14

48 3 0
                                    

Aku melihat hal yang tidak biasa. Yang kukira itu mimpi atau halusinasi, ternyata adalah kenyataan.

Kukira dia perempuan biasa. Setelah melihatnya hari ini. Aku bisa menyimpulkan sendiri, dia bukan perempuan biasa-biasa saja.

Aku ingin mencari tahu lebih tentangnya, karena rasa penasaran ini, tapi... aku harus melakukannya sendiri. Karena, jika aku mengambil jalan yang mudah untuk mendapatkan informasi tentangnya, pasti aku melewatkan banyak waktu.

Tapi kalau dia menolak? Haruskah aku juga berhenti, jika dia menyuruhnya?, pikir Jin.

...

chat~

Jin : bukannya aku terlalu percaya diri. Aku rasa kamu juga menyadari kehadiran ku tadi. Aku baru tahu semua itu.

Seoji : 'tahu semua itu'?

J : sisi kamu yang lainnya, dan... aku ingin tahu semuanya tentang kamu.

S : untuk apa kamu ingin mengetahui semuanya?

J : seperti pertama kali kita bertemu, aku merasa gak asing melihat wajah kamu waktu itu... dan ingatan itu kembali lagi, ketika aku melihat kamu di Gala Dinner tadi.

S : apa kamu siap? Apa kamu mau bertanggung jawab jika kamu sudah mengetahui semuanya?!

J : maksud kamu apa?

.
.
.

"Wonbin~"

"apa?"

"sakit..."

"kaki kamu masih sakit?!"

Seoji menggeleng. Lalu meringkuk, merangkul selimut tebal didepannya. Wonbin mendekat, sambil mengelus perlahan rambut Seoji.

"istirahatlah sekarang, biar aku temani sampai kamu tertidur."

"lihatlah HP-ku, aku harus bagaimana~?" lirih Seoji.

Wonbin mengambil handphone milik Seoji, lalu dibacanya chat dari Jin. Setelah mengerti, Wonbin menaruh kembali handphone itu.

"udah bagus. Ingat ya, Seo... aku tidak akan menghentikan kamu, kecuali itu sudah merugikan kedua belah pihak. Sekarang, kamu mau lanjut atau tidak?"

Seoji mengangguk pelan, sambil memegang erat tangan Wonbin.

"bagus, sekarang tidurlah." 

"tinggal lah sebentar~"

"iya." jawab Wonbin, sambil membetulkan selimutnya Seoji.

...

Besoknya di kampus

"jadi ini jawaban dari semuanya? Lu udah setuju dengan semua rencana itu?! Intinya lu benar-benar mau balas dendam?!" sambar Chae.

Seoji yang baru datang, kaget melihat reaksi Chae yang tiba-tiba meledak. Seisi studio seni, melihat ke arah mereka.

"tujuanku bukan balas dendam." jawab Seoji.

"sama aja. Apa bedanya, ah?!"

Eun berlari ke arah Seoji dan Chae. Berusaha menenangkan Chae tapi dia tetap ngotot.

"kamu ini kenapa sih?!" tanya Eun, yang sudah merasa kesal dengan sikap Chae yang terlalu berlebihan.

"gue pingin dia itu gak usah akting. Cukup ikhlas, itu udah bagus. Apa Ayah Ibu, bangga melihat lu berbuat begitu?! Coba lu pikir lagi."

Seoji malas berdebat panjang lebar dengan Chae. Dia menarik nafas panjang, lalu berbalik menghindar.

"jangan kabur, gue belum selesai!"

Seoji diam, lalu berbalik kembali, mendekatkan dirinya tepat 5 cm di depan Chae.

"kalau lu gak suka, cukup diam. Kalau lu gak tahu, cukup cari tahu. Jangan seperti ini. Lebih baik, urus masalah kalian masing-masing dulu, sebelum ngurusin gue."

Seoji berbalik keluar dari Studio Seni, menuju tempat favorit nya, rooftop. Berjalan cepat, lalu berlari menuju atas.

 Berjalan cepat, lalu berlari menuju atas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Duduk sambil mengatur nafasnya. Merasakan hembusan angin pelan, juga merasakan terik panas matahari, menyengat kulitnya.

Seoji merebahkan dirinya, tidak peduli itu kotor atau panas lagi. Dia hanya butuh udara. Perlahan menarik dan mengeluarkan nafasnya kembali. Di lihatnya langit siang yang bersih tanpa awan putih. Memandang jauh di depannya. Lalu menutup kedua matanya, kembali mengatur nafasnya kembali.

"maaf... maaf..." lirih Seoji, sambil menangis. "aku tahu kalian khawatir, aku tahu. Tapi... cara kalian membuat aku menjadi ragu dengan tindakan ku... Aku ragu... di satu sisi... aku merindukan kalian~"

Seoji terisak, menahan emosinya agar tidak menangis keras. Dia membuka kedua matanya, dan kaget melihat seseorang yang berdiri di depannya, berusaha untuk menutupi dirinya agar tidak kepanasan.

"Jin?!"

"hai... kayaknya aku salah tempat nih."

"kamu dengar semuanya?!"

Jin hanya tersenyum.

"aku disini sudah dari tadi pagi."

"pagi? Ngapain?"

Jin menunjuk pojok tembok disebelah sana. Banyak kertas berserakkan dan buku menumpuk. Seoji mengangguk mengerti ketika melihatnya.

"apa aku menganggu?"

"nggak." jawab Jin sambil menggeleng tersenyum. "bangunlah... duduk sana lebih baik, daripada pakaian kamu yang kotor." Jin mengulurkan tangannya ke arah Seoji dan tanpa ragu, Seoji menerima tangan itu lalu bangun berdiri.

"Jin..."

"ada apa?"

"kenapa kamu gak bertanya?"

"kalau soal tadi... lebih baik jangan di bahas kan?"

"iya. Ya udah, kamu lanjut aja. Aku ke studio dulu."

"kalau aku menyuruh kamu tetap disini, gimana?"

Seoji menatap tajam kedua mata Jin dengan serius. Mata coklatnya yang seakan berkata tetaplah disini, sampai ke Seoji. Seoji menutup kedua matanya. Menyandarkan tubuhnya, lalu perlahan mengatur nafas.

"aku tidak akan menganggumu lagi." seru Seoji.

"aku juga." balas Jin.

Beberapa detik, menit, waktu terus berjalan. Mereka saling diam. Jin sibuk dengan tugas kuliahnya. Seoji tetap menutup kedua matanya sambil mendengarkan musik lewat earphone nya.

EYES [[JIN]] 👀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang