Part 8 (Masalalu)

924 160 46
                                    

Aliando Wijaya
Sisy Rosse Swan

NO COPAS NO BULLY

Brum!

Suara mobil Ali melaju cepat di jalanan kota London, Inggris. Dia tidak tau mau kemana Ali bukan orang yang suka berbagi penderitaan dengan orang lain. Tapi hari ini dia membutuhkan teman untuk berbagi. Teman untuk mengadu segala gundah gulana di hatinya.

"Bunda... Ali ingin di samping Bunda," tubuh Ali gemetar, bayangan wajah Ibu kandungnya tiba-tiba terlintas begitu saja di pikirannya. "Seandainya ada Bunda di sini, pasti semua gak kek gini kan Bun?"

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Ali memukul stir mobilnya berkali-kali. Sampai telapak tangannya berubah merah. Dia tidak peduli jika harus terluka sekalipun. Rasa sakit hatinya lebih parah ketimbang luka fisik.

"Aaaaakkhh!!" Ali frustrasi dia berteriak kencang di dalam mobil. Mengacak-acak rambutnya.

Memikirkan keputusan untuk keluar dari rumah Leon. Kenapa terasa berat pergi dari rumah itu? Kenapa rasanya ingin kembali dan memeluk Dara? Seandainya Papanya tidak sekeras itu mungkin semua ini tidak akan terjadi. Mungkin dia masih di sana tapi sayangnya itu tidak akan terjadi karena Ali sudah memilih untuk keluar dari rumah Mr. Damico.

....

Di Ruang Keluarga rumah Mr. Swan.

"Jauhi anak itu Bie," titah Jorn Roman Swan dingin tepat di hadapan putrinya di ruang keluarga. "Papi tidak mengizinkan mu ketemu dengannya lagi."

Sisy tidak langsung menjawab dia hanya melihat mimik wajah Papinya.
Sisy bingung, entah apa yang salah dari Ali. Kenapa Papi meminta Sisy menjauhi Ali. Pemuda yang baru di kenalnya itu. Ali tak pernah melakukan hal buruk padanya kenapa dia harus menjauhi Ali.

"Ta..tapi kenapa Pi? Ali bukan orang jahat dia baik Pi,"

Entahlah, tiba-tiba Sisy berani membantah ucapan Papinya. Seakan dia gak rela harus menjauhi Ali. Walaupun Sisy ketakutan dia tetap ingin tau alasan Papinya meminta dirinya menjauhi Ali.

"Dia tidak baik untukmu Bie, dia maupun keluarganya,"

"Kenapa Papi ngomong kek gitu? Apa yang Bie tidak tau tentang Ali?" suara Sisy terdengar menuntut. Hatinya bergemuruh perih. Kenapa Papinya memintanya menjauhi Ali? Kenapa harus Ali? Kenapa bukan Axel! Cowok yang selalu dan jelas-jelas menyakiti hati dan perasaannya.

Mata biru Jorn Roman Swan menatap tajam ke arah putrinya. Tatapannya lebih serius dari yang tadi. Membuat Sisy sedikit takut. Tapi Sisy tetap menunggu jawaban.

"Jadi Bie mau tau," ujarnya dingin.

Dia menyilangkan tangannya di dada lalu mulai mengatakan hal yang membuat Sisy terkejut juga shock.

"Dia keluarga pembunuh! Karena keluarga dia Mami mu menderita selama dua puluh tahun Bie. Keluarga dia yang menyebabkan Bibimu Nikita Meninggal. Sampai hari ini pun kalo Mami mu ingat tentang kematian Nikita yang gak masuk akal dia pasti menjerit menangis gak terima! Kamu ngerti! Jauhi keluarga Wijaya! Jauhi pemuda itu!"

Tubuh Sisy kaku. Dia masih tak habis pikir dengan penjelasan Papinya barusan. Terasa gak mungkin dan gak masuk akal. Kenapa harus Ali yang menjadi bagian masalalu keluarganya yang kelam. Kenapa bukan Axel atau cowok yang lain.

Rasanya benar-benar perih. Di hati Sisy. Sesak tapi Sisy tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Dia hanya bisa duduk lemas di sofa empuk di ruang keluarga.

TERLANJUR CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang