Bel pulang sekolah berbunyi. Aku pun memasukkan buku-buku ku ke dalam tas. "El, gue duluan ya." ucapku seraya tersenyum kepada Elna. "Iya Ya." kata Elna. Aku pun segera berjalan meninggalkan kelas X-8. "Anaya." kata seseorang sambil mencekal tanganku dari belakang. "Apa?" jawabku ketus dan membalikkan badan menatap lelaki yang mencekal tanganku. Alfa. "Nay, maafin gue." kata Alfa sambil menatap mataku. Aku bisa melihat ada raut memelas di sana. Masa bodo. Aku hanya diam dan berusaha melepaskan tangannya, namun sayang cekalannya sangat kuat. "Jawab dulu." kata Alfa lagi. "Ya?" tanyaku malas. "Maafin gue Anaya." kata Alfa. "Ya. Gue maafin lo." jawabku sambil tersenyum paksa lalu mencoba melepaskan tangannya. Akhirnya bisa. Aku pun segera ngacir ke Mading nyari Kak Adit. Aku bosan. Alfa sudah minta maaf kepadaku sekian kali dari berbulan-bulan lalu.
"Lama banget lo." Kata Kak Adit saat aku baru saja sampai di sana. "Ada tragedi Kak." ucapku. Kami pun berjalan beriringan menuju parkir sekolah. "Kenapa? Alfa minta maaf lagi?" tanya Kak Alfa. "Ya gitu deh." ujarku singkat. "Kayaknya dia masih suka sama lo deh Ya." kata Kak Adit sambil menatapku dan berhenti. "Lah, terus?" ujarku cuek. "Ya kali aja lo masih suka sama dia." kata Kak Adit dan kembali jalan. "Nggak." kataku. "Jangan boong." kata Kak Adit. Ngena banget. "Udah jangan dibahas." ucapku.
Akhirnya tibalah kami di parkiran sekolah. Kak Adit pun masuk dan aku juga lalu Kak Adit melajukan mobilnya keluar dari parkiran yang nampak sudah sepi. "Kak." kataku memecah keheningan. "Kenapa?" sahut Kak Adit dingin. Es batu mulai muncul neh. "Kakak kenal gak sama Eddy Ari Budiono gitu?" tanyaku kepada Kak Adit yang masih fokus mengendarai mobil. "Kenal. Si cupu kelas XII IPS 2." kata Kak Adit. "Cupu? Blasteran gitu kakak bilang cupu?" tanyaku bingung. "Blasteran? Ya kali blasteran Jogja sama Sunda." jawab Kak Adit. "Dia putih kan, tinggi gitu?" Tanyaku lagi. "Dia pendek item cupu kacamata tebel idup lagi. " ujar Kak Adit. Aku pun masih bingung. Setauku Kak Eddy yang kemarin ganteng deh, ah biarlah.
Hari ini aku sekolah lagi. Berangkat sama Kak Adit lagi. Cia dan Nia nantian katanya. Aku pun masuk ke kelas X-8 yang sudah mulai ramai. Aku meletakkan tasku di atas tempat duduk dan keluar kelas.
"Lo ikut basket kan?" tanya seseorang yang entah sejak kapan sudah ada di sampingku. Aku pun melihat lelaki itu. Ternyata kakak ganteng itu. "Hey" ujar lelaki itu sambil mengibaskan tangannya di depan wajahku, mencoba memulihkan kesadaranku. "Eng.. i.. iya kak." jawabku gugup. "Lucu ya lo." kata lelaki itu sambil tertawa.
Aku hanya tersenyum menanggapi perkataannya. Namun bisa kurasakan kupu-kupu sedang berterbangan di perutku. "Mmm.. Kakak Eddy Ari Budiono ya?" tanyaku sambil menatap matanya. Satu kata. wow. Namun ternyata lelaki itu tertawa mendengar perkataanku. "Gue Revanda Ardi Wijaya. Bisa dipanggil Evan dan yang waktu itu baju temen gue, Eddy si culun. Gue minjem karena gue gak bawa baju." tuturnya kepadaku. Mampus. Sok tau salah pula. Aku lebih memilih untuk tak menjawab ucapan Kak Evan. "Gue ke kelas dulu ya Anaya." kata Kak Evan seraya tersenyum dan meninggalkanku. Aku hanya tersenyum melihat ulahnya.
"Kantin yuk Nay." kata Ara yang tiba-tiba sudah duduk di sampingku. "Gak mau." jawabku singkat namun masih fokus kepada novel yang sedari tadi kubaca. "Serius lo gak mau? Gue traktir deh." kata Ara kembali merajuk sambil menggoyang bahuku. "Yaudah deh." jawabku pasrah.
Aku dan Ara melewati koridor. "Anaya" sapa seseorang. Kak Evan. "Iya kak?" tanyaku. "Mau ke kantin? Bareng yuk?" tanya Kak Evan sambil menyunggingkan senyuman khasnya. "Hmm. Iya Kak. Oh iya, kenalin ini Clara temen gue." kataku. Kak Evan pun menjabat tangan Ara. Agak laa. "Van, lo dipanggil ketos noh." kata seorang kakak kelas lelaki yang nyamperin Kak Evan. "Iya iya. Anaya, gue ada urusan. Sorry ya gue gak bisa." kata Kak Evan sambil menyunggingkan senyumnya lagi dan berjalan meninggalkanku.
Bel pulang sekolah pun berbunyi. Aku segera menuju Mading yang berada di sampung lapangan upacara untuk nungguin Kak Adit. Aku duduk sambil membaca novel di bangku dekat Mading dan melamun. Di sekitarnya terdapat pohon-pohon besar yang memberikan suasana sejuk dan dapat membuat siapapun terbuai akan sejuknya dan cocok dijadikan tempat tidur. Hoho. Tiba-tiba suara dering HPku membuyarkan aktivitasku. Ternyata telepon dari Kak Adit.
"Dek lo di mana?"
"Mading lah. Udah lumutan gue nungguin lo."
"Ya, gue ada urusan eskul nih. Gue gak bisa pulang sekarang. Lo sama Ara aja."
"Mereka udah pulang kak."
"Yaudah lo naik angkot aja ya."
"Gue gak mau. Gue maunya pulang sama lo."
"Pulang sama temen gue kalo gitu.."
"Gue gak mau."
"Yaudah lo naik angkot."
"Gue maunya nungguin lo."
"Gue ada urusan. Yaudah gue suruh temen gue nyamperin lo sekarang. Gak ada tapi-tapian. Bye."
"Sial Kak Adit. Maksa banget jadi orang." rutukku. Aku pun menunggu manusia yang diutus Kak Adit/? untuk mengantarku pulang sambil melanjutkan membaca novel yang menurut Kak Adit sendiri novelnya menye-menye. "Anaya." seseorang menepuk bahuku, membuatku terkaget dan seketika mendongak. Alfa. "Ngapain lo ke sini?" tanyaku sinis. "Gue disuruh Kak Adit nganter lo pulang." jawab Alfa lembut. "Gue gak mau. Gue mau nungguin Kak Adit. Gue gak mau pùlang sama lo." bentakku. "Aya, Aya lo masih aja ya kayak dulu. Galak banget. Yakin lo gak mau pulang sama gue? Gue gendong lo ke mobil." kata Alfa sedikit mengancam. "Silahkan kalo lo berani. Pokoknya gue gak mau pulang sama orang selain Kak Adit sekarang." kataku yang masih keukeuh dengan pendirianku. "Kalo ini mau lo yaudah." kata Alfa dan dengan sigap menggendongku kayak di film India gitu/? "Alfa lepas!" bentakku sambil memukulnya tapi ternyata tidak memberikan pengaruh apa-apa. Aku pun terus menyuruh Alfa untuk menurunkanku tapi dia tetap tidak mau.
Akhirnya sampailah kami di mobil Alfa dengan paksaan Alfa sekuat tenaga. Alfa pun melajukan mobilnya sampai ke rumahku dan tidak ada yang memulai pembicaraan. "Makasi Al." kataku singkat dengan wajah datar karena aku masih kesal. Dia terlalu memaksa tadi. "Hm. Ya. bye Anaya. Gue gak bisa mampir nih. Banyak urusan. " kata Alfa sambil tersenyum. Manis banget. "Siapa juga yang mau ngajakin lo masuk?" tanyaku sinis lalu masuk ke rumah. "Cie Kak Aya. Deket sama Kak Alfa lagi ya? Ckckck. Baru kemarin kayaknya berantem gara-gara diselingkuhin sama Kak Alfa sampe-sampe Kak Alfa nangis histeris minta dibukain pintu buat minta maaf." ejek Acha yang masih fokus dengan drama Koreanya di kamarku. "Siapa juga yang deket sama dia? Ini paksaan tau." kataku sambil menaruh tas biruku di meja belajar kayuku. "Kak Aya, kalo masih sayang ya bilang. Berapa kali sih harus diajak balikan lagi sama Kak Alfa? ck." kata Cia kali ini. "Heh anak kecil gak tau apa diem lo." bentakku kesal menghadap ke Cia yang sedang asyik nonton sama Acha. "Mending kita kecil tapi gak labil banget kayak situ. Nanti malem aja lagi bilang sayang sama Alfa. Besok bilang benci lagi. Lagian kan kita gak jauh mudaan dari situ. Cuman beberapa bulan. Situ tua kok bangga." kata Nia tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop Acha.
Jleb.
Nusuk banget.
Aku pun tak membalas perkataan Nia dan mengganti seragam sekolahku dengan baju santai yang kata Abel dekil. Hhh. Aku pun duduk di meja belajarku sambil memakai kembali kaca mataku dan membaca novelku. Ya cuma ini yang bisa menghiburku. Kalau disuruh memilih, aku lebih memilih membaca novel daripada nonton TV atau nonton drama Korea Acha. Ckck.
Drrrtttt....
HPku bergetar dan segera kuambil. Telepon dari nomor asing. Semoga bukan teror.
"Siang, ini Anaya ya?"
"Hm. Iya. Ini siapa? Ada yang bisa saya bantu?"
"Ini Kak Evan. Nay, lo mau gak jalan-jalan sama gue besok? Kan Sabtu."
"Iya kak. Jam berapa?"
"Jam 7 gue cari lo ya."
"Sip kak. emang kakak tau rumah gue"
"Tau lah. Gue kan sering lewat sana.
"Iya deh kak."
"Bye."
"Bye."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt.
Genç KurguAnaya Fransisca A, seorang gadis yang harus berhadapan lagi dengan masa lalunya yang kelam, seorang gadis yang tegar menghadapi semua cobaan karena Mama, kakak, adik dan sahabatnya. Mampukah Anaya menghadapi masa lalunya dan berhadapan dengan suatu...