Bagian 3

420 33 1
                                    

Setelah pertemuannya dengan Shiroku, lagi-lagi Hisa harus memberi penjelasan kepada Kain. Walaupun Kain tidak percaya sepenuhnya dengan cerita Hisa, namun dia tidak peduli karena menurutnya itu bukan urusannya.
Saat ini Hisa sedang bersiap-siap, dia masih dengan wujud aslinya, hanya saja rambut Hisa berwarna coklat tanpa ada 'ekor' rambut merah di belakangnya, tetap tampan tapi lebih terlihat biasa. Seperti yang sudah dijanjikan pada Kain, dia akan membantu menyelesaikan masalah yokai. Hisa dan Shiroku sepakat untuk menghalau yokai di Yomotsuhirasaka berdua saja dan membiarkan orang-orang lainnya berjaga di sekitar kuil dan sekolah. Melihat kondisi Kain yang masih lemah, Hisa menyuruh Kain istirahat sepenuhnya hari ini.

Malam ini hari ke-17 kalender lunisoner, yang artinya hari terakhir Kamiari Matsuri berlangsung. Sesuai dugaan Kain, akan lebih menguntungkan mengirim Hisa dan kepala sekolah langsung ke Yomotsuhirasaka, yang menjadi pusat datangnya para yokai, karena dengan begitu akan lebih sedikit yokai yang datang ke sekolah maupun ke kuil.
Aura di sekitar asrama tiba-tiba mencekam, burung beterbangan di udara dengan kacau, Kain dan kelompoknya segera bersiap memegang senjata, "Aaaaaahh....", semua orang segera menoleh kearah suara. Salah satu penjaga tersungkur di tanah, kakinya sudah separuh tertanam ke dalam, namun dia tepat waktu menusuk tangan yang menariknya sebelum tubuhnya ditarik sepenuhnya kedalam tanah. Satu detik kemudian tanah bergetar dan makhluk aneh muncul dari dalam.

Beberapa jam berlalu namun mereka sulit dikalahkan, setiap kali hancur makhluk itu akan terus bangkit. Kain menyuruh Akatsuki mengumpulkan semua siswa di aula, agar para penjaga bisa berkumpul dan fokus melindungi di satu tempat. Namun mengalahkan musuh yang tidak bisa mati sungguh diluar kemampuan mereka. Tak terkecuali Kain, dia terlihat pucat, keringat bercucuran, tepat saat dia akan menembakkan bloody rosenya tiba-tiba Kain tertunduk ditanah, memuntahkan semua isi perutnya. Melihat Kain lengah, musuh langsung melemparkan tombak kearah Kain. Namun sebelum tombak itu mampu mengenai kulit Kain, angin kencang melintas membelah tombak menjadi serpihan dan terus menuju kearah musuh. Dalam hitungan detik musuh langsung tumbang. Hisa berdiri disamping Kain, bermaksud untuk menggendong Kain pergi dari pertempuran, namun segera mendapat penolakan. Kain terus melanjutkan pertempurannya, namun lagi-lagi dia tertunduk dan muntah. Hal itu terus berulang hingga Hisa menarik paksa Kain menjauh dari pertempuran, "Kau tidak akan mampu bertarung saat kau HAMIL!!". Kain belum dapat mencerna perkataan Hisa, namun Hisa sudah menggendongnya, "Shiroku, jika kau tidak bisa membersihkan kekacauan ini, jangan pernah tunjukkan wajahmu dihadapanku!", perintah Hisa pada kepala sekolah sebelum membawa Kain menjauh dari pertempuran.

Hisa membaringkan Kain yang masih terdiam dikasur, menyentuh perut Kain mencoba memastikan apa yang sekilas tadi dia rasakan ditempat pertempuran adalah benar, "Kain.. sungguh, aku dapat merasakan energi ku didalam dirimu".
"Maksudmu, di dalam perutku ini ada sebuah kehidupan?", Hisa mengangguk. "Omongkosong, aku PRIA".

Hari sudah pagi, matahari bersinar cerah dari balik gunung Hiba. Para murid dan guru terlihat sedang membersihkan sisa kekacauan semalam. Tadi malam tepat setelah Kain dan Hisa meninggalkan pertempuran, para pendeta yang sudah menyempurnakan ritual upacara datang untuk membantu. Yomotsuhirasaka juga sudah selesai disegel kembali. Hisa hampir menghabiskan sepanjang malam menjelaskan kepada Kain sebelum akhirnya Kain menyerah dan tidur.
Waktupun berlalu dengan normal kembali. Kain sudah memasuki 8 minggu kehamilannya. Sejauh ini dia masih belum sepenuhnya percaya, apalagi dia tidak mengalami syndrom awal kehamilan seperti kebanyakan orang. Dia tidak mual di pagi hari, dia juga bisa makan apapun, mood nya juga tetap stabil seperti sebelumnya, kecuali sekarang dia lebih suka tidur di alam bebas, tidak ada keanehan lain yang Kain rasakan. Sama halnya dengan saat ini, Kain terbaring diatas rerumputan dibelakang asrama, memandangi bintang dan menikmati hembusan angin dengan tenang. Rutinitas yang sudah dua bulan ini selalu Kain lakukan sebelum akhirnya dia terlelap. Hisa selalu berada di sisinya. Dengan bantuan Shiroku Hisa saat ini menjadi salah satu dari pengawas sekolah, yang membuatnya bebas untuk berkeliaran di sekolah.
Hisa baru saja terlelap saat dia mendengar Kain merintih di sebelahnya. "Hmm... tidak.. jangan..", ucap Kain terdengar tertekan. Hisa mencoba membangunkan Kain yang terlihat mengalami mimpi buruk, namun Kain justru semakin histeris beberapa saat sebelum akhirnya membuka matanya.

"Kain... apa kau mimpi buruk?", tanya Hisa sambil menyingkirkan rambut dari wajah Kain. Kain memandangnya penuh amarah, "Kau... Kau...", Kain berguling dan langsung mencekik Hisa, "aku tidak akan memaafkan mu... kau telah membunuh anakku..", Kain terus mencekik Hisa sekuat tenaga. Hisa segera menyadari bahwa Kain belum bangun sepenuhnya dan berusaha untuk menyadarkan Kain. Kain terus mengucapkan kalimat yang sama berulang kali, tangannya semakin kuat mencengkram leher Hisa, hingga akhirnya 'plakk', Hisa terpaksa mendaratkan tamparan diwajah cantik Kain, membuat dia tersungkur ditanah. "Hisa, kau.. kenapa kau memukul ku?", Kain terkejut memegangi pipinya yang terasa panas.

"Kain, apa kau mimpi buruk lagi?", Hisa mengabaikan pertanyaan Kain. Kain mengangguk dan mulai meneteskan air mata. Dia menceritakan tentang mimpinya sedang menggendong seorang bayi, lalu Hisa merebut dan menghabisi bayi itu.
Hisa memeluk Kain untuk menenangkannya, "itu hanya mimpi, aku bersumpah dengan nyawaku, tidak akan pernah menyakiti anak kita". Hisa menyuruh Kain kembali tidur, namun Kain takut untuk tidur lagi. Karena setiap kali Kain tidur, dia terus mengalami teror mimpi buruk dan terbangun dengan tamparan Hisa setelah Kain mencekiknya. Hisa tidak masalah dengan dirinya yang harus selalu mendapat serangan mendadak dari Kain, hanya saja jika terus berlanjut hal ini tidak baik bagi kesehatan Kain dan bayi mereka, apalagi Hisa curiga bahwa semua mimpi buruk Kain adalah ulah dari musuhnya, "Aku tidak akan biarkan siapapun memanfaatkan Kain dan bayiku untuk menyerang ku. Bagaimanapun juga akulah yang bertanggungjawab atas semua hal yang menimpa Kain. Hanya ada satu cara untuk melindungi mereka", Hisa memikirkan sebuah cara, namun ragu apakah Kain mau menerimanya, tapi bagaimanapun juga ini harus dilakukan. "Kain, aku akan melindungi mu dan anak kita. Sekarang bisakah kau konsentrasi dan tatap mataku?". Kain menuruti perkataan Hisa. Saat menatap mata Hisa, Kain merasa mata itu mengeluarkan cahaya yang semakin lama semakin menyilaukan, semakin terang dan terus semakin terang hingga akhirnya membuat Kain menutup mata. Saat membuka mata kembali Kain melihat dia dan Hisa berdiri diatas awan, sejauh mata memandang hanya ada langit cerah dan awan putih. Melihat wajah Kain yang bingung Hisa mulai berkata, "Kain, kau berada di alam pikiran ku. Disini tak akan ada yang mendengar pembicaraan kita, jadi dengarkan aku Kain. Aku ingin kau membuat kontrak dengan ku".

"Sudah ku bilang....",

"Tidak perlu jadi pelayan!", Hisa segera memotong, "aku hanya butuh membuat ikatan hubungan denganmu untuk melindungi kalian. Tolong menurutlah".
Kain berpikir sejenak, saat ini jika ada orang yang benar-benar bisa menjaganya hanyalah Hisa, ayah dari bayinya dan satu-satunya orang yang mengetahui kehamilannya. "Apa yang akan aku alami setelah membuat ikatan dengan mu?"

"Kau tidak akan mengalami apapun, tapi dengan begini aku bisa masuk dalam pikiranmu dan melindungimu dari mimpi yang terus saja menyerangmu"

"Apa itu artinya aku tidak harus membayar apapun sebagai gantinya?". Hisa mengangguk. Setelah mendapat persetujuan dari Kain, Hisa mulai merapalkan mantra dan menyuruh Kain mengulang mantra yang dia ucapkan hingga selesai.

"Sekarang untuk menyegel mantra ini...", Hisa menarik tengkuk leher Kain mendekat dan dengan lembut memasukkan lidahnya kedalam mulut Kain, menjalin ikatan dengan lidah Kain. Tak lama sebuah simbol terukir bersinar pada lidah Kain. Hisa tersenyum puas melihat tanda itu. Kain merasakan sedikit sengatan panas di lidahnya, hingga sinar pada simbol itu menghilang.
Kain reflek mengangkat tangan kirinya, ketika dia merasakan sesuatu yang melingkar mengikat jari kelingkingnya, namun Kain tidak bisa melihat apapun disana.

"Jangan takut, selama 'itu' masih ada di jari mu, kau akan selalu terikat dengan ku", yang tidak Kain ketahui adalah bahwa ikatan yang mereka jalin jauh lebih dalam daripada ikatan pernikahan. Mantra yang Hisa ucapkan adalah mantra untuk menyatukan jiwa, dengan begini jika salah satu merasa sakit, maka yang lainnya juga akan merasakan. Setelah mengatakan itu Hisa mengeluarkan Kain dari alam pikirannya.

Kakak reader... tiada bosan akuh ingatkan...tolong kasih kasih kritik dan masukan ya buat coretan amatir akuh... demi meningkatkan kreatifitas akuh yang masi jongkok ini...
Makasii 😘😘

Eien IjouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang