Bagian 16

4.6K 264 1
                                    

"Rasya kamu ngapain?"

Suara Prilly bergetar saat lelaki bernama Rasya itu semakin memojokkannya, Prilly melirik ke belakang dimana beberapa langkah lagi dia mundur maka dia akan terjun dari gedung kampus yang begitu tinggi itu.

Rasya tersenyum sinis, sambil terus mendekati Prilly yang beringsut ketakutan, selangkah lagi dia mundur maka dia akan terjatuh ke bawah.

"Rasya aku mohon!" Suara Prilly begitu lirih dan bergetar. Matanya sudah berkaca - kaca. Membuat Rasya menghentikan langkahnya mendekati Prilly, menatap gadis dihadapannya itu dengan sendu.

"Andai saja kamu memilih aku Pril, menikah denganku. Tapi kamu malah memilih pria dingin itu. Kamu tahu, aku begitu terpukul saat mengetahui kamu akan menikah dengan orang lain. Saat kamu pergi dari kampus karena ditelepon seseorang aku mengikuti kamu. Dan ternyata kamu ke butik yang aku tahu butik itu merancang baju khusus pengantin."

Rasya berhenti berbicara sejenak, sambil memejamkan mata dan menghela nafas.

"Kamu gak tahu hancurnya aku Pril. Aku pura - pura tegar dihadapan kamu. Aku terpukul, rasanya aku hancur saat mengetahui itu semua. Dan saat itu aku berpikiran jika kamu tidak kumiliki maka pria manapun tidak juga bisa memiliki kamu. Truk yang menabrak kamu, itu perbuatanku."

Rasya tertawa hambar, kemudian wajahnya kembali sendu. "Penembakkan papi kamu itu aku juga yang melakukannya. Aku datang ke pernikahan kamu, tapi kamu gak tahu kan. Sayang sekali pelurunya meleset. Aku ingin mengenai jantung papi kamu supaya papi kamu langsung mati! Dia yang telah menjodohkan kamu dengan pria dingin itu kan, jika saja kamu tidak dijodohkan mungkin aku bisa memiliki kamu"

Prilly menggeleng pelan. "Itu semua bukan salah papi aku. Aku yang menerima perjodohan itu, dan aku sudah terlanjur cinta sama Ali"

"Diam! Kamu tidak mencintai pria dingin itu, kamu mencintaiku. Kamu hanya jadi milikku. Jika aku tidak memilikimu, maka lebih baik kamu mati! Jadi tidak seorangpun yang memiliki kamu adil, bukan"

Prilly terisak, Ali memandangi Prilly yang duduk di sampingnya. Fokusnya menyetir buyar karena gadis itu. Ali meminggirkan mobilnya. "Apa yang terjadi denganmu?"

Prilly melirik Ali. "Kampus itu, menyimpan satu hal yang buruk yang sulit aku lupakan".

Ali memiringkan duduknya, Prillypun begitu. Ali menggenggam kedua tangan gadisnya, mengelusnya agar gadis itu sedikit tenang.

"Jangan terlalu dipikirkan! Yang kamu pikirkan sekarang masa - masa indahnya. Bukankah kampus itu menyimpan banyak kenangan untukmu." Prilly mengangguk mengiyakan, tangan Ali terangkat untuk menghapus air mata Prilly dengan jarinya.

"Andai saja kejadian itu tidak pernah terjadi, maka Rasya juga diwisuda sepertiku. Dia sahabat yang baik, tapi dia gila karena cintanya sendiri."

Memang benar, jika saja Rasya tidak melakukan hal bodoh itu tiga tahun yang lalu, mungkin saja lelaki itu juga seperti dirinya. Mendapat gelar sarjana, bukan mendekam dipenjara.

Tiga tahun yang lalu, kejadian yang membuat Prilly begitu syok. Lelaki yang dianggapnya sahabat malah ingin melukainya. Itu semua terjadi karena cintanya tidak terbalaskan. Prilly awalnya memang menyukai lelaki itu, tapi perjodohannya dengan Ali membuat dirinya ingin membuang jauh - jauh perasaan itu dari lelaki itu.

"Sudahlah, sebaiknya kita kembali lanjutkan perjalanan. Nanti kamu terlambat datang ke acara wisuda itu"

Ali menghapus air mata Prilly dengan ibu jarinya, membenahi riasan Prilly yang berantakkan karena menangis. Prilly yang memakai kebaya warna merah itu tampak cantik.

"Sekarang kamu sudah tidak jelek lagi" Prilly memanyunkan bibirnya.

"Maksud kamu tadi aku jelek gitu!" Omel Prilly, Ali mengangguk membuat Prilly memukuli dada bidangnya yang terbaluti kemeja putih yang dilapisi jas hitam yang tidak dikancing itu. Ali menangkap tangan Prilly yang terus ingin menyiksanya itu. Prilly melepas tangannya dari genggaman Ali dan membalikkan tubuhnya menatap ke jendela mobil. Entah kenapa ia jadi kesal dengan pria itu.

Forced Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang