Jinyoung membelalakkan matanya mendengar kata-kata Guanlin. Sejenak dia mencoba mencerna apa yang barusan didengarnya lagi, berharap ada kemungkinan dia salah dengar. Tetapi kemudian ketika dia menyadari bahwa apa yang dikatakan Guanlin itu benar-benar seperti yang dimaksudkannya, wajahnya merah padam oleh kemarahan bercampur rasa terhina.
"Saya tidak tahu kenapa Anda melakukan penghinaan yang begitu besar kepada kami. Tapi yang perlu Anda tahu, kami tidak butuh uang atau pemberian apapun dari Anda, coba Anda tanyakan ini ke Samuel dan mungkin dia akan menghajar Anda."
Guanlin hanya diam di sana dan mengamati Jinyoung tajam, seolah-olah ingin menelanjangi seluruh isi hatinya. Lama kemudian lelaki itu tampaknya telah mengambil kesimpulan dan tersenyum.
"Oke, jangan marah. Kata-kataku tadi hanyalah ujian, aku memang mengatakannya kepada siapapun, yang dekat dengan Daehwi."
Jinyoung mengernyit, "Apa?"
"Kau tahu, kata-kata itu tadi, bahwa aku akan membayar mereka dengan timbal balik mereka harus meninggalkan Daehwi." wajah Guanlin mengeras, "Kau akan terkejut mengetahui berapa banyak yang setuju untuk menyambar umpanku mentah-mentah."
"Tidak semua orang miskin tidak punya harga diri," sela Jinyoung sinis.
Guanlin menatap Jinyoung lagi, "Benarkah?" pertanyaan itu sepertinya tidak perlu jawaban, hanya sebuah retorika yang menyindir. Jinyoung menyadari bahwa berdasarkan pengalamannya, lelaki itu punya pAndangan negatif kepada orang-orang tidak mampu. Dia tadi bilang banyak orang lain yang mau menerima penawarannya mentah-mentah.
"Apakah urusan kita sudah selesai?" Jinyoung melirik gelisah ke lorong TK yang sepi. Lelaki ini membuatnya tidak nyaman, entah kenapa.
Guanlin menegakkan tubuhnya yang sedari tadi bersandar santai di pilar. "Belum." gumamnya tenang, "Dan aku bersikeras untuk mengajakmu ke suatu tempat, dengarkan dulu," serunya ketika melihat Jinyoung akan membantah keras kata-katanya, "Kau adalah kakak Samuel, kekasih adikku. Aku berjanji tidak akan melakukan sesuatu yang buruk kepadamu, demi adikku. Dan memang aku tidak punya niat buruk sama sekali, aku hanya ingin bicara."
"Bukankah saya bilang Anda bisa membicarakan semua yang perlu Anda bicarakan di sini?"
"Tolong jangan pakai istilah Anda dan saya." Guanlin mengerutkan alisnya, "Itu terlalu formal dan mengganggu. Aku ingin berbicara tentang Daehwi, penting."
Jinyoung menatap wajah Guanlin. Lelaki itu tampak serius. Benar-benar serius. Sejenak dia ragu. Beranikah dia mempercayakan dirinya untuk pergi bersama lelaki ini?
Jinyoung menghela napas, "Baiklah, tetapi hanya sebentar, kalau lebih dari jam dua siang aku belum pulang, orang rumah akan bertanya-tanya."
Guanlin mengangguk, "Hanya sebentar, kita bicara di café langgananku di dekat-dekat sini."
***
Cafe itu bertema garden cafe dengan ruangan-ruangan yang redup karena rimbunnya pepohonan dan taman dan lampulampu berwarna kuning hangat yang menentramkan. Seluruh dindingnya adalah kaca bening yang besar-besar, memantulkan suasana hijau di sekelilingnya. Hari ini mendung dan berada di cafe yang begitu hijau itu membuat Jinyoung merasa semakin sejuk.
Dengan sopan, Guanlin menarikkan kursi untuk Jinyoung dan duduk di depannya, lalu memesankan makanan mereka kepada pelayan yang menunggu. Setelah itu menunggu pesanan datang, Guanlin menyAndarkan punggungnya di kursi dan menatap Jinyoung.
"Kau mau pesan apa?"
Jinyoung mengamati daftar menu dan tidak bisa menyembunyikan senyumnya ketika menemukan menu minuman kesukaannya. Cokelat panas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjanjian Hati ; Pandeep
FanfictionRemake dari novel dengan judul yang sama milik Santhy Agatha