"Selamat ulang tahun, Innha," ucap seorang lelaki sambil menyodorkan kue ulang tahun dan setangkai mawar.
Aku tersenyum tipis, sedikit menghargai usahanya. "Terima kasih," balasku.
Andra memelukku tiba-tiba, membisikkan rayuan manis dengan suara yang menggoda. "Kau sangat cantik, jadilah milikku malam ini."
Tangannya mengelus punggungku, meraba-raba sesuatu di sana. Kuhempas tubuh Andra hingga membentur dinding, lalu menarik kerah bajunya dengan tatapan tajam.
"Sialan!" sarkasku.
Andra tersenyum seraya menyelipkan rambut ke daun telingaku. "Kenapa, Sayang?" tanyanya pelan.
Plak!
Wajahnya mendapat tamparan keras dariku. Andra meringis. Aku tersenyum kecut menatapnya.
"Laki-laki gila!"
Kucabut dua lilin kue yang masih menyala. Lilin merah berupa angka. Lelehan lilin itu sengaja kuteteskan pada kedua mata Andra.
"Innha, apa yang kaulakukan? Arghh ...."
Andra berteriak dan berguling-guling di lantai. Ia membasuh kedua matanya dengan tergesa-gesa.
"Arghh ...!"
Tapi, Andra semakin berteriak lebih keras dari sebelumnya. Ternyata, itu adalah air cabai yang sengaja kusediakan.
Jeritannya adalah melodi indah bagiku. Menenangkan, dan cukup membuatku puas. Kuikati tubuhnya pada ranjang besi di kamar. Sempurna. Andra mematikan lampu sebelum ia memberiku kejutan. Suasana ruangan ini begitu gelap, namun indah dilengkapi rintihan kekasihku.
"Sayang, hentikan!" teriak Andra.
"Aku baru memulai, Sayang," bisikku menyeringai.
***
Sore yang cukup indah, ditemani semilir angin dan sosok lelaki tampan di hadapanku sekarang. Andra memegang kedua tanganku dengan lembut. Sorotan matanya begitu meneduhkan. Sangat beruntung, Tuhan mempertemukanku dengan Andra tanpa sengaja.
"Innha, sejak pertama kali kita bertemu, aku menyukaimu. Jadi, izinkan aku memilikimu," ucapnya tulus.
Jantungku berdetak lebih cepat. Seperti ada rasa yang berbeda. Kalbu ini menggebu-gebu ingin mengatakan 'iya'. Tapi, entah apa yang membuatku bimbang, hingga menggelengkan kepala pelan.
"Kenapa, Nha?" tanyanya. Netranya terlihat sayu. Kurasakan kepedihan dalam dadanya.
"Aku masih ragu," jawabku polos.
"Apa yang kamu ragukan? Kau bisa pegang semua janjiku. Aku akan setia dan membahagiakanmu."
***
Kucongkel kedua mata Andra dengan pensil. Aku menolongnya agar tidak merasakan perih. Air campuran bubuk cabai itu mungkin membuat bola matanya terbakar.
Andra berteriak dan meronta-ronta. Aku jijik melihat wajah tampannya. Kini, ia kehilangan dua manik mata yang indah.
Jleb!
Inilah saat yang kunanti, merobek bagian dada, dan mengacak-acak organ dalamnya. Hati yang berlumur darah ini sungguh lezat. Membuatku tergiur menyantapnya untuk makan malam.
Andra lemah tak berdaya. Tak lagi terdengar teriakan dan rintihan. Padahal, aku belum puas.
"Innha! Apa yang kaulakukan?"
Tiba-tiba kakakku membuka pintu. Aku menoleh serentak. Raut wajahnya pucat dan tampak terkejut. Dia berlari mendorongku, lalu memeluk Andra yang terbujur kaku dan berlumuran darah.
"Kau gila, Innha!" sentaknya sambil menangis.
"Kau yang gila!" balasku lalu membenturkan kepalanya ke pinggir ranjang.
"Awhh ...," rintihnya kesakitan.
Dia mengambil kursi kayu di sampingnya dan melemparkan ke arahku.
Bruk!
Aku naik pitam. Dia harus merasakan yang lebih sakit dariku.
"Kakak yang baik," ucapku menyeringai.
Dia mulai ketakutan. Aku suka itu. Kuambil pisau bekas tadi, lalu menusuk-nusukkannya berkali-kali ke wajah kakakku. Dia tidak melakukan perlawanan sedikit pun. Aku tahu, dia lemah dan penakut. Namun, hatinya seperti mawar berduri.
Aku lupa, dia mengandung janin dalam perutnya. Kutusukkan pisau ke sana. Kakakku menjerit-jerit sambil meronta.
"Aku tahu, janinmu adalah bayi kekasihku! Jangan anggap aku bodoh! Aku tahu semuanya. Kukira selingkuhanmu akan setia padaku seperti janjinya. Tapi, kaulah penyebabnya. Dasar wanita jalang!" sentakku lalu pergi meninggalkan mereka.
Hatiku lebih sakit sebelumnya. Kekasih dan kakakku sendiri teganya mengkhianati. Malam itu, kudengar desahan dari kamar Kakak. Mereka tak sadar kalau aku menyaksikan semuanya.
Malam ulang tahunku sangat spesial. Membunuh perlahan kedua orang yang kusayangi. Aku mengubur mereka seperti seekor anjing. Melemparnya ke dalam lubang dan menimbun dengan tanah.
"Selamat tahun, Innha," ucapku bermonolog.
Senyum tipis mengembang. Cukup, jangan ada lagi yang merusak hari ulang tahunku. Sekali kau mengajak bermain, sama saja menghadapkan diri pada seorang psikopat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen Horor
HorrorGenre : Horor, gore, dan creepypasta. Warning! Berbau kekerasan dan psikopat. 18+