"Jinyoung." sang ibu mengetuk pintu kamar Jinyoung, suaranya terdengar cemas, "Ada tamu."
Jinyoung yang sedang membaca di dalam kamar mengernyit, lalu melirik jam di dinding, sudah jam delapan malam, siapa yang bertamu semalam ini?
Jinyoung membuka pintu kamarnya dan berhadapan dengan wajah ibunya yang cemas.
"Siapa ibu?"
Suara sang ibu berbisik pelan, "Minhyun. Dia memaksa bertemu denganmu, ibu bilang mungkin kau sudah tertidur tetapi dia minta ibu membangunkanmu. Kau ingin bertemu dengannya atau tidak?"
Jinyoung mengernyit, untuk apa Minhyun datang ke rumah ini malam-malam begini? Saat ini? Bukankah sejak lelaki itu mencampakkannya dua tahun lalu, jangankan datang ke rumah ini, mengirimkan kabar pun lelaki itu tidak pernah. Perasaan ingin tahu membuat Jinyoung terdorong mengambil keputusan.
"Aku akan menemuinya ibu."
Sang ibu menahan tangannya, "Kau tidak apa-apa Jinyoung, ibu tahu kau sudah menjalin hubungan baru dengan Guanlin... Tetapi ibu..."
Jinyoung memang sudah menceritakan bahwa dia menjalin hubungan dengan Guanlin, supaya sang ibu tidak kaget nantinya. Ibunya cukup senang meskipun juga mengutarakan kecemasannya karena Jinyoung menjalin hubungan lagi dengan lelaki kaya. Tetapi Jinyoung meyakinkan ibunya bahwa hal ini tidak akan menyakiti hatinya lagi, toh dalam hati Jinyoung menyadari bahwa hubungan ini hanyalah sandiwara yang tidak melibatkan hati sama sekali. Tetapi insting seorang ibu memang luar biasa, ibunya bisa merasakan bahwa Jinyoung masih menyimpan luka mendalam akibat perbuatan Minhyun.
"Tidak apa-apa ibu." Jinyoung tersenyum lembut, "Jangan cemas ya."
Jinyoung melangkah ke ruang tamu dan menemukan sosok Minhyun yang duduk termenung di sofa, lelaki itu langsung berdiri begitu melihat Jinyoung.
"Hai Jinyoung, aku tadi lewat di dekat-dekat sini dan memutuskan untuk mampir."
"Ada apa Minhyun?" Jinyoung memutuskan untuk tidak menanggapi pernyataan basa basi Minhyun, dia bersedekap dan menatap lelaki itu dengan dingin.
Minhyun berdiri dengan salah tingkah, "Aku... Aku berpikir, sekian lama aku tidak melihatmu dan kemarin ketika melihatmu, kau sudah berubah, lebih dewasa dan lebih cantik.... Dan ternyata... Aku... Aku masih merindukanmu."
Apa maksud Minhyun dari pernyataannya ini? Jinyoung mengernyitkan keningnya. Lelaki itu sudah mencampakkannya dan bahkan kemarin sudah mengundangnya ke pesta pernikahannya. Dan sekarang dengan tak tahu malu, Minhyun berdiri di sini dan mengatakan merindukannya?
Minhyun menelan ludah, "Aku tahu kau sakit hati dengan perlakukanku dulu, tetapi harap mengerti Jinyoung, aku terpaksa, aku juga menderita, sama sepertimu. Tekanan dari keluargaku sangat kuat. Keluargaku mempunyai hutang budi yang begitu besar kepada keluarga Jenny, aku bagaikan tumbal mereka dan aku tidak bisa melawan... Kalau aku menolak, maka keluargaku akan hancur."
Jinyoung mengernyit, dan kenapa baru sekarang Minhyun memilih untuk menjelaskan kepadanya? Kenapa tidak dulu ketika lelaki itu mencampakkannya tanpa kata-kata dan membiarkannya terpuruk dalam kedukaan mendalam karena patah hati? Setidaknya kalau Jinyoung tahu alasan itu dari dulu, mungkin dia bisa lebih berbesar hati ketika kehilangan Minhyun.
"Aku ingin menghubungimu dulu itu. Tetapi pengawasan keluargaku sangat ketat... Jenny juga... Dia terobsesi padaku dan sangat posesif, dia mengancam akan menghancurkanmu kalau aku sampai berhubungan lagi denganmu... dan dulu mengingat begitu berkuasanya keluarga Jenny, mereka bisa menghancurkan keluargamu dengan mudah..."
"Dan kenapa sekarang kau tetap menemuiku? Tidakkah ini akan membuat Jenny mengamuk kalau dia tahu?"
Minhyun menggeleng, tersenyum kecut, "Tidak. Sekarang keluargaku dan Jenny tidak bisa berbuat apa-apa, Kau... Kau entah bagaimana dengan beruntungnya menjadi kekasih Tuan Guanlin, yang beribu kali lebih berkuasa dari kami. Mereka tidak akan berani berbuat macam-macam denganmu, karena itulah aku bisa menemuimu dengan leluasa seperti akhir-akhir ini..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjanjian Hati ; Pandeep
Fiksi PenggemarRemake dari novel dengan judul yang sama milik Santhy Agatha