Bagian 1

772 47 3
                                    


Seorang pemuda tergeletak ditanah, nafasnya tertahan menahan sakit akibat benturan yang baru saja dia alami. Mata 'hijau kiwi' nya berkedip heran dengan kejadian singkat beberapa saat lalu. Dia baru saja keluar dari rumah, sebelum sesuatu menabrak kakinya dan menghempaskan tubuh tinggi langsingnya ketanah. Pemuda itu segera berdiri dan mencari sesuatu yang tadi menabrak kakinya. Tapi dia hanya menemukan sebuah batu berwarna abu-abu seperti batu sungai. Dengan kesal dia memungut batu itu lalu bergumam dalam hati 'heh.. tak disangka kau mampu menjatuhkan ku' . Tepat saat dia ingin melempar batu itu, seseorang menarik tangannya, membuat dia terkejut.

"Kain, apa yang kau lakukan? Ayah sudah dari tadi menunggumu", ujar sang ayah yang langsung menariknya masuk kemobil.

Satu jam perjalanan telah berlalu, mobil ayah Kain berhenti didepan pintu gerbang besar. Tulisan 'Sekolah Pribadi Yasugi' tepasang diatas gerbang. Asrama dan sekolah Yasugi berjarak satu mil dari kuil agung Izumo. Daerah disebelah selatan pegunungan Izumo ini terkenal memiliki banyak kekuatan spiritual, konon dikatakan bahwa dewa Ookuninushi dan yang lainnya setiap bulan akan bergantian memurnikan daerah pegunungan Izumo dan sekitarnya, kemudian melepaskan energi positif untuk diserap tumbuhan dan makhluk hidup lainnya demi membantu pertumbuhan mereka. Selanjutnya hal ini menjadi kebiasaan yang terus dipertahankan turun-temurun oleh para pendeta hingga saat ini.
Setelah bertukar kata dengan sang ayah, Kain berjalan masuk menuju asrama. Sesampainya dikamar Kain baru sadar bahwa tangannya masih memegang batu sungai abu-abu sejak tadi, dan langsung melempar batu itu kesudut kamar.

"AWW..",

Kain terkejut dan langsung mencari sumber suara, namun selain dirinya dia tak melihat siapapun dikamarnya, Kain juga tidak melihat ada yang aneh disana. Tiba-tiba batu sungai yang baru saja dia lempar mengeluarkan asap putih disekelilingnya. Dengan sigap Kain langsung mengambil senjata 'bloody rose' dari pinggang dan mengarahkannya ke batu, siap untuk menembak. Semakin lama kepulan asap semakin tebal dan mulai mengeluarkan aroma yang menyesakkan. Kain masih dalam posisi siaga memegang pistol ditangan. Dia menyipitkan mata saat melihat batu itu mulai bergerak dan perlahan berubah bentuk menjadi sosok hitam berwajah tengkorak mengerikan dengan rambut api hitam yang membara. Namun Kain masih berdiri sigap belum menembakkan senjatanya. Matanya lurus menatap sosok itu dengan tegas.

"Anak bodoh, kau seharusnya menembakku tadi sebelum aku berubah sepenuhnya", ujar sosok itu dengan suara berat yang menggema.

"Aku punya prinsip, 'tidak menyerang jika tak diserang'", Kain tenang menjawab. Tidak ada ketakutan diwajah anggunnya. "Apa mau mu? Kalau kau tidak ada urusan, sebaiknya kau pergi dari sini".

"Apa kau membuangku setelah memungutku?", senyum geli melintas diwajah sosok hitam itu. Namun sebelum Kain menjawab terdengar ketukan di pintu, disusul dengan suara seorang pria memanggilnya.

"Hey..Tuan ketua OSIS".

Kain memandang sosok hitam dengan penuh peringatan seolah mengatakan 'tetap diam disitu', sebelum akhirnya berjalan dan membuka pintu. Kain adalah ketua OSIS Sekolah Tinggi Yamagi sekaligus juga anak dari pemilik sekolah. Dan orang yang ada dihadapannya saat ini adalah Ichijou Akatsuki, wakil ketua OSIS. Dengan malas Kain menjawab, "ada apa tuan wakil ketua OSIS?".

"Kenapa kau baru kembali? Kau tidak lupa janjimu untuk menggantikan ku berpatroli hari ini kan?"

Sesungguhnya Kain lupa dengan janjinya. Kain menyentuh hidungnya dengan canggung saat berkata, "mana mungkin aku lupa, aku akan segera ke pos", setelah menutup pintu, Kain langsung berjalan ke posisi pos patrolinya, dan mengabaikan makhluk hitam yang saat ini masih berada dikamar.

Setiap malam beberapa murid terpilih, ditunjuk untuk patroli bergilir di area asrama. Tugas mereka adalah melindungi para murid dari makhluk-makhluk aneh yang mencoba mengganggu mereka. Walaupun di lingkungan sekolah sudah ada penghalang yang melindungi, namun kadang beberapa yokai (siluman) masih mampu menyelinap masuk dan menyerang para murid.

Malam ini nampaknya lebih tenang, sudah lewat tengah malam Kain berpatroli namun tidak ada kejadian aneh yang muncul. Setelah gilirannya selesai Kain kembali menuju kamar.
"Kenapa kau masih disini?", tanya Kain yang baru saja masuk dan melihat sosok hitam itu berbaring dikasurnya.

"Kau yang membawaku, jadi kau harus mengurusku"

Kain memutar bola matanya dan berjalan menuju jendela. "Baiklah kalau itu mau mu, aku akan mengurusmu dengan cara ku", Kain tersenyum dan membuka jendela, namun matanya terlihat sadis, tak ada senyum sedikitpun. Salah satu tangannya terangkat didadanya. Sosok hitam itu mengarahkan pandangannya mengikuti tangan Kain yang mengarah ke luar jendela seolah mengatakan 'silahkan keluar maka aku sudah selesai mengurus mu'.

Tanpa berkata dia bangkit dari kasur dan menuju jendela. Melihat hal ini Kain terkejut namun juga bahagia, tak menyangka bahwa bisa semudah ini mengusirnya. Tapi ternyata sosok itu hanya menjulurkan tangannya keluar jendela sesaat dan langsung kembali menariknya. Kain kesal merasa dipermainkan, namun pikiran itu segera ditepis saat dia melihat sesuatu yang menggeliat di tangan sosok hitam itu.

"Lepaskan!! Kau menyakitinya!!".

"Dia yokai", sahut sosok hitam itu sambil melepaskan cengkrannya dan sesuatu yang menggeliat tadi langsung melompat kearah Kain, gemetar ketakutan.

"Mame temanku dia tidak jahat!".

"Anak aneh", pikir Hisa saat memperhatikan Kain yang bicara pada Mame.

"Mame,,, tidak apa, jangan takut kau aman bersama ku", ucap Kain sambil mengelus Mame, yokai kecil bertelinga lancip mirip kurcaci, hanya saja Mame terlalu kurus hingga memperlihatkan jejak tulang rusuknya dibalik kulit. "Dan kau, jika kau tidak mau ku usir dari sini, sebaiknya kau berperilaku baik", ucap Kain sambil menunjuk mengancam sosok hitam. Walaupun kadang ada yokai jahat yang berhasil masuk, tapi para guru dan penjaga pasti akan merasakannya. Dan sepertinya kemunculan makhluk aneh dikamarnya ini tidak menarik alarm mereka. akhirnya Kain memutuskan untuk membiarkannya tinggal. "Tapi jelaskan padaku siapa dirimu dan apa mau mu", Kain merasa inilah yang seharusnya dia tanyakan lebih dulu.

"Aku Hisa. Aku tidak memiliki maksud apapun, kalau bukan karena bocah tadi membangunkanku, saat ini aku pasti masih tidur nyenyak dipersembunyianku".

"aku juga tidak diuntungkan dengan kejadian ini, jadi berhentilah protes dan jangan sebut aku bocah, namaku Kain, Kaidou Kain".

"Tapi setidaknya kau tidak rugi, karena itu kau harus merawatku", sahut Hisa.

Kain cukup malas untuk berdebat, dan hanya naik ketempat tidur, dan berbaring disamping Mame yang sudah tertidur.
Hisa yang menganggap itu sebagai ucapan setuju dari Kain langsug tersenyum dan berjalan ke sofa untuk tidur. Ketua OSIS dan wakilnya, ketua asrama dan wakilnya, serta beberapa pengurus inti lainnya mendapatkan kamar istimewa, satu kamar satu orang dan dengan perabotan yang bagus. Jadi tak heran jika ada sofa di kamar Kain.

Esok paginya, setelah berpesan pada Hisa untuk tidak pergi kemanapun, Kain berangkat ke sekolah. Hisa merasa bosan dan mencoba menghabiskan waktu dengan membaca beberapa buku yang ada di kamar Kain. Sesekali dia memandang keluar jendela jika bosan. Di malam hari pun Kain jarang menghabiskan waktu dikamar, karena membantu teman-temannya berpatroli. Rutinitas seperti ini terus berlangsung hingga tanpa terasa tiga bulan telah berlalu. Namun akhir-akhir ini Hisa senang menantikan malam tiba, karena dimalam hari dia bisa melihat Kain melawan yokai yang mencoba menerobos masuk penghalang. Kain dibawah cahaya bulan dengan rambut abu-abu keperakan berdiri memegang bloody rose ditangannya begitu anggun dan elegan, namun sinar dimata kiwinya begitu tajam tidak menunjukkan rasa ampun. Tanpa ragu Kain menembakkan bloody rose pada setiap yokai yang mulai menyerangnya. Seperti yang pernah dia katakan, bahwa dia tidak akan menyerang lawan yang tidak menyerang.
Malam ini tampaknya tidak ada Yokai yang datang, Kain bermain dengan Mame dan yokai kecil lainnya dan tertawa bersama. Melihat hal itu membuat Hisa tersenyum dan berfikir, "jiwa yang begitu murni namun tak kenal ampun. Sungguh sangat indah". Tepat pada saat bersamaan Kain menoleh kearahnya dan tersenyum. Walau wajah Hisa terlihat seperti tengkorak, namun entah kenapa Kain tahu bahwa Hisa sedang tersenyum kearahnya.

Kakak reader... tolong kasih kasih kritik dan masukan ya buat coretan amatir akuh... demi meningkatkan kreatifitas akuh yang masi jongkok ini...
Makasii 😘😘

Eien IjouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang