Chapter 4 - Sepeda mungil

16 3 0
                                    

Jangan melambaikan tangan
Kalau cuma kamu jadikan pelarian

Setelah melewati hari senin yang melelahkan. Nathaya berjalan ke tempat parkir. Ia kembali teringat dengan kejadian tadi. Jumlah kontaknya bertambah satu. Nama Evan berada di paling atas karena terakhir dimasukkan.

Nathaya juga masih belum memberikan payung biru muda milik Evan. Dan dengan gilanya, ia titipkan ke Vida untuk menaruhnya di rumah Nathaya nanti, ketika Vida melewati rumahnya. Seharusnya memang Nathaya berikan kepada Evan tadi. Tetapi, ia terlalu takut kalau cowok itu memarahinya.

Nathaya masih menunggu taksi yang dipesannya. Ia melihat Evan masuk ke dalam mobil hitam yang Nathaya yakin itu milik Alvino. Mobil itu akan melewatinya. Nathaya membuang muka. Menutup mukanya dengan tas berisi jaketnya tadi. Mobil itu berhenti disampingnya. Kacanya perlahan terbuka. Nathaya menurunkan tasnya.

"Pulang duluan ya. Lo hati-hati."

Belum sempat Nathaya menjawab. Kaca mobil sudah ditutup dan mobil itu melaju cepat. Siapa cowok itu?

***

Setelah Evano menyapa Nathaya tadi, ia tersenyum. Sekarang ini ia sedang di dalam mobil bersama Alvin.

"Asik, dapet temen cewek kan gue."

"Halah. Emangnya dia mau?" kata Alvin.

"Pasti mau lah, tadikan udah gue kasih nomor."

Evan bertanya, "Lo kenal siapa dia, Vin?"

"Satu sekolah kayaknya kenal deh sama itu cewek. Main lo kurang jauh kalau gak kenal dia."

Evan menganggukkan kepalanya mengerti dengan perkataan Alvin. Namun, ia bingung. Kenapa hanya dia yang tidak mengenal Nathaya, padahal ia juga sangat populer meskipun tidak ada yang mengidolakannya.

Berbeda 360 derajat dengan Alvin yang terkenal di semua kalangan. Baik cewek, cowok, guru, maupun ibu kantin.

"Ngomong-ngomong, besok gue mau naik sepeda. Lo gak usah jemput gue, oke?"

"Yang ngomong mau jemput lo juga siapa?" Alvin menatap Evan sekilas, "Lagian ya Van, lo itu udah ngerti hujan harusnya neduh dulu. Atau bawa payung lah, pesen taksi juga bisa. Lo jadi basah kan."

Evan terkekeh, "Lo emang kayak emak gue banget Vin. Udah cocok."

Alvin mendengus kesal. "Itu artinya jangan nyusahin gue, marmut."

Evan membentuk tanda pistol di tangan dan menaruhnya di bawah dagu.

"Hmm, gue itu kayak pengharum ruangan. Cocok dimana saja dan juga bikin nyaman gitu. Membawa sejuk, memendam rasa, Dia yang selama ini-"

"Tolol malah nyanyi," Alvin terkekeh. "Pokoknya lo jangan nyusahin gue, satu hari aja."

"Gak. Gak bisa, gue Dora soalnya dan lo Ransel gue."

"Bangsat."

"Alvin gak boleh ngomong kasar lo, nanti gue bilangin Adinda, gebetan lo itu."

"Bilangin aja kalau direspon."

"Atau bisa juga deng, lo jadi doraemon yang suka gotong royong."

"Ogah, gue gak punya kantong uang."

Setelah sekitar 10 menit. Mobil yang dinaiki mereka sampai di depan apartemen. Apartemennya cenderung tidak mewah. Namun, juga tidak terlalu jelek. Standar untuk ukuran anak SMA. Meskipun begitu, kata Evan masih mending daripada sewa kos dan setiap hari makan mi instan,

"Baju lo jangan lupa diambil."

"Aye aye captain."

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NATHAVAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang