[PART SALAH PERKIRAAN!!] - 2

234 20 1
                                    

"(N/r), bagaimana kau bisa datang dari atas?" Tanya Gempa

Setelah mendatanginya, Gempa membawa (N/r) ke tempat duduknya agar dia bisa mengatur nafasnya. Gempa masih bingung kenapa (N/r) bisa datang dari luar jendela kelasnya

"Hmm, ceritanya panjang. Ini salahku, seharusnya aku lompat saja langsung dari kelas itu dan menemui Taufan" Jawab (N/r) kembali sedih

Melihat (N/r) menundukkan kepalanya dan menyembunyikan kesedihannya, Gempa juga ikut merasa sedih dan mengelus punggung (N/r)

"Kau tau, (N/r). Kakakku, Taufan, dia tak pernah ingin melihatmu sedih. Dulu ketika kau bermain ke rumah kami, aku sempat ingin menceritakan semuanya padamu. Tapi Taufan mencegahku, dia berkata bahwa dia tak ingin menyusahkan orang lain. Dan aku rasa dia menganggapmu spesial" Jelas Gempa mencoba menghibur. "Lalu apa? Kenapa tak ingin menceritakan semua tentangnya padaku waktu itu, Gempa? Kau pernah memberiku sumpah bahwa aku harus membuatnya bahagia. Tapi kenapa kau tak mengatakan hal itu dari dulu? Jika kau mengatakan terlebih dahulu, aku mungkin tak akan ikut ibuku pergi. Taufan sakit juga karena ulahku. Aku penyebab kepergiannya" (N/r) kembali meneteskan airmata. Gempa menghela nafas "Jangan salahkan dirimu, (N/r). Penyakitnya sudah bawaan dari lahir. Entah kenapa harus dia yang menderita, dan kenapa bukan saudaranya yang lain. Kenapa bukan aku saja? Seharusnya yang berada di posisinya sekarang adalah aku. Aku pernah meminta Taufan untuk menukar jantung kami. Tapi dia menolak. Hiks,,, dia berkata bahwa hidupku masih lama lagi. Tapi aku berjanji padanya bahwa aku akan menemaninya kapanpun dan dimanapun. Meskipun itu harus ke neraka sekalipun" Jelas Gempa menangis

(N/r) melihat Gempa yang bersedih seperti ingin menenangkannya dan memeluknya. Dia ingat apa yang dia katakan pada Thorn, ikuti kata hati dan gabungkan dengan rasa empati

"Aku kira hanya aku orang yang beruntung, tapi ternyata kau lebih beruntung dariku. Kau adiknya, dan kau sangat menyanyanginya. Begitu juga Taufan, dia sangat menyayangimu. Sementara aku, aku bukan orang yang penting darimu. Aku hanya sahabatnya, yang meninggalkannya ketika dia dalam keadaan sulit. Aku malu dengan diriku sendiri yang lemah, aku tak dapat mengingat kalian. Padahal sudah 5 tahun kita tak bertemu" Balas (N/r) yang juga ikut menitikkan airmata. Gempa memandanginya dan tersenyum "Kau salah, (N/r). Malah aku iri padamu. Taufan menganggapmu spesial dari apapun. Dia tak ingin kau sedih dan ingin melihatmu bahagia. Itu wujud sifat asli Taufan, dan baru kali ini aku melihatnya setelah sekian lama hilang. Dia hanya menampilkan sifat itu ketika bersama ayah dan ibu karena Taufan menyayangi mereka. Sama yang dia lakukan padaku, itu wujud kasih sayangnya. Dia menyayangimu, dia bahkan akan melakukan apapun agar dapat membuatmu bahagia meskipun sisa hidupnya hanya menghitung hari. Dan dia, dia mencintaimu (N/r)" Jelas Gempa

(N/r) terkejut, matanya terbelalak kaget mendengar apa yang Gempa katakan tentang Taufan. Tepatnya ketika dia mengatakan bahwa Taufan mencintainya. (N/r) hanya memberi kekehan kecil dan tersenyum

"Dia tidak mencintaiku, dia mencintai kita semua. Karena itu dia tak ingin banyak menyusahkan kita, dia terlalu keras kepala, dia hanya ingin menyelesaikan masalahnya sendiri" Balas (N/r) tertawa kecil. Melihat (N/r) tertawa, Gempa juga ikut tertawa dan membalasnya "Haha, aku setuju itu. Aku juga menyukaimu, sama seperti Taufan"

Di dalam kelas itu, mereka sama-sama menghilangkan kesedihan dan tertawa untuk kedepannya. Hingga (N/r) tidak memikirkannya lagi tentang apa yang Gempa katakan. Tepatnya pada saat kata 'Aku juga menyukaimu, sama seperti Taufan'

"Hmm, ah ya. Aku takut jika aku ketinggalan jam pelajaran. Aku kembali ke kelas dulu ya, Gempa" Pamit (N/r) tersenyum pada Gempa dan menuju pintu kelas. Gempa mengikutinya sampai ke depan pintu "Hmm, baiklah kalau begitu. Bagaimana jika aku mengantarmu?" Tawar Gempa. (N/r) tersenyum padanya dan terus berjalan "Tidak perlu, Gempa. Kelasku di lantai atas, nanti malah kau yang terlambat. Jangan khawatirkan aku, aku baik-baik saja nanti" Tolaknya. "Oh, kalau begitu sampai jumpa pulang sekolah nanti" Sapa Gempa melambaikan tangan pada (N/r) yang mulai menjauh dari kelasnya

Light in Heart [Menuju The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang