Part 7 (Pertemuan Keluarga)

926 177 96
                                    

Aliando Wijaya
Sisy Rosse Swan

NO COPAS NO BULLY

"Tunggu Edward! Suruh anak itu menghadap ku sekarang!" Leon yakin ini harus segera di hentikan.

....

Langkah kaki Aliando tampak terburu-buru ke suatu ruangan berukuran sedang. Ruang kerja milik Papanya. Pintu bercat coklat tua itu di buka Aliando tanpa mengetuknya terlebih dahulu.

Aliando tampak kesal hari masih siang dan dia sudah harus meninggalkan Sisy sendirian di kampusnya. Hanya karena orang kepercayaan Papanya menghubunginya menyuruhnya untuk segera pulang.
Tentu saja Sisy dengan sikap manisnya mengizinkan Ali meninggalkannya di kampus. Untungnya ada teman seangkatannya yang mengajaknya ngobrol dan bersedia menemaninya. Paling tidak Ali tidak begitu merasa bersalah pada wanita mungil di hadapannya itu.

"Papa! Kenapa Papa nyuruh Ali pulang lewat Ed lagi! Emang ada masalah apa sih Pa? Sampe gak bisa di bicarain di telvon!" suara Ali tampak sedikit keras.

Belum pernah Aliando meninggikan suaranya di depan Papa angkatnya tersebut. Baru kali ini.

Leon tampak tenang melirik ke arah mata tajam Aliando. Sekilas dia seperti melihat Aliandra, cowok arrogan, angkuh yang pernah menjadi musuhnya hanya karena satu wanita yaitu Prilly, bundanya Aliando.

"Begitu cara mu bicara dengan Papa?" Leon masih berusaha bersikap sangat tenang. "Apa wanita itu sekarang lebih penting dari pada keluarga mu?"

Ali membuang mukanya tangannya mengepal menahan marah. Nafasnya hampir sesak lalu sedetik kemudian dia menatap lurus ke arah mata Leon.

"Keluarga Ali lebih penting Pa karena Sisy juga akan menjadi bagian dari keluarga Wijaya," serunya mantap. "Jadi menurut Papa apa bagus meninggalkan keluarga sendirian di___,"

"Aliando lupakan perempuan itu," suara Leon memerintah, memotong kata-kata yang terucap di bibir Ali barusan.

"Ma..maksudnya?" Ali mulai bingung. Dia mulai tidak mengerti. Perempuan itu? Perempuan siapa?

"Apa kata Papa belum jelas! Lupakan Sisy! Sisy Rosse Swan! Dia tidak akan pernah jadi bagian keluarga kita! Lupakan perasaanmu tentang dia!"

Kalimat Leon seakan memberikan ombak besar di hati Aliando. Nafasnya sesak. Baru kali ini dia merasakan apa itu perasaan jatuh cinta. Perasaan menginginkan seorang wanita dan dengan mudahnya orang yang selama ini di anggap Papanya itu memintanya melupakan Sisy.

Itu tidak akan pernah terjadi. Karena cuma dia yang Ali inginkan.

"Maaf Pa Aliando tidak bisa," jawab Ali sedatar dan setenang mungkin.

Kalo boleh memilih dia ingin berteriak sekencang mungkin dan mengatakan dia tidak akan menuruti kemauan Papanya itu. Yang benar saja ini menyangkut perasaan dan Ali gak bisa begitu saja membuang perasaannya.

"Ali kamu boleh memilih wanita manapun tapi jangan wanita itu! Pikirkan keluarga kita! Mamamu juga Bundamu! Jangan egois Aliando Wijaya!" kini suara Leon meninggi.

Dia berdiri dari duduknya. Melangkah ke arah Ali.
Dahi Ali berkerut dia semakin tidak mengerti kenapa Mama dan Bundanya di hubung-hubungkan dalam masalah ini. Memangnya apa hubungannya Sisy dengan mereka berdua?

"Pa kenapa sampe bawa Bunda sama Mama?" suara Ali tidak lagi tenang.

Dia menggeram emosi. Sorot matanya setajam mata elang.

Leon bersandar duduk kembali mengingat bayangan masalalu dua puluh tahun yang dia lupakan. Walaupun dia yakin dia sebenarnya tidak akan pernah mungkin melupakan kejadian itu.

TERLANJUR CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang