Loui akan pulang berjalan kaki. Berangkat jalan kaki pulangpun juga sama. Hal itu sudah biasa ia lakukan selama sekolah disini. Mungkin ada bedanya ketika waktu smp dulu karena mengendarai sepeda. Tapi karena rusak ketika digunakan ibunya pergi kepasar. Jadi ia harus rela berjalan kaki demi menuntut ilmu walau cukup melelahkan.
Saat itu loui sedang melipat pakaian yang baru diangkat dari jemuran diruang tamu, kemudian ibunya datang baru pulang dari pasar dengan wajah penuh keringat akibat kelelahan. Loui bangkit dari duduknya, membantu ibunya yang kesusahan membawa barang. Saat akan mengangkat barang, ibunya memegang tangan loui menghentikan aksinya. Loui mendongak menatap ibunya heran.
"Ada apa bu?" Loui kembali menegakkan tubuhnya.
"Nak, ibu mau minta maaf" ucap dina, ibu loui dengan hati-hati. Menatap mata lentik anaknya penuh penyesalan.
Seketika loui khawatir "Ibu, ada apa? Kenapa ibu meminta maaf? Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya loui mengelus lembut tangan ibunya.
"Tadi ibu jatuh terserempet mobil di pinggir jalan raya."
Loui langsung terkejut "apa ibu tidak apa-apa? Apa ada yang sakit?" tanya loui sambil memeriksa keadaan tubuh ibunya. Ibunya tersenyum lalu memegang pundak loui untuk menenangkannya.
"Ibu gak apa-apa sayang. Kamu tenang aja"
Dina menghela nafas panjang, ekspresi wajahnya berubah sedih "maafkan ibu karena sepedamu rusak akibat kejadian dipinggir jalan raya tadi."
Loui diam untuk sesaat, lalu mengerjapkan matanya. Matanya menengok kearah belakang ibunya. Diteras sana sepedanya tergeletak dengan kondisi mengenaskan yang tak memungkinkan untuk dipakai lagi. Loui kembali menatap ibunya yang ada dihadapannya. Ia mengulas senyum menampilkan giginya yang mebuatnya terlihat imut dan manis.
"Ibu gak usah sedih. Gak papa kok kalau sepedanya rusak. Justru loui lebih mengkhawatirkan keselamatan ibu. Untung ibu gak kenapa-napa, tadi loui kaget banget denger ibu kesrempet mobil." Loui menghambur kepelukan ternyaman ibunya. Dalam pelukan, air matanya mengalir menangisi sepeda kesayangannya walau sepeda itu tidaklah sebagus milik teman-temannya karena, itu adalah hadiah pemberian dari ayahnya yang sudah meninggal atas pencapaian prestasi yang ia raih kala duduk disekolah dasar dulu. Ibunya juga ikut menangis, merasa sangat bersalah pada anaknya.
Dina melerai pelukan mereka, mengusap air mata loui yang masih mengalir. Kemudian menangkup kedua pipi loui.
"Benar gak apa-apa? Bagaimana nanti kamu berangkat dihari pertama kamu masuk SMA?" Ya, minggu depan libur telah berakhir dan loui akan mulai masuk SMA.
Loui terkekeh, lalu memegang kedua jari tangan ibunya "ibu, soal itu ibu jangan khawatir. Loui bakal cari jalannya"
"Makasih ya nak, kamu selalu jadi anak yang baik dalam keadaan ekonomi kita yang seperti ini." Ucap dina sambil mengelus rambut loui lembut.
"Iya. Loui tidak pernah mengeluh tentang hidup kita yang serba kekurangan ini. Loui bahagia karena bisa lahir dan dibesarkan oleh ibu dan bapak." Keduanya saling berpelukan.
Loui mengurai pelukan mereka menatap mata ibunya. "Bagaimana kejadian tadi bisa terjadi sama ibu?"
Dina menjelaskan bahwa ada sebuah mobil yang melaju kencang dari arah belakangnya yang saat itu dina sedang kesusahan karena membawa kebutuhan rumah untuk beberapa hari kedepan. Sehingga ketika mengendarai sepeda tidak seimbang karena keberatan, kadang oleng kekanan atau kekiri. Karena tak memperhatikan sekitar, dia terserempet mobil itu. Menurut dina. Tapi ia tak tahu menrut saksi mata yang lain. Yang lebih loui sayangkan adalah tidak ada satupun orang yang menolong ibunya. Wajar saja kalau dijakarta kamu menemukan orang yang jarang perduli padamu. Mereka lebih mementingkan urusan pribadi mereka lebih dulu ketimbang mengurusi orang lain. Mungkin beberapa tapi saat ibunya kesusahan mereka tak muncul.
"Kenapa barangnya ada yang rusak bu?" Tanya loui saat membuka isi plastiknya.
"Terlindas ban mobil yang tadi. Tidak masalah, masih ada yang masih bisa dimanfaatkan kok, yang rusak parah udah ibu buang tadi." Loui sangat menyayangi ibunya yang punya sifat baik hati dan penyayang terhadapnya ini. Dia pintar menangani masalah yang dihadapinya seperti loui lakukan karena sifat itu menurun padanya.
Dina bangga punya anak penurut dan mandiri. Loui juga punya sifat dewasa. Itu poin pentingnya karena ia masih kecil tapi sifatnya sungguh berbeda dari anak yang lain.
"Ya udah sekarang ibu masakin buat kamu biar gak nangis lagi." Ucap dina sambil menyentil hidung mancung mungil loui. Loui terkekeh lalu menganggukinya.
"Tapi lain kali kalau ibu belanja jangan suka langsung beli banyak. Biar loui aja kalau kesulitan. Loui takut ibu kenapa-napa." Ucap loui sambil memajukan bibirnya.
"Iya deh terserah anak ibu." Dina mengacak rambut halus anaknya.
Mereka akhirnya memasak bersama didapur, loui sudah sering membantu ibunya memasak sehingga dengan mudah ia akan mengikuti pergerakan ibunya dan mengetahui apa yang dimasak tanpa diberi tahu.
Ibunya tak bisa membelikannya sepeda. Namun loui menolak ibunya untuk beli lagi. Loui sudah cukup seperti ini saja. Berjalan kaki lebih menyehatkan, itu alasannya. Loui anak yang tidak ingin merepotkan orang lain. Tapi seperti serang ibu, dina tahu alasan menolak hal itu walau sebenarnya ia butuh hal itu. Namun apa boleh buat jika loui memintanya untuk tak membelikannya sepeda. Lebih baik digunakan untuk kebutuhan kita sehari-hari, ucap loui kala itu.
Loui menengok pada jalan raya yang selelu ramai oleh kendaraan itu. Cuacanya tidak menandakan tanda-tanda akan turun hujan, membuat ia merasa lega karena payung lipat yang di lokernya dirusak temannya sebab menolak membawa bukunya kedalam kelasnya. Walau menolak, loui juga berakhiran dengan melakukan perintah.
Ia langsung menyebrang ketika jalan tidak sepadat tadi. Loui berjalan menundukkan kepalanya tapi tetap fokus pada jalan sambil memegang kedua tali depan tas penggungnya. Loui selalu menggerai rambutnya. Bisa dibilang dia itu sangat cantik. Tapi, banyak orang yang menjauhinya karena latar belakang ekonominya. Ia juga bukan cewek cupu dengan kacamata yang bertengger di hidungnya, kalian salah.
Tiba -tiba sebuah mobil sebuah sport hitam berhenti disampingnya. Sepertinya ia tak asing dengan mobil ini. Sang pemilik keluar dari mobilnya dengan gaya coolnya. Ketika dia berbalik menatapnya, ia langsung kaget lalu berganti heran mengapa dia menghadangnya.
"Naik!" Ucap alex dingin dengan tatapan tajamnya tanpa berpindah dari posisi berdirinya tadi.
Loui menggeleng kepala sambil menundukkan kepalanya takut "gak usah kak, lebih baik aku jalan kaki bentar lagi juga udah sampe."
Sebenarnya kaki loui cukup pegal karena setiap harinya ia harus jalan kaki. Ibunya bahkan pernah menawari dirinya untuk memijat kakinya namun ditolaknya. Baginya, itu tidak sopan lagipula loui sudah besar ia bisa melakukannya sendiri walau tak sepenuhnya membaik tapi itu cukup menghilangkan rasa pegalnya.
"Cepat naik atau gue bakal seret lo kesini ?!"mendengar ancamannya, buru-buru loui naik ke mobil alex. Alex sedikit menaikkan bibirnya keatas karena loui mau menuruti perintahnya. Segera ia masuk kedalam mobil bersama loui didalamnya yang sedang berusaha terlihat tenang lalu melajukan mobil sportnya menembus jalanan kota macet ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMPERFECTUS (On Going)
Teen FictionSering dibully dan direndahkan adalah hal yang wajar Loui terima. Namun, suatu ketika ia harus bertemu dengan seorang playboy disekolahannya dan dengan seenaknya ia mempermainkan hatinya. Itu adalah hal yang pertama kali ia rasakan karena selama i...