Perpisahan

15 3 0
                                    


Malam ini sangat dingin. Terasa lebih dingin dari malam-malam biasanya. Udara serasa menusuk hingga ke tulang-tulang. Namun, itu semua tak cukup untuk mematahkan semangatku untuk keluar malam ini.

Aku dan asri sudah bersiap-siap masuk mobil yang akan dikemudikan oleh pak sastro. Malam ini hanya kami berdua yang akan mengukir kisah. Setelah seminggu yang lalu doni dan rita harus pergi ke arah tujuan mereka masing-masing.

"kamu sudah mencetak foto kemarin belum ar?" tanya doni padaku sambil membereskan barang-barangnya.

"sudah aku cetak 4 paket. Masing-masing dapat paket satu. Tapi ini tidak gratis don" jawabku padanya.

"hey, kamu masih perhitungan dengan temanmu yang mau pergi ini?"

Kami hanya tertawa, aku sedang berada di rumah doni. Membantunya membereskan barang-barangnya. Asri juga sedang di rumah rita. Rencananya kami akan bertemu di terminal. Kemarin malam, aku langsung menyuruh pak sastro untuk mencetak foto kami berempat senja itu. Aku harus membuat mereka berdua tidak pernah melupakan persahabatan kami.

"sudah siap don?' tanyaku saat dia mulai menggendong tasnya.

"siap" jawabnya sambil mengangguk mantap.

Setelah berpamitan kepada orang tua doni yang terus memberikan seribu petuah, bagai anaknya akan pergi bertahun-tahun. Doni hanya mengangguk dan sesekali mengamini doa orang tuanya. Dia sepertinys sudah bosan mendengarkannya tapi tidak tega untuk mengatakannya kali ini.

Setelah selesai dia langsung menghembuskan nafas di depan pintu rumah.

"aku bagai dinasehati pemotivator terbaik di dunia" gurau doni di sela perjalanan kami.

Kami menuju terminal menaiki angkutan umum. Aku sengaja tidak menyuruh pak sastro untuk mengantarkan kami karena merasa tidak enak padanya. Kemarin pak sastro sudah mengantarkan kami seharian, belum di tambah mencetak foto. Oleh karena itu aku menolak tawarannya tadi pagi untuk mengantarkan kami.

Angkutan umum melesat melewati kendaraan lain, sesekali menunggu penumpang yang terlihat di ujung gang. Pak sopir terlihat bersemangat mengumpulkan uang seribuan untuk hasil kerjanya hari ini. Sesampai di depan terminal aku menyuruh pak sopir untuk menghentikan laju kendaraan. Aku menyerahkan tiga lembar uang dua ribuan. Pak sopir hanya mengangguk dan kembali menekan pedal gasnya.

"kali ini gratis kok don, nggak usah di ganti" kulihat doni yang sepertinya sedang mengambil uangnya.

Dia hanya mendengus kesal sambil berjalan menuju terminal. Aku mengikuti di belakangnya. Sebentar lagi dia juga akan baik kembali. Begitun pikirku dalam hati.

Kulihat rita dan asri sedang menunggu di seberang terminal. Barang bawaan rita sungguh banyak.

"kau mau pindah planet rit? Bawaanmu seperti mau pindah benua" kalimat pertama yang keluar dari mulut doni saat melihat rita.

"diam kau don, jangan merusak modku hari ini" rita ridak berniat melawan.

"orang tuamu sudah berangkat rit?" tanyaku pada rita.

"sudah berangkat dua hari yang lalu. Aku meminta agar aku berangkat sendiri saja agar bisa berpisah dengan leluasa bersama kalian" jelas rita.

Aku hanya mengangguk mengiyakan. Kulihat asri di sebelah rita, dia terlihat gugup, ekspresi wajahnya aneh. Aku tak tahu, dia seperrtinya sedang sedih tapi tak ingin menunjukkan perasaannya saat ini.

Aku mengambil sesuatu dari tasku.

"nah as, foto kita berempat kemarin"aku menyerahkan foto yang berada di buku album yang sengaja ku buat.

"makasih ar" jawabnya sambil tersenyum ceria.

Wajahnya kembali menghasilkan cahaya yang tadi mulai redup. Aku kembali menemukan kebahagiaan saat memandang wajahnya.

"buat kita berdua mana ar?" tanya rita padaku.

"tenang, semua dapat" jawabku.

Aku memberikan mereka masing-masing satu album. Aku membuat satu album khusus untukku yang juga berisikan foto-foto asri yang lucu waktu itu. Aku selalu tertawa saat melihatnya.

Saat kami masih bergurau dan tertawa, tiba-tiba bus mereka datang. Mau tidak mau mereka harus berangkat sekarang juga. Aku tak bisa melarang mereka untuk meraih tujuan mereka masing-masing.

Satu-persatu barang bawaan mereka dimasukkan di dalam bagasi. Rita dan asri berulang kali memeluk satu sama lain sambil meneteskan air mata. Asri menangis saat itu. Dia tidak tahan untuk menahannya lagi. Rita berulang kali mengusap matanya dengan tisu.

"sampai jumpa lain waktu kawan" ucapku pada doni.

Kami bersalaman dengan semangat.

"sampai jumpa ar, jangan cengeng saat aku tidak ada ya?"

Aku hanya menepuk bahu doni yang selalu meledekku itu.

Pintu bus tertutup. Menyisakan orang-orang yang melambaikan tangan kepada saudara mereka yang juga pergi. Aku juga melambaikan tangan kepada mereka berdua sambil menenangkan asri yang terus menangis.

Terima kasih telah memberikan pertemanan ini. Aku jadi mengerti bahwa manusia tidak bisa hidup sendirian. Aku yang dulunya pendiam menjadi sedikit terbuka. Aku yang dulunya senang sendiri, kini menjadi suka bersama. Sungguh, pertemanan adalah hal yang paling penting saat remaja.

Kamu Adalah Langit Di MatakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang