prologue

185 9 2
                                    

Di sebuah kota metropolitan nan padat, yang tak henti-hentinya berkepulkan oleh polusi serta sengatan matahari yang membuat siapa saja ingin menutupinya dengan bantalan- bantalan awan andaikan bisa. Tapi sore hari ini fenomena itu tidak sedang terjadi. Hujan mengguyur kota dengan derasnya, membuat sekian polusi teredam karenanya. Kota metropolitan? macetnya jalanan tidak mengeherankan lagi bagaimanapun keadaannya, seperti sekarang.

Bugh. Sebuah tinjuan menghantam setir mobil. "Kapan sih Jakarta ngga macet!?". Kesal Davin lalu melirik jam tangannya ternyata sudah pukul 17.30. Ia kemudian memutar lagu agar mengurangi rasa kesal dan bosannya.

TUK TUK TUK. Seseorang tampak mengetuk-ngetuk jendela mobil Davin agak keras. Kaca itu sedikit berembun, ia memperjelas penglihatannya. "Siapa?", ucapnya dalam hati seraya mengernyit. Belum sempat ia bertindak apa-apa jendela itu sudah diketuk lagi.

"Woi.....@^&*^@!?¿"

Davin kembali mengernyit, "Cewek!?Ngomong apa, sih?".

Jendelanya diketuk lagi sehingga membuat Davin terpaksa membuka pintu mobilnya. Syukurnya perempuan itu mengenakan payung sehingga tidak akan membuat joknya basah secara cuma-cuma.

Perempuan itu tersenyum senang pada Davin sambil melipat payungnya dan meletakkannya di dekat kakinya. "Thanks ya", ucapnya. 

"Buat apa?", tanya Davin dengan tanpa sadar dengan polosnya.

Perempuan itu sempat menarik kembali simpul senyumnya. "Buat tumpangannya".

"Sejak kapan gue bilang gitu?"

Perempuan itu tetap mengembangkan senyumnya, "Bukannya lo bukain pintu mobil ini supaya gue bisa masuk? Bener, kan?".

Davin memutar bola matanya, "Ya gue kira sesuatu yang penting. Tapi ternyata gue salah. Keluar, lo!". Ujar Davin yang sebenarnya sedang kurang baik moodnya karena letih setelah latihan futsal dua jam terakhir.

Perempuan itu mengelus dashbor Davin, "mobil bagus gini kalo ngga pernah buat numpangin cewe cantik percuma", ucapnya sambil menahan tawa.

"Ya bodo amat, mobil juga mobil gue".

"Listen, sebagai sesama manusia itu harus saling tolong menolong. Diajarin ngga sih lo pas SD?".

"L.. ", Davin terdiam karena melihat seragam yang dikenakan perempuan itu lantas membatin anak sekolahan gue!?.

Perempuan itu melayangkan tatapan bertanya.

"Ah, cepet keluar dari mobil gue. Buruan. Gue lagi ngga pengen nolongin orang, terutama lo".

Kletak. Perempuan itu tak segan-segan menjitak pelipis Davin sampai membuatnya meringis kesakitan sekaligus kaget.

"Kenapa jitak gue, sih".

"Ngga papa, gue cuma ngetes kemampuan jari gue", balas perempuan itu dengan senyum geli.

Davin masih merasakan nyerinya, "gue dikutuk apa sih sampe ketemu cewe kaya lo", rutuknya.

"Yeee.. lu kira gue kiriman dukun apa. Udah deh, nolongin gue kan ngga ada salahnya. Lagian Tuhan mah tau lo kebanyakan dosa makanya gue ditakdirkan masuk ke mobil lo supaya lo bantuin gue. Masa gitu aja ngga paham, sih"

"Andaikan gue anak IPA, lo berguna buat bahan praktikum", celetuk Davin sambil melajukan mobilnya pelan-pelan mengikuti kendaraan di depannya.

"Cih", gumamnya kesal sambil memasang seatbelt.

Keadaan menjadi hening selama beberapa saat dan jalanan mulai terlihat renggang, Davin segera menjalankan mobilnya menuju halte. Saat tengah fokus menyetir, tiba-tiba terdengar suara seperti gemuruh yang membuat Davin mengernyitkan keningnya.

NadineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang