Aku mengerjap dua kali dan meneguk ludah, mataku menatap Albert yang masih menatapku tak tercaya. Helena sendiri membantuku untuk berdiri dan ia kembali bicara dengan bahasa formalnya.
"Namun sesungguhnya saya tidak memiliki kewenangan apapun di dalam rumah ini, sehingga semua keputusan ada di tangan Tuan Muda. "
Harapanku terombang-ambing, seakaan keputusan Albert adalah penentu hidup dan matiku. Aku memohon dengan sungguh-sungguh padanya, walau aku tahu sebenarnya ini adalah hal yang tidak seharusnya diterimanya.
"Al, kumohon tolongin aku. Harapan terakhirku ada di kamu. Aku masih ingin hidup, aku tidak mau mati karena ini semua Al. "
Albert membuang pandangannya dariku dan ia kembali melangkah mundur. "Ini nggak adil! Kenapa aku yang jadi sasarannya!? Kenapa kamu minta aku untuk membantumu!? Kalau akhirnya aku kena kutukan juga gimana!? "
"Tapi kamu bisa menghilangkannya karena kamu tahu ibumu bisa menghilangkannya juga! "
"Tapi ibuku juga mati karena tanda itu! Aku ini memang anaknya, tapi bukan berarti aku itu ibuku! "
Sentakan Albert membuatku membeku. Terasa kesedihan dan amarah di seruan yang dilontarkannya padaku. Albert kembali melangkah mundur, menjauhiku dengan perlahan.
"Kalau aku membantumu dan aku juga dikutuk, itu nggak berguna! Aku juga masih ingin hidup, karena itulah aku nggak mau membantumu! Sudah cukup kalau ibuku mati, aku masih ingin hidup di dunia ini dengan tenang! "
Keinginan yang egois, namun itu adalah fakta yang benar, yang menyakitkan pada akhirnya. Daripada menyelamatkan dan terkena kutukan, lebih baik menolak sejak awal. Daripada mati karena kutukan, lebih baik acuh dan menyingkir sejauh mungkin.
Hukum rimba yang kejam. Dunia ini memang kejam.
Aku menunduk, menerima takdir bahwa tidak ada yang mau membantuku. Apakah aku harus pasrah dan menunggu kematianku? Atau aku harus bunuh diri daripada dibunuh oleh kutukan yang mengerikan?
Aku habiskan semuanya untuk kemari dan ditolak mentah-mentah, aku tidak dapat mengangkat kepalaku lagi.
"Maaf kalau begitu ... aku akan pergi dari sini. "
Ya, aku mati saja. Aku tersenyum miris memikirkan bagaimana kematianku kelak. Albert dan Helena tidak mengatakan apapun lagi, jadi aku berbalik dan segera mengambil tasku.
"Terima kasih atas segalanya. Helena, boleh aku pergi lewat pintu depan? "
"Jika demikian saya akan mengantar Nona sampai ke gerbang depan. "
Helena menyambutku dengan suara tenang yang monotone, seakan tidak menoleransi suasana yang ada di ruangan ini. Aku melewati Albert dengan hati tercekat yang terasa nyeri, seakaan ditusuk pedang bertubi-tubi di setiap langkah yang kutinggalkan.
Tidak ada alasan untuk menoleh ke belakang, aku hanya perlu berjalan ke depan dan menyambut kematianku dengan sukarela.
Benar, begitu saja. Aku juga tidak punya memori yang tersisa, percaya pada diri sendiri saja sulit, jadi kematianku tidak akan menyisakan suatu penyesalan.
Helena tidak mengatakan apapun dan hanya membungkuk dengan sopan, aku meninggalkan gerbang rumah besar yang tertutup tanaman rambat dengan berat hati.
Aku tidak tahu harus kemana sekarang. Jika aku kembali ke klinik kecil Pak Yohan, itu begitu jauh dari sini. Sedangkan tentu tidak ada angkutan untuk kembali ke kota sebelah melihat Kota Q sudah seperti kota mati.
Aku ingat bahwa Putra memberitahuku untuk jangan pernah pergi ke jurang yanga ada di Kota Q, karena semua yang ada di sana hanya akan membawa malapetaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Death Curse
ParanormalKetika kutukan ditanamkan, bagaimana cara kabur darinya? Ketika terasa kematian yang menyakitkan, bagaimana cara untuk tetap bertahan? Tersisa waktu sepekan, ketika tanda kutukan berwarna ruby, maka nyawamu harus dikorbankan. "Live ... or ... Die...