Dating

25 2 0
                                    

"Let's go make your feel better, ah. I mean let's make us better together. C'mon we are dating now"

Even though your sigh may seem cheerless to others

I know that

Your day was so difficult that it was hard for you to let out even a small sigh

Don't think about anything else

Breathe in deeply and exhale just as you are

Lee hi-Breathe

**

Favella

"Bu, aku pulang sekolah mau nonton film sama temen. Pulangnya dianter kok"

"Sampe jam berapa?"

"Jam 7 mungkin udah pulang"

"Jangan malem-malem pulangnya, besok ibu lembur juga sampe jam 8 soalnya"

"Iya"

Setelah itu, Vella masuk ke kamarnya. Selalu seperti itu. Vella mengingatkan kepada dirinya ketika di rumah sebaiknya dia keluar kamarnya. Bukannya mengurung dirinya sendiri di kamarnya. Dia terkesan cuek pada keadaan sekitar. Ketika di rumah, dia keluar kamar ketika ada hal yang penting untuk dibicarakan maupun yang ingin ia lakukan. Selepas itu, ia selalu mengurung dirinya di kamar.

'Hah, kenapa si la.. kenapa.. kenapa lo jadi gini?!'

Pernah ga si kalian seperti ini? Atau emang kalian gini? Kalian ga bicara sama orang tua kalian, pokoknya kalian mengurung diri sendiri di kamar kalian? Dan rasanya itu,

Sepi.

Gue selalu ngerasa gini, gue tau gue salah. Gue kesepian, di kamar gue juga cuman ngelamun ga jelas buat mikirin apapun yang pingin gue pikirin. Gue cuman ngerasa ga harmonis aja di keluarga gue yang keliatannya biasa-biasa aja. Gue selalu dirundung perasaan menyesal yang teramat sangat karena gue ga pernah mau menunjukkan diri bahwa gue pingin ngerasa ga kesepian di rumah.

Sebenernya, gue merasa insecure dengan keluarga bahkan orang di sekitaran rumah gue karena gue ngerasa mereka ngebenci gue. Bukan, bukan ibu maupun ayah gue yang benci gue. Tetapi orang lain. Bahkan adik gue sendiri, yang selalu iri sama gue. Dan gamau kalah saing sama gue.

Mereka benci gue, karena mereka menganggap bahwa keluarga gue yang kurang mampu ini, ga memungkinkan gue bisa masuk smp di sekolah yang kesannya favorit di kalangan banyak orang.

Mereka yang tersenyum di depan muka gue. Ternyata mereka yang berbisik di belakang gue.

Gak mungkin anak kayak dia bisa masuk disitu, nyogok kali

Gue ga percaya, emang dia sepinter itu?

Cih, jadi sok. Soalnya dia sekolah di sekolahnya anak kaya tuh.

Sebenernya, gue pingin bisa ngerasa bodo amatan sama kata-kata mereka. Tapi setiap gue sendiri. Kata kata itu pasti muncul.

Mungkin kedengeran alay, tapi setiap kata yang mereka ucapkan seakan-akan gue menyimpan emosi pingin bisa balas kata-kata mereka. Makanya di lingkungana gue, gue jarang banget keluar rumah, tepatnya keluar kamar.

Gue ga pingin liat ibu gue, dengan sabarnya selalu membela gue. Ga pernah nerima anaknya dihina. Ibu gue jadi orang yang tersakiti. Dan itu gara-gara gue. Meskipun dia keras sama gue, terkesan gak peduli sama gue. Gue tau, dia khawatirin gue. Dan semakin gue jarang banget ngajak dia ngobrol, gue juga tau dia kesepian meskipun ada adek gue.

Gue selalu nyimpen seorang diri. Sebuah perasaan menyesal yang selalu ada setiap harinya hanya karena perkataan orang. Gue gapingin berbagi kesakitan ini sama orang lain, karena artinya gue membiarkan orang lain ini, ikut tersakiti. Dan alasannya sama,

RegretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang