Halalkan, atau Tinggalkan

3.1K 228 16
                                    

Di zaman penuh syubhat (kerancuan) dan syahwat (godaan) ini, kata pacaran sepertinya tak asing lagi di telinga. Anak-anak usia Sekolah Dasar pun kadang begitu fasih mengucapnya.

Sejatinya, tak ada sama sekali yang membanggakan dengan kata yang menunjuk ke perilaku dosa tersebut. Sebab ia hanya simbol kemunafikan, mengatasnamakan cinta untuk melakukan hal-hal terlarang dalam agama dan kemanusiaan.

Saat ini manusia acap terjebak dengan tren yang menjamur dan serba ikut-ikutan. Apa yang ramai dikerjakan itulah yang disebut "keren" atau "gaul" dan pantas diikuti.

Akibatnya, mereka yang tidak punya pacar lalu dicap tidak gaul dan ketinggalan zaman.

Ada suatu kisah. Di sebuah Pondok Pesantren yang terletak di desa Konoha, terdapat sebuah tembok pembatas yang menjadi saksi bisu kisah cinta sepasang santri di pesantren tersebut.

Setelah semua kegiatan pesantren telah usai, kedua orang itu, Sasuke dan Sakura telah berjanji untuk bertukar surat di tembok pembatas antara area santri putra dan santri putri.

Tinggi tembok itu sekitar satu meter, dibalik tembok tersebut terdapat Sasuke yang tengah melihat kanan kiri, memastikan situasi aman dan tidak orang yang melihat aksi mereka.

"Psst!! Sakura, ini!!" tangan Sasuke melempar lipatan kertas yang sudah pasti itu surat cinta untuk sang kekasih, Sakura Haruno.

"Ini dariku, Sasuke." Sakura pun ikut melempar suratnya pada Sasuke.

"Baiklah, kembali lah ke kobongmu. Langsung tidur dan jangan begadang. Begadang itu tidak baik, Sasuke." nasihat Sakura pada Sasuke sebelum mereka berpisah.

"Iya, tapi aku tidak janji. Ah, sudah ya, ada Ustadz Kakashi. Aku pergi. Assalamu'alaikum." Sasuke beranjak dari tempatnya dan berlari kecil meninggalkan Sakura dibalik tembok.

"Wa'alaikumussalam." jawab Sakura. Tangannya terangkat memegang sepucuk surat dari lelaki yang berstatus sebagai kekasihnya. Seulas senyum terukir manis di bibir ranumnya.

"Sakura, sedang apa disana? Cepat tidur!!" Sakura terhenyak kala mendengar teriakkan dari Ustadzah Tzunade yang berdiri tidak terlalu jauh darinya.

"Ah, iya, Ustadzah."

******

Keesokan harinya, setelah jadwal mengaji kitab telah selesai. Tanpa diduga, Sasuke dan Sakura dipanggil dan diperintahkan untuk menghadap Ustadz Hiruzen Sarutobi selaku pemilik pondok pesantren.

Kini mereka tengah duduk dengan begitu tegang dihadapan Ustadz Hiruzen. Iris tajam sang Ustadz terlihat begitu menusuk dua anak remaja tersebut.

"Kalian, apa yang kalian lakukan kemarin malam di tembok pembatas?" tanya Hiruzen tegas.

"A-anu Ustadz, kami tidak melakukan apapun." Jawab Sasuke pelan. Entah kenapa firasatnya tidak enak.

"Tidak melakukan apapun? Bertukar surat cinta itu yang kau bilang tidak melakukan apapun?!!" bentak Hiruzen membuat Sasuke dan Sakura terhenyak, kepala keduanya tertunduk dalam.

Ketahuan ...

"Putuskan hubungan kalian!! Kalau tidak, aku akan menghubungi orang tua kalian dan menyuruh mereka datang kemari untuk menikahkan kalian berdua dihadapan para santri dan guru." kata Ustadz Hiruzen begitu tajam dan lugas. Ia tidak bisa membiarkan anak muridnya terus terjerumus dalam kubangan dosa.

"Apa?? Menikah??" kaget Sasuke dan Sakura bersamaan.

"Iya menikah. Kenapa? Kalian keberatan?"

"Tapi Ustadz, bukankah syarat hukum menikah bagi pria yang belum mampu memberi nafkah itu diharamkan?" tanya Sasuke. Hiruzen mengangguk membenarkan perkataan anak itu.

Oneshoot SasuSaku FF [Islami-Content] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang