A E R O
Kehadiran Jaina di saat yang bisa gue bilang 'boys time' adalah hal terakhir yang gue nggak pengen terjadi. Sumpah ya, gue bukannya mau menggeneralisasi kaum perempuan tapi Jaina ini ribet banget jadi cewek. Mana kadang suka tiba-tiba punya ide aneh yang sudah tentu bakal mengorbankan gue-itu karena dia nggak suka ngerepotin suaminya tapi kalo ngerepotin gue lancar jaya. Nyesel gue punya kakak-tapi nggak nyesel kok punya kakak ipar, hehe.
Detik ini, tiba-tiba aja dia bilang mau candle light dinner sama Bang Dikta di sebuah resto yang gue juga nggak mau tau dimana. Kayaknya si Jaina bikin rencana tiba-tiba lagi soalnya Bang Dikta rahangnya kayak mau jatuh ke lantai gitu. As I said before, my sister is so unpredictable. Gue sebenarnya juga nggak peduli mereka mau candle light dinner kek, mau bikin Utara versi 2.0, atau mau main ke borong-borong, tapi masalahnya kalau udah berduaan mereka jadi lupa kalau punya Utara dan ujung-ujungnya tanggung jawab menjaga bocah itu jatuh ke tangan gue. Kenapa nggak sekalian bayar gue buat jadi baby-sitter coba?
Pada akhirnya, di sinilah gue sekarang, berdesakkan di bus bersama orang-orang yang baru pulang kerja atau nggak juga. Si Utara excited banget naik bus karena cuma dengan naik public transportation yang bisa bikin dia berinteraksi dengan banyak orang. Di rumah dia nggak punya tetangga seumuran, kebanyakan adalah orang dewasa yang amat sibuk dengan karir dan sejenisnya. That's the reason why he always thought that meet with peeps is such a precious moment. Gue bisa tebak besarnya dia bisa jadi tipe orang yang social butterfly gitu, persis mamanya.
"Cih, mana ada adek bayi yang lahir dari ketimun. Orang adek bayi meletus dari perut mama!"
Mampus. Kambuh kan dia. Apa enaknya pura-pura nggak kenal aja sama ini anak? Duh, mana Utara jawabnya kekencengan dan penuh keyakinan lagi. Bisa gue denger suara cengengesan orang sekitar yang nggak sengaja dengar dia ngomong begitu. Sebenarnya perkataan Utara nggak salah sih ya, tapi kok rasanya pengen nampol ya Tuhan gemez.
"Tara bener kan, Kak? Adek bayi bukan dari ketimun kan?"
Dia lanjut nyerecos dan meminta dukungan pembenaran argumen dari gue. Biasanya gue nggak dukung dia supaya dia cemberut, tapi kayaknya nggak papa sekali-kali ada di pihak dia. Alhasil gue pun senyam-senyom sambil ngangguk. Hanya tindakan sederhana itu, mata Utara langsung berbinar disertai senyum yang lebar banget. Gue seketika merasa seperti malaikat karena berhasil membuat satu bocah bahagia. Anjir, gini doang gue melted.
"Aero?"
Gue lantas melirik pemilik suara yang duduk di sebelah Utara. Astaganagatralala, seriously dia lagi? Sempit banget kayaknya ini dunia. Gue sempet bingung mau nanggepin itu cewek gimana. As you guys know, kesan terakhir gue ke dia jelek banget! Gue pikir dia bakalan ikut-ikutan marah-marah nggak jelas tapi fakta bahwa dia menyapa gue bikin gue sadar satu hal; gue keterlaluan banget malam itu.
"H-hai."
Gue udah berusaha mengontrol suara untuk memanipulasi rasa gugup gue, tapi nyatanya nggak mempan. Ya udahlah.
Si cewek Betamart auto nengok ke arah gue dan cuma senyum-kalo tarikan sudut bibir segaris dapat disebut senyum. Setelahnya suasana tambah canggung. Gue sebenarnya pengen bilang sesuatu tapi keadaan benar-benar nggak mendukung. Iya, gue mau minta maaf.
"Kakak temannya Kak Ero?"
Bagus, Tara, ayo lanjutkan sedikit lagi Abang tampol. Melihat Cewek Betamart keliatan kebingungan buat ngejawab, gue sebagai cowok merasa bertanggung jawab untuk menjelaskan hubungan ini. Jiah, gaya banget gue.
"Belum jadi temen, Tara. Ini baru aja mau kenalan."
Gue pun mengalihkan perhatian gue dari Utara ke Cewek Betamart itu. Ucapan gue nggak seratus persen benar, nyatanya dia tahu nama gue tapi gue nggak tahu siapa dia, tapi setidaknya gue tahu rumah dia tapi dia nggak tau rumah gue. See? It's quite fair, I guess. Tapi kemudian gue mikir, masa iya gue mesti manggil dia Cewek Betamart mulu? Kesannya gue nge-name calling dia padahal jelas-jelas dia punya nama. Akhirnya gue putusin buat mengangkat tangan kanan ke arah dia dan bertanya...,
"Hei, namamu siapa?"
"M-Melanie."
For the God's shake! Tangannya halus banget. Sama kayak tangan Mami tapi halusan dia sih-peace Mom! Dia punya tipe tangan yang kiss-able and hold-able sih kalo menurut gue. EH astaga! Gue cepet-cepet narik tangan gue, kalo kelamaan entar bahaya.
Setelah kita salam-salaman, bus berhenti di salah satu halte. Gue dalam hati menggerutu karena masih agak jauh buat sampai ke rumah. Tapi gerutuan gue nggak berlangsung lama, orang yang duduk di samping Utara keluar. Akhirnya nggak perlu berlama-lamaan berdiri. Baru aja duduk, Bapak yang duduk depan Utara tiba-tiba minta tolong yang aneh banget sampai kedua alis gue dikit lagi menyatu saking bingungnya.
"Dek, boleh saya foto kalian bertiga buat jadi bukti ke istri saya kalau saya lagi ada di bus? Saya fotonya pake polaroid kok, Dek," ujar Bapak itu dengan mata memelas dan kamera yang sudah siap terarah ke kami.Pap ke istri pake kamera polaroid? Mantap, Gan.
"Iya, Om! Foto yang bagus, yah!" seru Utara antusias yang membuat gue dan Melanie melotot ke arahnya.
Saat ini, gue seketika punya hasrat tinggi untuk mengubur diri dalam dalam kapsul waktu atau setidaknya punya pintu kemana saja milik Doraemon.
:🌹:
"kampret, ponakan gue gini amat astaga." - aero
A/N : hai yank! ('ε` )♡ akhirnya mereka kenalan yha hiya hiya. makasih utara telah meringankan bebanq 🙏😊✨💖🙆💋🍒🌼 also, selamat malam minggu! walaupun u jombs u tetap deserve malming oke? oke. lop u. dan maafkan part kali ini gada kamusnya, gue lupa bilang kalo kamusnya itu ada sesuai mood gue dan yah gue lagi malas menerjemahkan /digampar/ tapi ak yakin kalian pasti bisa hehehe. oh oh gue ngerasa part ini agak berantakan. sori ya gaiseu nanti pankapan ak perbaikin lagi. last but not least, lop u again.
KAMU SEDANG MEMBACA
the bee & his honey
PovídkyDari dulu Aero suka banget sama yang namanya seni. Mulai dari yang klasik sampai modern, atau yang anonim sampai masterpiece seniman terkenal, asalkan seni tersebut bisa membuatnya merasakan 'sesuatu', Aero bakal suka. Beranjak remaja, cowok itu sa...