J-A :: [6] First Target

49.2K 3.1K 123
                                    

6.


Aster teman sekelas Julian. Duduk di bangku sebelah kiri cowok itu. Aktif bertanya di kelas, paling suka pelajaran Ekonomi. Enak dipandang dan memiliki banyak penggemar dari teman satu angkatan sampai adik kelas. Dari kelas 10, Julian selalu satu kelas dengannya. Tapi Julian jarang mengobrol dengan Aster. Entah karena malas atau malu. Entah karena Aster tampak 'tinggi' atau karena Julian tidak tertarik.

Tapi pagi ini, Julian menyapa Aster.

"Kenapa?" tanya Aster, berhenti berjalan. Satu tangannya berada di muka pintu, berniat membukanya tapi urung karena sapaan Julian yang terbilang cukup ramah. Jarang-jarang cowok itu menyapanya. Apalagi di pagi hari seperti ini. Yang lain masih sibuk menyalin PR temannya, Julian malah menyapa cewek yang notabene tidak terlalu dikenal cowok itu.

Julian meminta Aster berbicara lebih privasi. Cowok itu memilih untuk duduk-duduk di tepi balkon yang lumayan sepi. Tempat yang enak untuk mengobrol. Aster mau tak mau bertanya dalam hati apa yang mau dibicarakan cowok ini.

"Ter, gue tau kita gak deket-deket amat. Ngobrol aja jarang. Tapi kalo gue ngajak lo nonton, lo mau gak?" tanya Julian dengan muka polos, seperti anak kecil meminta permen. Mata cokelatnya yang bulat mirip seperti anak anjing tetangga Aster.

Tak bisa ditahan, Aster terkekeh kecil, tak lama ia terdiam. Berpikir. Memang aneh jika Julian tiba-tiba mengajaknya pergi. Aster curiga. Ini seperti yang ada di buku fiksi remaja koleksinya. Saat seorang cowok 'terkenal' mengajak jalan cewek 'baik-baik' seperti dirinya. Seperti ada taruhan di antara cowok itu dan teman-temannya.

Dan Aster tak sadar mengutarakan isi pikirannya. "Ini taruhan lo sama Juna dan yang lain, ya?"

Julian mengerjap beberapa saat. Tampak terkejut dengan tuduhan yang sebenarnya betul itu. Tawanya sontak berderai, membuat Aster menatapnya sebal. Aster bukan cewek yang bisa-bisanya dibodohi oleh cowok macam Julian. Meski Julian lemah, Julian masih teman dari kelompok tereksis di sekolah National High. Sekali terkena insiden bersama Julian, rumor aneh-aneh akan beredar secepat angin berembus.

"Sebenernya ini gak sekejam di novel fiksi kesukaan lo. Juga gak sealami cerita romantika SMA blablabla. Ini cerita tentang gue yang mencari pendamping hidup," ucap Julian.

Mata Aster melotot. "Gak ada yang lebih geli lagi kata-katanya?"

"Ter," jeda, senyum Julian berkembang. "Manis deh kalo matanya melotot. Kayak Miiko di komik itu, loh. Gue cocok gak nih, jadi Tappei-nya? Gue gak mau jadi Yoshida, ya. Dia teraniaya dan tersakiti."

Aster baru tau. Selama tiga tahun satu kelas dengan cowok ini. Selama tiga tahun belajar bersama-sama. Selama tiga tahun pernah beberapa kali di kelompok belajar yang sama. Ternyata cowok pendiam, sering tidur di pojok kelas, kerjaannya membaca komik diam-diam saat guru tidak melihat, ternyata bisa sesongong ini. Aster ... Aster gak percaya!

"Gaje lo," dan tidak ada hal lain yang bisa Aster lakukan selain berlaku jutek pada cowok di sampingnya ini. Aster meloncat dari tepi balkon, berniat meninggalkan Julian.

Julian menahan lengan Aster. Serentak saat itu juga, detak jantung Aster berpacu sedikit lebih cepat. Dan kembali normal saat Julian melepas lengannya. "Dari sekian banyak cewek yang harus gue pilih jadi target, gue milih lo," ucap Julian. Begitu Aster menengok padanya, Julian tersenyum simpul.

Aster mendengus gusar.

"Berarti gue cewek kurang beruntung dari sekian banyak cewek lain," gerutu Aster, meski hatinya tak mampu menolak bahwa ada sepercik rasa senang. Otaknya terus mengingatkan; Julian bukan cowok baik, bukan cowok baik, bukan cowok baik.

"Pikirin lagi, ya," Julian ikut melompati tepi balkon, berdiri tegap di koridor kosong. Berhadapan dengan Aster. Senyum cemerlangnya tak pernah sirna, bahkan dengan tatapan sinis Aster sekalipun. "Gue tunggu di depan halte bus besok pas pulang sekolah. Gue tunggu sampe lo dateng."

Lalu Julian bergegas pergi. Menuju koridor kelas IPA. Mungkin bertemu temannya, Juna atau siapalah. Aster tidak peduli. Yang Aster pedulikan, bagaimana meredakan detak jantungnya. Juga bagaimana dia bisa terlepas dari 'taruhan' Julian juga temannya.

Tapi jika memang Julian bukan cowok baik-baik, buat apa Julian tak menyangkal saat Aster menuduhnya tadi?

"Aduh, bodo ah," Aster menggelengkan kepalanya, pusing. Kemudian berjalan berlawanan arah dengan yang tadi Julian lalui.

Menuju koridor kelas IPS.

TRS (4) - With JulianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang