"Aku mau pulang."
Eluhan kelima Senna dapatkan dari Lee Seokmin yang sedari tadi terus menerus mengulang satu kalimat yang sama. Keempat laki-laki itu telah menyantap makanan yang Senna sediakan. Dan sekarang, mereka berempat sedang duduk berkumpul di ruang makan dengan buah diatas piring masing-masing.
"Kapan game-nya dimulai?" Tanyanya lagi, masih tidak menyerah.
Senna mendorong piring berisi potongan apel dan semangka ke tengah, perempuan itu kehilangan selera makannya karena ocehan tidak berhenti dari mulut laki-laki itu. "Kau punya apa di rumah? Bahkan semua barang-barangmu ada disini, Lee Seokmin-ssi."
Seokmin mendengus, sepertinya ia sangat ingin bercerita atau menanyai pendapat siapapun yang ada di sampingnya. Seokmin bukan orang yang betah menutup mulut lama-lama. Dibalik dirinya yang rapuh, Lee Seokmin tetaplah seorang manusia normal yang membutuhkan komunikasi dengan orang sekitarnya.
Tiga laki-laki lainnya hanya diam sambil menikmati hidangan mereka. Bukannya tidak ingin mengajukan protes seperti Seokmin, hanya saja ketiga orang itu sudah tahu betul kalau semua ucapannya akan berujung sia-sia. Mereka memilih menutup mulut rapat-rapat, mungkin mereka pikir akan ada saatnya nanti mereka dilepaskan.
Senna melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Perempuan itu berdiri kemudian mengambil tas yang dia simpan didekat pantry. Dia tersenyum seraya memandang satu demi satu laki-laki di meja makan dengan lirikan matanya. Tidak ada yang memperdulikannya, semuanya sibuk dengan lamunan yang mendesak masuk kedalam kepalanya.
"Aku keluar sebentar, ada yang harus aku urus. Kalian jangan kemana-mana." Perintahnya. Pandangan empat laki-laki itu mengekor pada sosok tinggi kurus yang sekarang berjalan menuju pintu utama. Dia menekan beberapa digit angka hingga pintu terbuka. Sosoknya menghilang bersamaan dengan pintu yang dia tutup.
Mingyu menatap tiga kakaknya bergiliran, ada senyum miring di bibirnya yang indah itu. Seakan mengerti, dalam detik ketiga keempatnya berlari menuju pintu utama hingga kini posisi mereka berkumpul didepan sebuah papan pembuka kunci.
"Jangan pegang itu, sialan!" Pekik Jihoon, dia memukul tangan Seokmin yang hendak memegang papan kunci.
"Cepat buka, aku harus pergi." Katanya dengan nada yang agak tinggi.
"Memangnya kau mau kemana sih? Gayamu sudah seperti orang penting saja." Kali ini Kim Mingyu angkat bicara. Pertanyaannya sederhana sih, tapi entah kenapa terasa menohok bagi Seokmin.
"Memang aku harus cerita kepadamu?" Ia balik bertanya.
"Diam, aku tidak bisa berkonsentrasi." Jeon Wonwoo melihat papan kunci itu dari sudut yang berbeda-beda. Ia harus menemukan empat angka yang sebelumnya Senna tekan agar pintu itu terbuka. Namun nihil, tidak ada satu pun bekas sidik jari yang menempel pada papan kunci itu.
"Mari kita berdiskusi soal ini. Aku yakin pin kuncinya masih berkaitan dengan empat dari kita." Usul Wonwoo. Laki-laki itu menyentuh dagunya, wajahnya begitu serius seolah-olah ia sedang berpikir dengan keras. Lee Jihoon tertawa, dalam hitungan detik tawanya menghilang berganti dengan raut wajah datar yang menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
O C E A N [SVT vers.]
FanficLayaknya lautan, luas, dalam, dan tak tersentuh. Mereka membutuhkan seseorang. Seseorang yang akan membawa mereka terlepas dari ketersesatan. "Life is a game. You can be a player, or be played." Cast • Jeon Wonwoo • Kim Mingyu • Lee Jihoon • Lee Se...