Bagian 5

419 29 0
                                    

Pagi hari, terdengar suara ketukan dipintu, Hisa langsung beranjak untuk membukanya. Sejak dia dan Kain tinggal dirumah itu, Hisa tidak membiarkan orang lain membuka pintu, selalu dia yang dengan waspada membuka.

"Selamat pagi", ucap seorang wanita yang mengenakan setelan Hakama putih merah. Dia adalah Sayori, himemiko (gadis kuil) dari kuil Izumo yang rutin memeriksa kehamilan Kain. Selain sebagai himemiko yang melayani kuil, Sayori juga memperdalam ilmu kesehatan, terutama dibidang hanyo. Karena itulah keluarga Kaidou mempercayakan urusan kehamilan Kain pada Sayori, tentu saja itu juga tetap atas persetujuan dari ayah sang bayi. Setelah 30 menit, Sayori selesai memeriksa kondisi Kain dan bayinya, semua orang merasa bahagia saat Sayori mengatakan bahwa bayi Kain tumbuh dengan sangat baik. Kain dan Hisa pamit keluar, Sayori dan ibunya masih melanjutkan perbincangan mereka.

****

"Hisa, bawa aku keluar", itulah yang diucapkan Kain padanya beberapa jam yang lalu, awalnya Hisa heran, karena sejak perutnya membesar Kain tidak pernah mau pergi keluar dan mendapatkan pandangan aneh dari orang-orang, namun di sinilah mereka sekarang. Kain duduk merajuk di pinggir sungai kecil yang mengalir di kaki gunung memegang alat pancing yang Hisa buat.

Awal mulanya.
Selama beberapa jam ini Hisa terus mengikuti Kain berjalan, mulai dari taman dekat rumah, pasar, kuil dan tempat lainnya. Dan dia selalu mengatakan 'tidak, bukan disini', kemudian dia melanjutkan berjalan ketempat lainnya lagi. Hisa bingung denga apa sebenarnya yang sedang Kain lakukan, namun dia tetap diam mengikuti ibu dari anaknya berjalan menariknya kesana-sini. Hingga akhirnya Kain berteriak, "haah... aku tidak tau lagi", barulah Hisa bertanya apa yang sedang terjadi.
"Si kecil nakal ini ingin pergi keluar, tapi setiap aku ajak ke suatu tempat dia malah marah dan menendangku. Aku tidak tau lagi", ucap Kain kesal, "kau kan ayahnya, tanyakan pada anakmu sebenarnya dia ingin kemana. Dan katakan padanya, ibunya sudah lelah berjalan membawa perut besar ini". Perkataan Kain membuat Hisa tak mampu menahan tawa, dan membuat Kain semakin kesal. Hisa membelai perut Kain, dan segera mendapat tanggapan dari anaknya, "anakku, maukah kau beritahu ayahmu ini kemana sesungguhnya kau ingin pergi?, ibumu sudah lelah, perlu istirahat". Kain merasa sesuatu yang hangat mengalir dari tangan Hisa ketempat dia menyentuhnya. Tak lama Hisa berkata, "simpan itu untuk lain waktu, sekarang aku akan mengajakmu bermain di tempat lain", tanpa menpedulikan Kain yang bingung, Hisa langsung menggendongnya dan menyelimuti tubuh mereka dengan awan hitam, dalam hitungan detik awan hitam hilang bersama dengan kedua orang menuju suatu tempat.

Kain berpegangan erat di dada Hisa, matanya terpejam, "barusan itu apa?" dia masih bertanya dalam hati ketika suara Hisa terdengar, "kita sudah sampai". Kain membuka matanya, di hadapannya pepohonan hijau membentang luas, di bawahnya dialiri sungai yang begitu jernih, "ini, lereng di belakang kuil 'kan?", wajahnya terangkat menghadap Hisa, "jadi si nakal ini mau kesini? Bukannya tadi aku sudah mengajaknya ke area ini?"

"Iya ini dibelakang kuil, dan tidak, dia tidak ingin kesini", jawab Hisa sambil menurunkan Kain, "dia ingin ke 'kampung halaman' nya". Kata 'kampung halaman' membuat Kain sadar bahwa dia tidak tau dari mana Hisa berasal. Dia hanya tahu bahwa Hisa bersembunyi di alam ini dari kejaran musuhnya, tapi di mana tempat asal Hisa? Dan siapa musuh yang sudah mengejarnya hingga sekarang?. Kain bermaksud menanyakan semua ini, tapi dia melihat Hisa sedang sibuk memilih ranting, akhirnya dengan terpaksa Kain harus menunda pertanyaannya.
Setelah cukup lama sibuk dengan ranting di tangannya, Hisa kembali menghampiri Kain dan memberikan ranting yang sudah dia ubah menjadi alat pancing kepadanya. Kain menerima dengan penuh pertanyaan di wajah.
Melihat hal itu Hisa segera berkata, "biarkan dia bermain", kemudian melepas kemejanya, meletakkan di pinggir sungai dan menarik Kain duduk di atasnya.

"Waaaaww hebat sekali anakku, hanya mendengar satu kalimat dari ayahnya dia langsung berlonjak bahagia, padahal aku sudah berjalan berjam-jam kesana-sini tapi dia terus saja marah dan menendangi ku. Oke baiklah, jika lain kali kau ingin sesuatu, minta saja pada ayahmu itu, bukankah kau lebih menyayanginya?".
Begitulah akhirnya kenapa saat ini Kain duduk dengan ekspresi benang kusut diwajahnya. Kain cemburu karena merasa anaknya lebih dekat pada Hisa. Hisa baru saja ingin menggodanya saat dia merasa sepasang mata seperti sedang mengawasi mereka. Mata Hisa memandang sekeliling untuk memastikan jika ada musuh yang bersembunyi. Sudah lama sekali tidak ada pergerakan dari musuh, namun bukan berarti mereka tidak merencanakan sesuatu. Hisa tak mau mengambil resiko dan langsung mengangkat Kain. Dalam sekejab mereka sudah berada di kamar Kain. Kain masih memegang ranting kayu yang tadi dia gunakan untuk memancing, matanya berkedip terkejut, "bisa tidak kau bicara dulu sebelum...aww", Kain memegangi perutnya.

Eien IjouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang