M E L A
"Wait! Jangan salah paham dulu, aku ke sini cuma buat ngasih makan si anjing tetangga," tempikku sebelum dua orang cowok yang mendekat ke arahku ini berpikir bahwa aku adalah seorang maling. Mencegah lebih baik daripada mengobati, kan? Tapi walaupun sudah bersikap defensif, keringat dingin tetap mengucur dari pelipis dan jantungku ikut berdebar kencang. I really hate this feeling anyway.
Kulihat mereka otomatis menghentikan langkahnya secara bersamaan. Walaupun gelap, dari jarak tiga meter ini dapat kulihat mereka berdua saling bertatapan dengan pandangan heran.
"Tolong nyalain lagi blitz kamu," ujar salah seorang dari mereka, ia bertubuh lebih pendek dan memakai jaket leather.
Yang dipinta merasa ragu, tapi ia laksanakan juga ucapan cowok berjaket leather tersebut. Begitu cahaya kecil mulai muncul dari ponsel, bisa kulihat dengan jelas baju cowok itu, stripe tee. Mataku membelalak. Aku gelagapan. Kenapa diantara banyak orang harus dia yang memergokiku? Dia yang kumaksud adalah cowok di Betamart omong-omong. Sekonyong-konyong diarahkannya blitz ponselnya padaku, membuatku refleks memicingkan mata seraya menutupi wajah dengan tangan. Silau banget, anjir.
"Melanie?"
Melanie? Siapa yang panggil namaku? Perlahan kuturunkan tanganku untuk melihat pemilik suara tersebut.
"Kamu nggak berubah sama sekali ya," ucap cowok berjaket leather yang barusan kutahu memanggilku tadi. Masalahnya... aku tidak tau-mungkin lebih tepatnya lupa-akan siapa dirinya.
"Kamu... siapa?" tanyaku berterus terang. Kulihat dia melongo sebentar sebelum akhirnya membuka suara dengan canggung.
"Aku Saka... mantanmu."
Kini giliran aku yang melongo mendengarnya berbicara seenteng itu. Sebut aku berlebihan tapi bukankah kurang etis menyebutkan status terakhir hubungan kalian di hari pertama kalian bertemu kembali? Oke, mungkin dia mencoba untuk memanggil kembali ingatan terakhirku tentangnya, tapi nggak gini juga kali! Lagipula aku rasa kita tidak pantas disebut mantan karena kami pun pacaran waktu itu saat masih SD. Aku saat itu mengertinya pacar adalah kata lain dari sahabat cowok, dan kebetulan dibandingkan cowok lainnya aku lebih dekat dengannya karena rumah kami dekat.
"Ah, Saka! Apa kabar? Kamu udah balik lagi ke sini dari—"
Suara gongonggan anjing memotong perkataanku. Aku berbalik badan mengikuti asal suara. Kulihat cowok yang tadi bersama Saka kini tengah berlari menuju ke arah kami. Aku juga tidak tahu pasti sejak kapan dia ada di sana. Di belakangnya, anjing berjenis Rottweiler mengejarnya seperti predator yang menemukan mangsa. Belum sempat mencerna apa yang sebenarnya terjadi, Saka menarik tanganku untuk menjauh dari sana. Mengajakku berlari ke luar dari halaman rumah ini.
Aku tak kuasa menahan kebingunganku begitu mereka berdua, Saka dan cowok di Betamart, malah masuk ke halaman rumahku dan mengunci pagar. Memblokir jalan anjing tersebut agar tidak bisa masuk.
Langkahku memelan begitu sampai di teras rumah. Aku lantas duduk di salah satu kursi jati seraya mengatur napas. Sialan, kalau saja dua orang ini tidak ada, aku pasti sudah pulang dengan aman. Suara salakkan anjing tersebut makin besar, seolah-olah kami ini adalah kriminal yang harus dihukum."Kayaknya dia nggak bakal pergi sebelum kita hilang dari hadapannya," kata Saka, napasnya masih memburu sedangkan matanya tidak lepas mengawasi anjing Rottweiler yang tidak henti-hentinya mengonggong tersebut. Dahiku berkerut heran.
"Maksudnya?" Cowok Betamart menyahut. Alis tebalnya saling bertautan, bingung. Wow kupikir cuma aku yang bingung.
"Melanie, plis izinin kita masuk ke rumahmu sampai anjingnya pergi dari sini," pinta Saka memasang wajah sesedih mungkin membuatku mendesah kasar.
HAH? Nggak bakal. Aku keluar dari rumah aja diam-diam lewat pintu belakang tanpa ngasih tau Mama kalau doggy yang kumaksud adalah anjing tetangga sebelah. Kalau Mama sampai tau aku habis menerobos masuk rumah tetangga sebelah bisa-bisa aku dibotakin karena jadi anak bar-bar. Baru saja akan membuka mulut, lagi-lagi cowok Betamart menimpali rencana Saka. Aku bersyukur tak perlu repot-repot menolaknya karena kami berada dalam konteks argumen yang sama.
"Gue nggak setuju! Bagus kalau anjingnya emang kembali ke rumah Om Farel, kalau dia malah berkeliaran terus hilang? My uncle would definitely killed me, Man!"
Aku mengangguk setuju. Lebih baik memang mengembalikan anjing itu pulang karena tanpa sadar, kami adalah penyebab dari semua keruwetan ini. Sekeras apapun kami menyangkalnya.
"Ya, kalau gitu kamu kembaliin sana ke asalnya," balas Saka sinis. Dan entah kenapa aku tidak suka dengan responsnya yang seakan menyalahkan satu pihak.
"Pardon, but are you blind? Don't you see how dangerous he is, huh?!"
Dengkusan jemu sontak keluar dari bibirku begitu mereka mulai beradu bacot. Tiba-tiba sebuah misi penyelamatan terlintas di kepalaku.
"Makanya—"
"Stop it!" Kulirik mereka berdua dengan penuh keyakinan. "Aku punya rencana."
:🌹:
KAMU SEDANG MEMBACA
the bee & his honey
Short StoryDari dulu Aero suka banget sama yang namanya seni. Mulai dari yang klasik sampai modern, atau yang anonim sampai masterpiece seniman terkenal, asalkan seni tersebut bisa membuatnya merasakan 'sesuatu', Aero bakal suka. Beranjak remaja, cowok itu sa...