Epilog

277 17 1
                                    

  Happy Reading❤
***

 Satu tahun berlalu.

Kini Reina beranjak menjadi siswi SMA kelas dua belas, yang sebentar lagi akan menikmati masa-masa bangku perkuliahan.

Dan kisahnya satu tahun lalu, telah menjadi jembatan dirinya untuk menuju dewasa. Tentang bagaimana rasa bersalah dan penyesalan. Bagaimana cara mengikhlaskan, dan menerima semua takdir.

Kini Reina berprinsip untuk tidak mengungkit kenangan masa lalunya. Biarkan semua kisah lalu itu melewatinya, tanpa ia tengok kembali.

Disini Reina, di sebuah pemakaman. Menatap gundukan tanah di depannya. Reina meneteskan air mata, ia sangat merindukan seseorang yang terkubur di dalam sana.

Seseorang yang harus pergi karena dirinya.

"Reina." Panggilan seseorang membuat Reina menoleh.

"Angkasa, kenapa?"

"Udah sore, mau pulang?"

Reina kembali menatap gundukkan tanah di depannya, "Reina pulang dulu ya, nanti Reina pasti kesini lagi."

Reina bangkit dan menghampiri Angkasa, "Ayok pulang."

Angkasa merangkul gadis yang sudah ia anggap sebagai adiknya itu, "Mampir dulu ya bentar, Ara nitip sesuatu."

***

Reina sampai rumah pukul Sembilan malam. Perjalanan dari Bandung ke Jakarta memakan waktu empat jam lebih.

Pintu rumah terbuka sebelum Reina membukanya. Seseorang yang membukakan pintu membuat senyum senang terukir dari bibir Reina.

Namun, senyumnya perlahan memudar ketika orang itu memberikan tatapan tajam kepada Reina dan Angkasa.

"Darimana?" tanya orang itu datar.

"Bandung," jawab Reina.

"Rein, kayanya gue harus pulang deh. Daripada gue bonyok kan disini, gue juga mau mampir kerumah Ara. Takut kemaleman."

Reina hanya mengangguk kemudian tersenyum pada Angkasa, "Makasih, ya Kas. Hati-hati."

Setelah Angkasa pergi, Reina kembali menatap laki-laki di depannya.

"Kenapa engga izin mau ke bandung?"

"Kamu engga bisa dihubungin, aku juga engga tau kalau hari ini kamu pulang ke Jakarta."

Laki-laki itu hanya menghela napas dan masuk ke dalam rumah Reina.

"Alden." Panggil Reina.

Iya, laki-laki itu Alden. Laki-laki yang satu tahun lalu hampir pergi karena menyelamatkan Reina.

Karena keajaiban dan pertolongan Tuhan, entah bagaimana Alat elektrokardiogramnya kembali menunjukkan detak jantung Alden yang telah divonis meninggal oleh dokter.

Kemudian, beberapa jam setelah itu Alden membuka mata. Dan kembali pada dunia yang nyata.

"Maafin aku, Al."

"Hm."

"Aku tiba-tiba pengen ke makam Langit. Lagian mumpung masih libur sekolah."

"Iya tau."

"Alden, aku serius. Aku mau ajak kamu, tapi kan kamu lagi di Singapore."

"Iya."

"Ish. Alden, aku minta maaf. Jangan cuek gitu."

Alden mengubah posisi duduknya menghadap kearah Reina.

"Iya, sayang. Aku maafin,"ucap Alden membuat pipi Reina memanas. Meski hampir setahun mereka menjalin hubungan yang lebih dari sekedar teman. Namun, tetap saja Reina masih salah tingkah ketika Alden bersikap sangat manis.

"Gimana pernikahan Om Guntur sama Tante Mara?" tanya Reina mengalihkan topik.

"Lancar."

"Raisya gimana?"

"Baik-baik aja, dia mulai manggil aku pake embel-embel abang."

Reina terkekeh,"Iya? Lucu dong."

"Lucu darimana, kesannya aku kaya abang-abang tukang bakso yang suka lewat depan komplek."

"Kan emang mirip."

Alden menarik hidung Reina gemas, "Tapi kamu suka."

"Kebetulan aja," ucap Reina sambil melepas tangan Alden dari hidungnya.

"Raisya mau ketemu kamu."

Reina menatap Alden, "Dia udah maafin aku?"

"Justru dia mau minta maaf sama kamu, kamu mau kan?"

Reina mengangguk, "Mau."

Tiba-tiba Alden menarik Reina kedalam pelukannya. Membuat gadis itu sedikit tersentak sebelum akhirnya membalas pelukan Alden.

"Makasih Rain, untuk segalanya."

"Aku yang harusnya bilang makasih."

Alden mengusap Rambut gadis itu. Sebelum akhirnya berbisik, "I love you."

Reina menggigit bibir bawahnya, ia sangat bahagia. Reina memeluk Alden lebih erat.

"I love you too, Alden."

***

Gimana epilognya?

Kali ini ReinAlden beneran berakhir. Huh lega banget gue wkwk

Semangat sahur pertama besok, semoga puasanya lancar sampai idul fitri nanti..

Nah, sambil menemani puasa kalian, mampir ke cerita baru aku yuk judulnya A&R. Bisa kalian cek di work aku.

Prolog A&R:

Sebelum menulis ini, aku berpikir. Haruskah aku buka lagi luka lama itu? Tentang rasa sakit yang mengelilingi kita tiga tahun lalu. Tentang kita yang membuat semua terasa jauh.

Aku tidak ingin, siapapun yang membaca ini menangis karena luka yang menyakiti aku, kamu, dan mereka. Cukup. Jangan ada air mata yang kembali tumpah karena ini semua.

Semua rasa dan akhir yang terjadi harus menjadi pelajaran, bagaimana kita sama-sama menyadari tentang sesuatu yang seharusnya diungkapkan. Bukan dengan membohongi diri sendiri demi keegoisan logika semata.

Aku tidak pernah berniat mengingat segalanya lagi. Namun, bukankah kenangan merupakan pelajaran terbaik? Kenangan yang membawa kita pada titik ini.

Aku tulis semua luka pada setiap inci cerita ini. Bukan untuk membuat aku kembali menangis, bukan juga untuk membuat kalian menumpahkan air mata. Hanya untuk mengingatkan, bahwa sebelum kita bisa melangkah ada beberapa hati yang harus dibiarkan patah.

Gimana prolognya? Penasaran ga sama ceritanya? Ayok baca! Wkwk

See you di lapak sebelah ya ❤

ReinAlden (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang