekedar prestise semata,kampus itu adalah kampus yang bisa menaikkan derajat keluarga Jana.

Jana masih sangat mengantuk setibanya di sekolah. Jana bahkan belum bisa bersantai dulu memenuhi keinginan dari rasa kantuknya,karena Jana harus menaikkan bendera,dan sialnya hari ini Jana mendapatkan shift bertugas berhubung kedua temannya yang seharusnya bertugas sedang terserang penyakit "tidak enak badan" yang sepertinya anak kecil berumur dua tahun juga tau alasan tersebut adalah alasan paling klasik nomor 1 di dunia. "Jan,minggu depan tugas lagi ya jadi pemimpin upacara. David minggu depan lomba jadi gabisa tugas" Ah,David Sebastian. Orang favorit Jana untuk disalahkan dan selalu menjadi objek untuk kata kata kebun binatang yang meminta untuk dilepaskan dari otaknya yang rumit. "Adooh yaudahlah kalo gitu" jawab Jana cemberut sambil melemaskan bahunya yang masih lelah. "Yah gausah deh kalo gitu Jan,kalo gaikhlas mending..." "Eh gapapa sumpah slo banget" belum sempat Nadia menyelesaikan ambekannya yang sangat sangat sangat merepotkan,Jana memotong segera,bukan karena tidak enak dengan Nadia,namun karena Jana malas mendengar ambekannya yang penuh dengan sarkasme. Nadia ini teman paskibra nya Jana,dan Nadia orang yang paling dekat dengan Jana di ekskul paskibra nya,karena ada hubungan yang seperti suami istri yang sudah menjadi tradisi di ekskul tersebut,dan ditentukan berdasarkan tinggi badan dari masing masing orang. Entahlah,namanya juga budaya,Jana tidak mau terlalu kritis tentang hal tersebut.

Jam menunjukkan pukul 06:50. Jana memasuki ruangan kelas XII IPA A dan mencari spot favoritnya,pojok belakang kiri kelas. Dan seperti biasa,spot tersebut sudah diisi oleh trio troublemaker andalan yaitu Dimas,Rangga,dan Braja. Setelah spot diamankan,Jana bersama ketiga orang itu mengatur kombinasi yang mungkin dari tempat duduk. Biasanya Jana bersama Rangga,dan Dimas bersama Braja. Namun itu semua tergantung pelajaran dan guru yang dihadapi. Kalau Kimia biasanya Jana sama Rangga,tapi kalau Biologi Jana gapernah jauh dari Braja. Kalau olahraga? Jana gapernah jauh dari mereka bertiga,karena pasti biang keladi dari segala biang keladi akan membuat permainan menjadi lebih menarik,bukan?

Ketika jam istirahat datang,atau jam pulang sekolah,Jana selalu melaksanakan kebiasaannya yang tidak pernah lepas selama dia bersekolah: Mendatangi kelas pacarnya,Denisa,dan pergi ke kantin bersama. Dulu saat kelas X dan XI,mereka satu kelas,jadi ketika kelas XII,Jana harus usaha ekstra untuk menaiki tangga dan memasuki kelas orang untuk bertemu dengan pacarnya yang sudah saling bahu membahu menjalani hubungan selama kurang lebih 2,5 tahun. Jana mendatangi Denisa yang kelihatannya masih sibuk mencatat sel sel dan organ organ sel di binder pink nya. Terlihat spidol-spidol warna warni yang melukis organ organ sel dengan indah,digambar oleh tangan putih yang mulus. Terlihat juga wajah berkacamata yang sangat serius menggambar detail dari sel. Jana pun hanya asik menganggu sambil mencubit pipi nya yang kenyal seperti bakso yang ada di kantin sekolah. "Ah Jana,diem dulu dong" Kata Denisa sambil cemberut sebal. Jana hanya tersenyum jahil sambil sesekali memperhatikan wajah pacarnya. Jana suka sekali ketika Denisa sudah marah dan dumel. rasanya hal hal sederhana seperti itu yang membuat Jana tetap hidup hingga saat itu.

Jana dan Denisa berjalan menyusuri lorong kelas,sesekali menyapa teman yang berpapasan,dan bercerita apa saja yang dilewatkan di kelas. Jana dan Denisa duduk di meja di depan toko Bapak Senyum. Ada alasan mengapa bapak tersebut dipanggil bapak senyum. Tentu saja karena bapak tersebut sering tersenyum,walaupun terkadang Jana hanya beli choki-choki dan Denisa membeli biskuat coklat dan ultra milk strawberry.

Jana dan Denisa duduk sambil menghabiskan waktu hingga istirahat selesai. Perbincangan mereka berdua kali ini sangat jarang terjadi,namun ketika itu sepertinya Denisa hanya ingin basa-basi yang ternyata ujung dari perbincangan tersebut sepertinya tidak seperti yang Denisa harapkan.

"Jan,kamu bosen ga sih kayak 2,5 tahun kita gini gini aja. Aku ketemu kamu lagi,apa apa bareng kamu." Entah dari mana pertanyaan tersebut datang,Denisa iseng bertanya kepada Jana yang sedang membuka choki choki nya dengan gigi. "Ya engga sih,Aku udah nyaman juga. Udah kayak rutinitas aja,udah kayak nafas gitu." "Ya engga Jan,maksud aku,kamu kan udah pernah pacaran sebelum sama aku,nah aku belum. Jadi aku gatau rasanya gimana nemuin orang yang tepat gitu buat aku,karena aku pertama kali pacaran sama kamu,dan aku gatau cowo yang lain kayak gimana". Denisa memang menarik,terkadang ia sangat kritis dalam beberapa hal,termasuk masalah percintaan sekalipun. "Kan nemuin orang yang tepat bukan masalah berapa yang kamu temuin,tapi siapa dan apa yang udah orang itu jalanin sama kamu. Aku udah nemuin orang yang tepat,yaitu cewe chubby kacamata yang namanya Denisa. Aku gamau yang lain". Jurus jurus maut Jana sudah keluar,dan tidak ada satupun wanita yang tidak takluk akan Jurus maut Jana. Begitu juga Denisa "Apasih Jana gapernah ya kalo ga ngatain. Tapi aku seneng dengernya kalo gitu, pokoknya aku mau kamu jadi yang pertama dan terakhir. Aku juga udah nyaman banget dan gamau yang lain" Lalu Jana dan Denisa bertatapan,seolah tidak menghiraukan anak kelas XI yang diam diam membicarakan Jana dari toko di ujung kantin. Jana memang bukan cowok popular seperti Braja,atau cowo cowo tampan kekinian. Namun hamper semua wanita disegala penjuru usia di sekolah tau bahwa Jana adalah cowo puitis,dan menurut mereka cowo puitis sangat seksi dan "berbeda". Jana lalu kembali ke kelasnya,Denisa juga kembali ke kelasnya.

Jana dan Denisa seharusnya mempelajari pelajaran yang paling berharga untuk hidup mereka berdua: Jangan pernah berjanji ketika sedang senang. Jangan mengutuk ketika sedang sedih.

Jana dan Denisa tidak pernah tau ternyata obrolan mereka di kantin saat itu secara tidak sadar mempengaruhi alam bawah sadar mereka,dan cerita selanjutnya dalam hubungan mereka seperti rollercoaster yang sedang melaju turun.

1:1.000.000Where stories live. Discover now