Tiga || Ancaman Yuda

192 31 4
                                    

Ainun tertawa mendengar candaan teman-teman barunya. Kantin yang ramai seakan tak mereka rasakan. Mereka asik dengan kegiatan dan dunianya.

"Hey, enak saja. Aku lebih baik dari kamu. Hijab aku lebih modis dan gak jipon kaya kamu, Nad," ucap Shafira saat Nadya membahas soal hijab yang dijadikan Shafira sebagai kids zaman now. Bukan karena Shafira memang ingin menutup auratnya melainkan hanya mengikuti zaman.

"Jipon? Apa itu?" tanya Ainun kebingungan. Sepertinya Ainun belum tahu tren jipon.

"Jipon itu singkatan, Ainun. Jilbab poni." jawab Ulfa.

"Iya kaya kartun marsha and the bear." seru Shafira sambil tertawa keras hingga siswa yang lainnya menatap kearah mereka.

"Kontrol suara tawa lo, nenek lampir," sahut Yuda yang berada di belakang bangku Shafira.

"Heh joker. Lo bilang gue nenek lampir? Daripada lo joker. Jomblo kering."

Ainun tertawa kecil. Shafira sangat seperti anak kecil yang mudah terpancing emosi. Dan mungkin itu sebabnya banyak teman sebayanya terus menjahili Shafira. Karena gadis itu sangat lucu jika sedang marah.

"Sha udah deh jangan ditanggepin," ucap Ulfa menengahi.

"Iya-iya."

"Hey, gimana kita main sekarang yu. Baru kali ini kita jalan bareng Ainun kan?" usul Nadya.

"Ah Nanad. Aku suka kalau kamu kaya gini," sahut Shafira dan Nadya memutar bola matnya jengah dengan kelakuan Alysa.

Ainun tampaknya sedang berpikir. Boleh juga ia main sebentar dengan teman-temannya. "Ayo. Aku setuju," jawab Ainun.

***

Sepulang sekolah mereka langsung menuju ke sebuah mall diJakarta dengan mengendarai mobil milik Ulfa. Mereka dengan sabar menunggu Ainun menyelesaikan solat ashar. Jika diajak solat oleh Ainun mereka selalu beralasan sedang halangan. Ya mau bagaimana lagi, ia tak bisa memaksa teman-temannya untuk solat.

Pertama-tama mereka menghabiskan waktu di arena game. Bermain berbagai permainan yang berada disana. Kemudian berbelanja baju, sepatu, tas dan juga beberapa makanan ringan.

Namun tidak dengan Ainun. Ia harus menghemat. Uang tabungannya sudah mulai menipis. Apalagi sekarang ia sudah jarang diberi uang saku oleh ayahnya sendiri. Jadi, mulai sekarang ia harus berhemat.

Setelah puas, mereka makan di sebuah restoran yang berada di lantai tiga di mall itu. Tak lama setelah itu Ainun mendengar sara adzan magrib berkumandang. Ini sudah waktunya ia menunaikan kewajibannya.

"Apakah kalian mau ikut aku solat?" tanya Ainun.

"Ainun akukn sedang haid. Nunggu di luar mesjid aja ya." jawab Shafira.

"Aku gak bawa mukena. Kamu tahu kan aku gak suka pakai mukena yng ada di mesjid," sahut Nadya.

"Kamu pasti tahu jawabannya. Aku ini non-muslim," ucap Ulfa.

Ainun hanya mendesah kecil lalu mengangguk. Mereka hanya menemani Ainun bukan ikut solat bareng dengannya. Ainun selalu berdoa agar teman-temannya mau solat.

"Terima kasih." ucap Ainun setelah Ulfa dan teman-temannya mengantarnya pulang. Alisnya bertaut melihat beerapa pemuda sedang mencat tembok yang ada di kampungnya dengan pilok.

Ia mendekati salah satu pemuda yang menutupi wajahnya dengan kain dan topi yang menutupi rambut pemuda itu.

"Kamu—" ucapnya terpotong karena pemuda itu membukakan penutup wajahnya. Itu Fauzy! Jadi benar apa yang dikatakan siswa lain tentang Fauzy dan teman-temannya selalu bikin rusuh di masyarakat. Walau bukan hal kriminal namun tetap saja membuat warga geram dengan apa yang mereka lakukan.

"Kenapa kalian berbuat seperti ini?" Tanya Ainun.

"Kita cuma mau menghias saja. Benarkan teman-teman?" kata Ilham.

"Tapi yang kalin lakukan itu salah kalau tidak ada—"

"Udah deh jangan ganggu apa yang kita kerjakan daripada nanti lo nyesel karena ganggu kita." Ancaman dari mulut Yuda membuat Ainun jadi takut. Ia melangkah mundur lalu pergi.

Sesampainya dirumah Ainun langsung menyimpan satu box martabak manis yang ia belikan untuk ayahnya di perapatan kampungnya. Tangannya mengetuk pintu kamar ayahnya sambil berkata, "Pah, Ainun bawakan martabak manis kesukaan papah. Ainun taruh di atas meja ya."

Lalu pintu terbuka menampakan wajah sang ayah dengan mata merah karena kurang tidur. Ainun menghela napas. Pasti ayahnya mabuk lagi.

"Ya."

Saat Ainun hendak tidur ayahnya memberitahunya bahwa ia akan kembali berinvestasi. Ainun yang sedari dulu ingin menghentikan bisnis sang ayah, tak bisa karena takut jika sang ayah marah dan kembali berbuat kasar padanya. Ia tak mau teman-temannya tahu sikap sang ayah padanya.

***

Fauzy mengendap-ngendap saat membuka pintu rumah. Beruntunglah pintu itu tidak dikunci oleh Alya. Kakinya terbirit-birit menuju kamarnya dan beristirahat karena ia kembali dikejar polisi.

"Astagfirullah abi. Kok ada di kamar Uzy?" Pekiknya saat menyalakan lampu utama Alif tengah duduk di sofa yang berada di kamarnya.

"Uzy, berapa kali abi bilang. Abi sudah mengizinkan kamu tidak pesantren asalkan kamu tidak nakal seperti ini."

"Abi. Yang Uzy lakukan itu demi masyarakat. Uzy hanya mau memperindah suasana saja."

"Itu terus yang kamu katakan. Nyatanya apa masyarakat peduli dengan apa yang kamu dan teman-teman kamu lakukan?"

Kepalanya menunduk tak berani menatap Alif yang sedang menegurnya. Ia tahu, ia salah. Untuk itu ia diam tak membantah lagi dan memilih membersihkan badan.

Fauzy tidak tahu dengan perubahan sikapnya. Akhir-akhir ini ia suka membaca Alquran disetiap sehabis magrib, isya dan subuh. Apa mungkin Fauzy merasa ada teman sesama yang mengerti tentang agama. Tak dipungkiri hatinya diliputi rasa senang.

Fauzy tak bisa tidur dengan tenang. Entah kenapa! Pikirannya sekarang sangat risau. Hatinya gundah. Sudah beberapa kai ia kerap ditegur oleh sang ayah namun ia tak bisa meninggalkan kebiasaannya.

Fauzy senang dengan hobinya. Meski ia tahu kegiatan diluar sekolahnya itu buruk dimata orang lain. Ia baru bisa tertidur pukul setengah tiga subuh.

Hingga pada pagi hari wajahnya tampak lesu. Tak bersemangat. Namun anehnya jika melihat Ainun atau bahkan bisa melihat senyum manis Ainun ia jadi lebih bersemangat. Apa jangan-jangan yang dikatakan teman-temannya itu benar bahwa ia menciantai Ainun. Menyukai gadis itu dari pandangan pertama.

Jika benar, maka Ainunlah orang pertama yang berhasil menempat dihatinya. Gadis pertama yang menarik perhatiannya. Namun Fauzy tak mau menyimpulkan terlalu cepat. Ia tak mau tertipu dengan dirinya sendri. Takutnya ia hanya mengagumi Ainun.

"Assalamualaikum Ainun.." salam Fauzy setelah solat dzuhur berjamaah di mesjid sekolah. Ia menghampiri Ainun yang sedang memakai sepatu.

Ainun mendongak dan menatap Fauzy sambil tersenyum. "Waalaikumussalam.." jawabnya lembut.

"Aku mau ngomong sama kamu." ucap Fauzy sambil berjalan bersebelahan dengan Ainun.

"Soal kemarin sore?" Tebak Ainun.

Fauzy tersenyum sambil menganggukan kepalanya. "Aku cuma mau minta maaf karena ancaman Yuda."

"Oh itu. Iya tidak apa-apa." Jawab Ainun tenang. Sebenarnya Ainun sangat ketakutan dengan perkataan Yuda. Ia sudah dapat menebak karakter Yuda seperti apa.

"Kalau begitu aku duluan."

Ainun menganggukan kepalanya. Sambil menatap kepergian Fauzy, Ainun berdoa agar tebakannya salah mengenai Yuda. Didalam hatinya ia berdoa semoga ia dijauhkan dari hal-hal buruk dan dilindungi dari orang yang mau berbuat buruk padanya.

***

Jangan lupa baca surat Al-Kahfi sehabis solat❤ itu adalah salah satu cara kita terhindar dari fitnah dajjal. Dan sekarang ini kita berada di zaman era fitnah dajjal. Minimal sepuluh ayat pertama❤❤

COL || Minggu, 23 Desember 2018

Colour Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang