Perpusda

7 3 0
                                    


Matahari terbit dari arah timur. Pagi ini memang dingin tidak seperti biasanya. Kota kami memang tergolong di daerah dataran tinggi, jadi cuaca disini kadang dingin.

Hari ini aku sibuk mempersiapkan sesuatu. Hari ini adalah hari yang kutunggu-tunggu selama empat hari ini. Hari dimana kami berempat akan pergi bersama ke perpusda. Walaupun hanya sekedar mengerjakan tugas, bagiku ini sangat menyenangkan.

Setelah berunding tentang jam, kami sepakat akan bertemu disana jam 09.00. sebenarnya kami ingin berangkat lebih pagi, tapi karena perpusda dibuka pukul delapan kami jadi harus berangkat lebih siang.

Aku datang di perpusda lebih pagi dari jam janjian. Tepatnya pukul 08.35. setiba di sana perpusda sudah mulai ramai oleh para pengunjung. Mereka terdiri dari anak kecil, dewasa bahkan orang tua sekalipun. Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada yang serius membaca buku, ada yang hanya sekedar bermain laptop dan masih banyak lagi.

Aku menunggu mereka di depan pintu masuk. Sambil melihat pengunjung yang berdatangan, aku sangat berharap kalau orang yang pertama datang adalah asri.

Setelah menunggu beberapa menit asri terlihat melewati gerbang. Dia terlihat mencari seseorang. Setelah dia melihatku, dia tersenyum ke arahku. Dia terlihat anggun berjalan ke arahku. Senyum di balik jilbabnya itu begitu mempesona. Aku merasa tenang saat memandangnya dan tanpa kusadari aku juga ikut tersenyum.

"udah lama ar?" asri bertanya kepadaku begitu jarak kami dekat.

"nggak, baru sebentar menunggu" jawabku.

"yang lain mana?" tanya asri sambil memperhatikan sekitar.

"belum datang" ini memang aneh. Biasanya rita tak pernah sekalipun telat masalah waktu. Tapi kali ini jam menunjukkan pukul 08.01 dan dia belum datang?

"ooh" jawab asri sambil menganggukkan kepala.

Kami menunggu mereka sambil bercerita tentang banyak hal. Asri banyak menceritakan tentang kota dimana dia dulu tinggal. Aku hanya mengangguk dan menatap wajahnya. Bagiku memandangnya bagai memandang bulan purnama di malam hari. Begitu memberikan ketenangan dan ketentraman.

"ar?" aku kaget saat asri tiba-tiba memutus ceritanya dan menyebut namaku.

"iya?"

"udah jam setengah sembilan dan mereka belum datang, bagaimana ini?" tanyany dengan nada cemas.

"kita tunggu lima menit lagi, kalau mereka masih belum datang, kita duluan saja gimana?"saranku. Asri hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju.

Setelah lima menit kami menunggu mereka tetap tidak kelihatan. Sepertinya mereka berdua sengaja mengerjaiku. Aku dan asri memutuskan untuk masuk ke dalam berdua. Asri terlihat mengamati sekitar dengan serius.

"kita kemana ar?" tanya asri padaku setelah kita di dalam.

"kesana yuk" ucapku sambil menunjuk sebuah lorong. Di samping kiri dan kanan lorong itu terdapat benda-benda peninggalan sejarah seperti buku, keris, dan foto-foto bersejarah. Semuanya tertata rapi di dalam lemari kaca.

Asri sibuk membaca penjelasan di setiap benda yang ada. Dia terlihat sangat antusias bahkan sampai menuliskan hal-hal yang penting di buku catatan yang ia bawa.

Aku hanya menatap asri yang sudah sibuk. Setiap kali asri sedang antusias terhadap sesuatu, dia tidak bisa di ganggu oleh apapun.

Aku turut melihat-lihat beberapa foto. Ada foto saat orang barat datang. Aku sudah beberapa kali datang kesini. Tapi hanya satu yang begitu menarik perhatianku. Kejadian saat wonosobo gempa pada tahun 1924. Gempa itu mengakibatkan kurang lebih seribu korban jiwa. Sungguh kejadian yang memilukan. Disini terdapat gambar bangunan yang roboh akibat gempa. Aku begitu tertegun melihat gambar itu.

Kamu Adalah Langit Di MatakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang