Sepanjang sisa pelajaran hari ini Siti tidak berhenti mengajukan banyak pertanyaan pada Ranti.
"Sejak kapan kamu dekat sama Kak Ilham? Kok bisa sih Kak Ilham beliin kamu sepatu baru? Kak Ilham sama Kak Diana udah putus? Atau jangan-jangan kamu jadi orang ketiga?"
"Enak aja. Kak Ilham temennya Kak Rendra jadi dia baik sama aku gara-gara aku adiknya Kak Rendra."
"Masa sih sampai segitunya? Kayanya Kak Ilham ada rasa sama kamu, Ran. Kalau nggak ada mana mungkin dia sampai bela-belain beliin sepatu baru buat kamu."
"Jangan suudzon."
"Itu husnudzon kali bukan suudzon. Kayanya perkataan tempo hari bakal jadi kenyataan deh. Kak Ilham bakal putus sama Kak Diana terus kamu yang gantiin posisi Kak Diana," ucap Siti menggebu-gebu sampai tidak sadar kalau Ibu Neni, guru Bahasa Indonesia tengah memperhatikan bangku mereka.
"Kalau mau mengobrol silahkan keluar dari kelas," ucap Bu Neni sadis.
Siti dan Ranti kompak langsung menunduk dalam-dalam.
***
Sepulang sekolah Ranti menuruti perkataan Ilham. Dia tidak langsung pulang karena harus mencari tahu siapakah yang tega mencuri sepatu buluknya. Tapi sepertinya sepatunya tidak dicuri, melainkan disembunyikan karena bila mau mencuri sepatu kenapa harus sepatunya yang sudah jelek yang dicuri. Kenapa bukan sepatu milik Siti saja yang masih kinclong?
"Ranti." Ilham yang baru keluar dari kelas menghampiri Ranti yang sudah menunggunya di depan ruang guru.
Ranti berdiri canggung di samping Ilham. "Kita mau cari tahu kemana, Kak?"
"Pak Satpam. Di pos Pak Satpam ada monitor cctv. Kebetulan di teras masjid juga di pasang cctv."
Ranti mengangguk paham. Keduanya berjalan menuju pos satpam.
"Kamu yang sepatunya hilang yah?" Tanya Pak Satpam pada Ranti.
Ranti mengangguk.
"Yang nyurinya udah ketemu. Sekarang ada di ruang BK. Kalian langsung ke ruang BK saja."
Ranti dan Ilham menurut. Keduanya berjalan menuju ruang BK yang ada di lantai tiga, di samping perpustakaan.
Ranti memperhatikan seorang siswa yang tengah berbicara dengan Bu Dewi, guru BK. Bu Dewi menyuruh Ranti untuk duduk di samping siswa itu. Sedangkan Ilham berdiri tepat di belakang kursi yang Ranti duduki.
"Kamu siapanya Ranti, Ilham?" tanya Bu Dewi pada Ilham yang tentunya tidak memiliki kepentingan untuk tetap berada di ruang tersebut.
"Calon suaminya, Bu." Jawab Ilham asal.
Wajah Ranti bersemu merah, sedangkan Bu Dewi hanya geleng-geleng kepala tapi tetap mengijinkan Ilham untuk tetap berada di ruangan tersebut.
"Jadi, dia yang nyuri sepatunya Ranti?" tanya Ilham sambil menunjuk ke siswa yang duduk di samping Ranti.
Bu Dewi mengangguk. "Kata Farhan, dia mengambil sepatu Ranti dan menyembunyikannya di gudang karena dia merasa sakit hati sama kamu."
Ranti terperangah. Sontok dia menoleh ke arah Farhan. "Aku punya salah apa ke kamu? Kok kamu sakit hati sama aku?"
Farhan tidak menjawab pertanyaan Ranti. Dia menunduk dalam.
Ilham mendengus kesal. Andai saja tidak ada Bu Dewi ingin rasanya Ilham menonjok Farhan yang sedari tadi hanya diam.
"Farhan bilang, kamu pernah nolak pernyataan cinta dia secara kasar." Lagi-lagi Bu Dewi lah yang menjelaskan duduk permasalahannya.
Untuk kesekian kalinya Ranti dibuat terkejut dengan apa yang barusan dia dengar. "Kamu bohong yah? Nolak cinta gimana? Orang seumur-umur belum pernah ada yang bilang cinta ke aku. Kalaupun ada terus aku nggak suka, aku pasti nolaknya secara baik-baik," ucap Ranti polos, membuat Ilham dan Bu Dewi yang mendengarnya nyaris tertawa. Namun, keduanya menahannya.
Farhan yang sedari tadi menunduk akhirnya mengangkat kepalanya. "Kamu lupa sama aku?"
Ranti mengernyitkan dahinya. "Memangnya kamu siapa? Ini kali pertama kita ketemu kan?"
Farhan menatap Ranti tajam. Dia menghela napas panjang sebelum akhirnya kembali menunduk. "Aku minta maaf atas apa yang hari ini aku lakuin. Aku janji hal itu nggak akan terulang lagi."
"Bagaiman, Ranti. Apa kamu maafin dia?"
"Jangan dimaafin," bisik Ilham.
Ranti mendongak menatap Ilham. "Kasihan. Masa nggak aku maafin."
"Jadi, gimana Ranti? Kamu maafin Farhan apa nggak?"
"A..aku maafin, Bu. Jangan diulangi lagi yah Farhan. Aku minta maaf kalau pernah nyakitin hati kamu."
Farhan mengangguk.
"Jadi kita anggap masalah ini selesai yah?"
"Jangan dong, Bu. Bagaimanapun juga Farhan telah melakukan kesalahan dan setiap kesalahan tentu harus mendapatkan hukuman." Ilham mengutarakan pendapatnya.
"Untuk hal itu kamu tidak usah khawatir. Ibu akan memberikan hukuman untuk Farhan atas apa yang telah dilakukannya hari ini. Sekarang kalian boleh pergi."
Ranti, Ilham dan Farhan mengangguk. Ketiganya berjalan menunju gerbang sekolah.
"Kamu beneran nggak inget sama aku?" tanya Farhan pada Ranti saat mereka baru menuruni lima anak tangga.
Ranti menggeleng lemah, sedangkan Farhan berdecak kesal sebelum berlalu dari hadapan Ranti yang masih terlihat kebingungan.
"Lo harus jaga jarak sama dia."
"Kenapa memang Kak?"
"Kayanya dia psikopat deh."
Mata Ranti membulat sempurna. "Jangan nakutin aku."
"Bukannya nakutin. Kelihatan jelas dari cara dia ngelihatin lo."
Ranti bergidik ngeri.
Dan Ilham tidak membuang kesempatan itu untuk memanfaatkan ketakutan yang terlihat jelas di mata cokelat Ranti, "Gue anterin yah pulangnya?"
Tanpa pikir panjang Ranti langsung mengangguk dan Ilham tersenyum lebar.
"Eh, nggak jadi deh Kak," ucap Ranti saat mereka berdua telah sampai di parkiran.
"Kenapa?"
"Aku nggak bisa kalau harus naik motor ninja. Ribet naiknya, terus nanti ribet juga turunnya."
"Tenang aja, hari ini gue nggak pake motor ninja." Ilham berjalan ke arah parkiran mobil. Dia mengeluarkan kunci mobil yang tersimpan di saku celananya.
"Kak Ilham bawa mobil? Emangnya udah punya SIM?"
"Udah dong," tanpa disuruh Ilham langsung mengeluarkan dompetnya lantas menunjukkan simnya pada Ranti, SIM yang baru saja dia dapatkan tiga bulan yang lalu.
***
23 Jumada I 1440H
KAMU SEDANG MEMBACA
Diamku
SpiritualTeenfict | Romance | Religi "Diamku, bukan berarti aku tidak mencintaimu." Kisah ini tak seindah kisah cinta dalam diam Ali dan Fatimah. Ini hanyalah kisah cinta dalam diam yang sederhana. Sesederhana alasan matahari yang tak mampu bersinar bersama...