Delapan || Melukis Wajahmu

156 23 0
                                    

Assalamualaikum☺ ada yg kangen?sama siapa?

Afwan, saya terlalu lama tidak membuka wp karena kesibukan didunia nyata yg tidak bisa diganggu gugat. Ini pun saya menyempatkan untuk mengetik ya😂😚

Bismillah. Selamat membaca~

≠≠≠≠≠≠

Fathur menatap pada segerombolan gadis yang baru datang ke kantin. Hatinya amat terkagum melihat bagaimana persahabatan para gadis itu yang salah satunya berbeda keyakinan. Toleransi mereka sangat kuat, dan persahannya tidak goyah hanya karena sebuah perbedaan. Sebenarnya ia sudah kagum waktu pertama masuk sekolah ini. Biasanya ia hanya berteman dengan sesama muslim saja. Kecuali dia.

"Lo suka sama Ainun?" tanya Afrizal mengintrupsi telinganya, dan Fauzy. Mereka sama-sama menoleh. Karena sedari tadi Fauzy juga menatap Ainun. Tapi nampaknya yang lebih dulu peka adalah Fauzy. "Kenapa lo nanya kayak gitu?"

Mereka mengerutkan keningnya. Pertanyaan itu adalah sebenarnya untuk Fathur. Lantas mengapa Fauzy yabg berbalik bertanya? Apakah Fauzy sekarang juru bicara Fathur?

Gelak tawa menghiasi kantin yang meski riuh itu, namun tawa mereka lebih menarik perhatian para siswa lainnya. Termasuk para gadis yang dipikirkan oleh Fathur.

"Kenapa lo yang jawab?" ledek Gibran.

Fauzy mendelik sambil berdecak kesal untuk menutupi rasa malunya. Namun apa yang Fauzy lakukan justru membuat semuanya semakin megeraskan tawanya.

"Iya gue suka Ainun." Fauzy menatap Fathur yang dengan santainya melontarkan ucapan itu. Astagfirullah kenapa hatinya tak ikhlas mendengar Fathur berkata seperti itu? Fauzy menggeleng samar.

"Gue suka sama persahabatan mereka, maksudnya. Cara mereka menghargai satu sama lain," lanjut Fathur membuat Fauzy diam-diam menghela napas lega.

Kali ini mereka mengangguk. Menyetujui apa yang dikatakan Fathur. Tapi tidak untuk seorang Yuda yang telah membenci siswi berkerudung lebar yang memergokinya sedang melakukan apa yang tidak seharusnya seorang pelajar lakukan. Di sekolah apalagi.

***

"Assalamualaikum.." Tak pernah ada jawaban meski di dalam rumah terdapat banyak orang. Bukankah membalas salam adalah hukumnya wajib? Ainun kembali memaklumi mereka. Namun jika terus menerus, Ainun sudah tidak tahan lagi. Menegurpun sudah percuma. Ayahnya selalu membela teman-teman judinya dan berakhir memukulinya.

Lagi dan lagi kakinya berjalan selebar mungkin agar cepat sampai menuju kamarnya dan mengunci pintu. Telinganya pun telah siap di tutupi oleh headset yang menyalurkan alunan suara ayat-ayat Allah. Di tengah mengerjakan tugas sekolahnya ia selalu menyempatkan untuk menghapal Alquran.

Ainun mendesah kecil seraya meregangkan otot-ototnya setelah tugas sekolah telah selesai ia kerjakan. Ini sudah hampir tangah malam dan teman-teman papah masih berada di rumah, pikirnya.

Kemudian ia menatap wajahnya yang masih membiru di sepanjang tulang pipinya. Ringisan nyeri begitu terdengar sangat menyedihkan di telinganya.

Kapan ini akan berakhir, Ya Rabb? Kapan papah berhenti berbuat kasar padaku? Kapan papah akan berhenti mabuk dan bermain judi? Doa itulah yang terus menerus Ainun panjatkan demi kebaikan ayahnya tanpa lelah.

Colour Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang