04

37 6 8
                                    

Alkena berjalan menuju gerbang sekolah sembari memegang telepon genggamnya. Terlihat ia sedang berusaha menghubungi seseorang dengan raut wajah yang kesal.

"Halo," sahut orang tersebut ketika menjawab panggilan Alkena.

Alkena berusaha menahan amarahnya, "Kak Iel dimana sih?!"

"Di rumah," jawab pria tersebut dengan nadanya yang santai.

"Kakak lupa kalau disuruh bunda jemput aku?"

"Oh iya gue lupa, Key!"

"Tuh kan, lo rese banget. Keyna aduin bunda nanti!" ancam Alkena kepada Daniel, kakak kandungnya.

"Yaudah,  bentar gue ganti baju dulu. Otw lima menit lagi, tungguin jangan balik dulu." Daniel langsung mematikan panggilannya karena takut jika Alkena akan memarahinya.

"Dasar Kak Iel nyebelin."

Alkena berdiam diri di depan gerbang sekolah. Matanya menuju ke arah parkiran motor. Ia melihat Arlangga sedang mengobrol dengan teman-temannya sembari berniat untuk pulang.

Tiba-tiba hujan mulai turun. Alkena menyesal karena dirinya tidak membawa jaket, payung, bahkan jas hujan. Ia langsung berlari dengan langkah kakinya yang kecil menuju halte.

Alkena terlalu sibuk mengeringkan tasnya yang terkena hujan sehingga tidak menyadari jika ada orang lain selain dirinya yang sedang berteduh juga.

Setelah selesai mengeringkan tasnya, Alkena hendak membuang tissue yang dipakainya tadi.  Saat ia menoleh ke samping, Alkena terkejut dengan Arlangga yang berdiri disampingnya.

Alkena bergumam dalam hati, "Aduh Arlangga kenapa kalau kehujanan gini semakin ganteng sih?"

"Lo kenapa ngelihatin gue terus?" tanya Arlangga secara tiba-tiba yang membuat Alkena terkejut.

"Siapa yang lihatin lo?!" Tanpa disadari, Alkena menjawab pertanyaan Arlangga dengan ketus. Sebenarnya ia berusaha untuk menetralkan detak jantungnya.

Arlangga hanya menatap heran Alkena. Arlangga tahu jika Alkena sedang salah tingkah dihadapannya.  Perlahan, senyum Arlangga mulai terbentuk dan hal itu tidak disadari Alkena.

Hujan pun belum berhenti untuk turun, bahkan sepertinya semakin deras. Alkena yang hanya mengenakan seragam yang kebasahan terlihat kedinginan. Ia menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya.

Arlangga yang melihat gadis di sampingnya kedinginan, segera melepas jaketnya.

Tanpa basa-basi Arlangga segera memakaikan jaketnya ke tubuh Alkena. Tentu saja perlakuan Arlangga itu membuat semburat merah di pipinya tanda jika ia malu.

Mereka diam setelah jaket Arlangga dipakai oleh Alkena. "Makasih," tutur Alkena dengan pelan.

"Hah lo ngomong apa sih?" Arlangga tidak bisa mendengar suara Alkena yang pelan.

"Makasih buat jaketnya," ulang Alkena.

"Oh," balas singkat dari Arlangga.

Kemudian ia melihat mobil milik Daniel menuju arah halte. Dan benar saja ketika Daniel turun menggunakan payung menuju Alkena.

"Maaf ya Keyna sayang, gue tadi lupa terus ketiduran di kamar mandi sebentar." Daniel langsung meminta maaf saat dirinya melihat raut wajah Alkena penuh dengan amarah.

"Sumpah ya gue bilangin bunda nanti! Lihat nih baju gue basah, kalau gue mati kedinginan gimana?!" marah Alkena.

"Tapi faktanya lo kan enggak mati, Key."

"Ya tapi gue kedinginan!"

"Tapi lo udah pakai jaket,"

"Lo nyebelin. Fix gue aduin bunda,"

"Lo ngadu ke bunda, gue enggak bakal bantuin pr fisika lo lagi."

Daniel mengerutkan keningnya terheran melihat Alkena yang sedang memakai jaket kebesaran. "Itu jaket siapa?"

Alkena terdiam sebentar sebelum menjawab. Selama ia berdebat dengan Daniel, Alkena lupa jika Arlangga masih di sampingnya.

"Jaket gue," kata Arlangga spontan yang membuat Alkena kesal. Karena jika ia berurusan dengan cowok, Daniel akan mengadukan hal ini ke bundanya.

Alkena memberikan isyarat kepada Arlangga untuk tidak berbicara pada Daniel.

"Apa? Itu emang jaket gue kan?" Arlangga acuh dengan kode yang diberikan Alkena.

Daniel memperhatikan Arlangga sebentar sebelum berbicara, "Lo Arlangga Pradipta kan?"

Alkena heran bagaimana kakaknya ini mengenal Arlangga.

"Haha gue kira lo lupa sama gue, Bro." Arlangga dengan santainya menjawab pertanyaan Daniel.

Dan Alkena pun semakin terkejut dengan hal itu. Mereka terlihat seperti teman akrab.

"Mana mungkin gue lupa sama adik kelas yang menjadi saingan gue," jawab Daniel bercanda.

Daniel dan Alkena hanya terpaut dua tahun. Mereka bersekolah di satu sekolah yang sama. Dengan arti lain Daniel merupakan alumni dari sekolah Alkena dan Arlangga.

Arlangga dan Daniel terlihat berbincang terkadang mereka tertawa. Akhirnya Alkena tahu jika Arlangga merupakan saingan Daniel saat olimpiade fisika dulu.

Bertepatan dengan selesainya obrolan Arlangga dengan Daniel, hujan kini berhenti.

"Lo mau balik bareng kita?" Daniel menawarkan tumpangan kepada Arlangga.

"Enggak usah kak, gue bawa motor."

"Yaudah gue sama Keyna balik duluan ya,"

Saat Alkena berada di depan pintu mobil, ia menyadari jika dirinya masih mengenakan jaket milik Arlangga.

"Lo bisa balikin jaket gue nanti. Sekarang pakai aja biar lo enggak kedinginan. Jangan sakit," ucap Arlangga saat mengetahui jika Alkena ingin mengembalikan jaketnya.

Alkena hanya mengangguk sebagai jawabannya. Jiwanya saat ini mungkin sedang terbang entah kemana hanya karena ucapan seorang Arlangga, jangan sakit.

Alkena sudah seperti orang gila karena semenjak ucapan jangan sakit dari Arlangga tadi membuat dirinya tersenyum.

Daniel terheran akan tingkah laku adiknya dan menggelengkan kepalanya, "Dasar enggak waras."

•••••••••
Selamat membaca gaes! Jangan lupa klik bintang untuk Arlangga dan Alkena yaa 💖

Love,

Oninedil 💫

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 06, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Choose HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang