7 - Hutang

303 46 9
                                    

Thanks God It's Friday

Aku termangu menatap menu makan pagi menuju siangku. Ya, aku berada di cafetaria kampus, tempat makan sekaligus colut bagi pasukan anti masuk kelas seperti segerombolan mahasiswa di seberang mejaku. Beberapa kali aku mendengar mereka bergunjing tentang praktikum yang mereka tinggalkan hari ini. Ah sudahlah, apa peduliku? Toh bukan aku yang meluluskan mereka.

Leena, teman sekelasku, yang baru-baru ini akrab karena memiliki obrolan yang seru. Parasnya cantik, lembut, dan ramah, ia punya semua yang seharusnya perempuan miliki. Ia duduk disampingku mengunyah setiap butir nasi secara perlahan. Sedang manusia disampingnya sangat liar dan anarkis.

"Kaya ngga makan setaun aja," gerutuku

"Sowi be wapel" (sorry bre laper)

"Kunyah dulu bego"

Zayan tersenyum kemudian lanjut menghabiskan makanannya.

Suasana hari ini cukup lengang, karena hari jumat pikirku. Beberapa orang terlihat meninggalkan kampus sesaat sebelum aku datang kesini. Baguslah, aku tidak terlalu suka keramaian. Bukan karena kebiasaan, hanya saja sedang banyak pikiran.

Aku dan Zayan telah menyelesaikan makan pagi super telat kami beberapa menit yang lalu, sedangkan Leena baru setengah jalan. Padahal porsinya tidak lebih dari separuhku. Pantas saja badannya bisa terbang jika tertiup angin. Aku takut dia busung lapar.

"Kalo kalian mau duluan ngga papa kok," kata Leena tak enak hati.

"Ngga papa, kita disini aja. Lagian kelasnya juga masih ntar sore, santai aja Leen"

"Iya Leen kita temenin aja, takut lo diculik, hii serem," tambah Zayan dengan ekspresi dibuat-buat.

Pengen gue tampol sumpah

"By the way Leen, lo ikut UKM apa?" tanya Zayan kepada gadis yang kini tengah menyeruput es jeruk pesanannya.

"Gue? Gue ikut PSM univ, Yan. Paduan Suara Mahasiswa"

"Cocok sih, Leen. Hehehehehe" timpal Zayan cengengesan.

Cantik. Ramah. Lembut. Pinter nyanyi lagi. Aku heran kenapa ada manusia sesempurna Leena bisa hidup di planet ini. Based on her looks and behaviour loh, ya.

"Oiya, Bre" panggil Zayan kepadaku. Spontan aku menaikkan alis, mengisyaratkan Zayan untuk melanjutkan kalimatnya.

"Lo tahu tentang agenda camping mapala?"

"Tahu lah, Yan. Gue juga gabung group line kok"

"Mau ikut? Sabtu besok, kan"

Mau sih, Yan. Mau banget malah. Tapi gue takut ketemu Kama. Rutukku dalam hati.

"Ngga deh, Yan. Kasihan nyokap sendirian di rumah. Ngga wajib juga, kan" pungkasku yang dihadiahi dengan tampang muram dan gumaman tak beresensi dari Zayan. Dasar, sok ngambek.

Menghindari Kama adalah opsi terbaik yang sekarang dapat kulakukan. Setelah insiden expo UKM yang amat memalukan, aku tak punya tampang lagi untuk sekadar beradu pandang dengan Kama.

"Ih Princess mah, temenin gue lah. Kan di rumah lo ada asisten juga. Ngga biasanya loh lo kaya gini" rayu Zayan dengan mengayunkan lengan kananku ke depan dan ke belakang, layaknya anak kecil yang meminta dibelikan permen.

"Lepas sih, Yan. Lo ngga malu apa diliatin orang or-"

Tingggg

Suara sendok jatuh yang cukup memekakkan telinga membuatku mengedarkan pandang dan menemukan Kama yang menatap tajam ke arahku dan Zayan.

EllipsismTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang