Reina merapihkan buku-buku yang berserakan diatas mejanya. Dua menit yang lalu bel istirahat berbunyi menghentikan penjelasan pak Cecep tentang logaritma.
"Lo engga ke perpus? Atau udah berubah pikiran buat ikut kita ke kantin?" Tanya Vania yang melihat Reina diam di bangkunya
"Gue engga berubah pikiran. Gue cuma lagi berpikir."
Vania, Rere, dan Ara mengernyit bingung
"Mikirin apaan si lo?" Tanya Ara
Reina mengubah posisi duduknya ke arah Rere dan Ara yang berada di belakangnya, sedangkan Vania berada di sampingnya dengan posisi yang sama seperti Reina
"Gue rasa Langit belum meninggal."
"Langit?" Tanya Rere. Reina mengangguk
"Nih ya, sejak malam kejadian itu apa jenazah Langit ditemuin? Engga kan? Gue yakin Langit belum meninggal," Ucap Reina
"Rein. Polisi bilang arus sungai malam itu deres banget. Dan kemungkinan besar jasad Langit ikut kebawa arus," Jelas Vania mengingatkan Reina
"Gue engga pernah percaya kata-kata polisi itu."
"Reina, udah dua tahun sejak kejadian itu. Dan lo belum bisa terima kenyataan. Langit pasti sedih kalau lo gini terus Rein," Ucapan Rere membuat Reina bungkam
"Bener kata Rere. Lo harus bisa buka lembaran baru Rein, lo engga boleh stuck terus di masa lalu. Izinin orang-orang baru buat masuk ke hidup lo. Udah cukup lo salahin bumi karena mengambil Langit dari lo." Ucap Ara
"Gue--- cuma bingung. Entahlah hati gue engga pernah rela kalau melihat kenyataan Langit udah pergi." Reina menghela napas kasar. Kemudian, berharap sekarang ia benar-benar akan pergi dari bumi.
"Lo harus terima orang baru masuk ke hidup lo Rain, kasih orang lain kesempatan buat memperbaiki hati lo." Saran Rere membuat Reina mengingat sesuatu
"Yang lo maksud Alden?" Tanya Reina
Rere tersenyum jahil "Gue engga bilang, kalau lo bilang gitu berarti lo yang mulai berpikir buat kasih Alden kesempatan."
Vania dan Ara tersenyum menggoda Reina
"Jadi, apa yang udah Alden ungkapin ke lo?" Tanya Vania
Reina mendengus "Apa si. Orang engga ada apa-apa."
"Karena lo pasti belum tahu tentang Alden, apa mungkin kita harus ngejelasin?" Tanya Vania
Reina diam memikirkan "Boleh deh."
"Ayok Ra jelasin," Ucap Vania sambil menatap Ara
"Oke gue jelasin. Jadi Alden itu anak XI Ips 1, dia itu most wanted nya SMA Harapan. Sumpah Rein lo bener-bener tertutup banget sampai most wantednya SMA kita aja lo gatau."
Reina memutar bola mata malas "Itu bukan hal penting yang harus gue tau Ra."
"Terserahlah, gue lanjutin. Alden itu bisa dibilang bandel. Soalnya dia itu suka bolos pelajaran, sering ngerokok di Suksih. Tapi, Alden juga pinter. Waktu kelas X, dia jadi juara 1 pararel se-jurusan IPS."
"Buat apa pinter kalau kelakuannya minus. Kalian dukung gue sama cowok kaya gitu?" Tanya Reina
"Ini nih, lo selalu nyuruh gue baca buku tanpa lihat covernya bagus atau engga. Tapi yang harus gue lihat isinya, sama aja kaya gini Rain. Lo baru tahu Alden luarnya, lo belom masuk ke dunianya," Ucap Vania
Vania menghela nafas "Alden itu asik. Dia ngebandel buat pelampiasan dia karena masalah keluarganya aja, itu kata Jordi."
"Alden juga engga pernah kedengeran bawa cewek, atau pacaran sama cewek. Justru malah Alden yang ditembak cewek terus," Ucap Rere yang sedari tadi fokus bermain game di handphonenya
KAMU SEDANG MEMBACA
ReinAlden (end)
Teen FictionReina dan Alden. Dua manusia yang memiliki kisah dan luka di masa lalu. Reina yang menjadi tertutup karena kehilangan cinta pertamanya. Juga Alden yang berusaha mencari tahu penyebab kepergian bundanya. apakah Reina akan membuka hati untuk Alden? Da...