Biru Kecil

17 1 0
                                    

"Rumah bukanlah rumah tanpanya."
Biru Aksara

***

"Take care kamu di sana ya, Nak." Sebuah pesan singkat mampu mengukir senyum di bibir tipis lelaki muda itu.

"Brak"

Dia keluar dan menutup pintu mobil. Seorang lelaki tua membuka bagasi dan mengeluarkan kopernya.

"Makasih ya Pak Bob" katanya ramah.
"Iya den Biru. Saya seneng Aden pulang ke sini lagi sejak kepergian.." perkataan lelaki itu terhenti saat ia melihat raut sedih di wajah tampan lelaki itu.

"Iya Pak seneng bisa pulang." jawabnya.

Dia pun menarik kopernya masuk ke dalam rumah bergaya minimalis dan cukup besar itu.

Ia menatap figura di ruang tamu, matanya terfokus pada wajah wanita cantik berambut sebahu yang memeluknya di foto itu. Wajahnya otomatis muram,

"Biru pulang, Ma." gumamnya.

.
.
.

Matahari datang menyambut pagi, lelaki itu keluar dan memanaskan vespa birunya.

"Den nggak mau Pak Bob anter?" tawar supir pribadinya.

"Ah nggak usah Pak Bob, Saya berangkat sekolah sendiri aja. Udah lama juga nggak bawa si biru kecil" jawabnya.

Ya biru kecil adalah nama yang ia beri pada vespa kesayangannya. Vespa ini merupakan hadiah ulang tahunnya yang ke-18. Dia mengecek jam ditangannya dan menaiki si biru kecil tak lupa ia memakai helm.

"Pak aku berangkat ya!"
"hati-hati den!" jawab Pak Bob menutup gerbang.

Hari ini merupakan hari pertama Biru masuk sekolah atau lebih tepatnya sekolah barunya, SMA Lentera. Salah satu sekolah yang tak asing baginya karena ayahnya merupakan donatur terbesar disekolah itu. Meskipun hidup berkecukupan tetapi Biru tidak mau hidup hanya sebagai bayang-bayang Ayahnya saja, ia bahkan mengambil keputusan berani untuk hidup sendiri sementara Ayahnya menetap di luar negeri.

Biru mengendarai vespanya dengan gembira. Ia menikmati angin dan kepadatan ibukota.
"Ah... udah lama rasanya." ujarnya senang, akhirnya ia sampai di sekolah. Untungnya Biru berhasil masuk tepat sebelum Pak Satpam menutup gerbang.

Biru memarkirkan si biru kecil di dekat gerbang. Ia melepas helmnya dan merapikan rambutnya. Kemudian Biru bercermin di spion. Wajahnya terpantul disana, mata dengan alis tebal dan bulu mata lentik juga garis wajah yang tegas memancarkan aura ketampanan.

Belum sempat ia melangkah lebih jauh. Tiba-tiba dalam sepersekian detik,

"Brugh."

sebuah benda menghantam keras kepalanya yang membuatnya hampir kehilangan keseimbangan. Tangannya refleks memegang kepalanya.

Namun belum sempat ia berbalik.

"Brughhh."

Terdengar sebuah suara jatuh lagi.

"Hoshh..hoshh" deru napas seseorang terhembus tepat di belakangnya. Seseorang yang tanpa permisi menerobos masuk ke zona teritorial Biru.

***

RuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang