"AAAAAAAA!!!!!!!!"
Sosok menyeramkan itu kini tepat berada diatas ku, di langit-langit kamar. Seketika badanku kaku, tak bisa bangkit dari kasur. Hanya teriakan yang bisa ku keluarkan supaya orang-orang cepat kembali masuk ke kamar dan membantuku.
Sosok itu masih berada disana. Mataku tetap tertuju pada sosok itu. Tajam sekali pandangannya kepada ku, seolah ia membenci ku.
"Kamu harus mati! Hahahaha!", ucap sosok itu padaku.
Sosok itu kini mendekat, dan sekarang jaraknya hanya beberapa jengkal jari saja denganku. Aku takut sekali. Saking takutnya, pandanganku kini menjadi gelap.
Rillo POV
Mamanya Disca, Tante Nia, mengantarkan aku dan Mikha kedepan rumah. "Aduh, tante beneran gak enak lho sama Rillo. Makasih banget ya udah jagain Disca tadi. Buat pacarnya Rillo juga makasih ya neng", ucap terima kasih Tante Nia kepada kita berdua.
"Gak apa-apa kok, tan. Udah biasa direpotin sama Disca hahaha bercanda tante. Yaudah deh tan, pamit dulu ya", ucapku sambil menyalimi Tante Nia yang diikuti oleh Mikha.
Aku dan Mikha bergegas menaiki mobil. Baru saja aku ingin menyalakan mesin, tiba-tiba terdengar suara teriakan perempuan di dalam rumah. Siapa lagi kalau bukan Disca, si pemilik teriakan itu.
Kita bertiga kaget dan segera menuju kamar untuk mengecek Disca. Om Bayu, Ayahnya Disca, juga menyusul kami. Setelah kami sampai dikamar, betapa kagetnya kami semua melihat kondisi kamar Disca yang sudah berantakan seperti terkena gempa bumi. Kondisi Disca pun sama. Dia sudah tergeletak di lantai.
"Astagfirullah, Disca!", ucap Tante Nia yang kaget melihat putri semata wayangnya tergeletak tak berdaya di lantai. Tangisnya pecah. Mikha berusaha menenangkan Tante Nia.
Aku dan Om Bayu menggendong Disca keatas kasur. Kondisi Disca tidak sadarkan diri. Aku bingung, apa yang terjadi pada rumah ini?
"Ini kenapa ya, rumah udah belasan tahun ditempati tapi baru saat-saat ini ada hal-hal aneh?", tanya Om Bayu yang bingung. Tante Nia masih menangis terisak-isak melihat kondisi Disca.
"Rillo juga ngerasain hal yang sama, om. Baru sekarang ada hal aneh kayak gini dirumah", balasku.
Pada saat kami semua menunggu Disca sadar, aku melihat sosok orang sedang berdiri seperti menatap kearah rumah ini. Wajahnya tidak jelas, namun sosok itu hitam gelap. Aku mendekat ke jendela untuk memastikan yang kulihat itu benar sesosok manusia atau hanya halusinasi ku saja.
Disaat aku baru saja bangkit menuju jendela, tiba-tiba suara Om Bayu mengagetkanku. "Disca udah sadar", ucap Om Bayu.
Aku membalikkan badan dan kembali menuju kasur. Mata Disca kini perlahan terbuka.
Disca POV
Kudapati kesadaran ku kembali. Samar-samar terdengar suara tangisan dan ucapan seseorang "Disca udah sadar". Perlahan-lahan aku sudah bisa membuka semua mataku. Aku sekarang sudah berada diatas kasur, dengan mama disamping kiriku dan Mikha disamping kananku.
Berat. Berat sekali rasanya kepalaku hanya untuk sekedar menengok melihat keadaan.
"Udah nak, jangan dipaksa kalo masih sakit", ucap mama dengan nada sedikit terisak.
Aku masih tidak percaya dengan kejadian-kejadian yang menyerangku saat ini. Pertama kali dalam hidup, Disca mengalami "gangguan gaib".
"Hey, jangan bengong. Nanti "dia" datang lagi", ujar Rillo memecah lamunanku sambil membentuk jari seperti tanda kutip.
"Minum dulu, nak", ujar papa yang menyodorkan gelas berisi air putih untuk ku minum. Aku berusaha mengambil posisi duduk sembari dibantu oleh mama dan Mikha.
"Kamu gak apa-apa 'kan? Masih pusing? Ada yang mau diceritain? Apa yang terjadi, nak?", tanya mama yang langsung menyerbuku.
"Hush, mama ini. Anaknya masih baru sadar, udah diserang pertanyaan aja", balas papa menasehati mama.
Aku masih menimang-nimang, akankah aku menceritakan semua yang terjadi kepada orang rumah atau aku pendam sendiri saja? Keraguan mulai mengusik pikiranku. Kalau aku cerita, pastinya orang rumah antara percaya atau tidak percaya pada ceritaku. Tetapi, aku tidak kuat bila harus memendam ini sendirian. Iya, kalau kejadiannya cuma sekali saja. Kalau nanti aku mengalami kejadian ini lagi, bisa-bisa aku dibawa ke rumah sakit jiwa karena dianggap gila.
"Aku juga gak ngerti, ma, apa yang barusan Disca alamin. Semuanya benar-benar diluar nalar. Aku juga gak percaya kenapa aku bisa lihat sosok seperti itu. Sosok yang benar-benar seram. Persis kayak di film horor", jawabku.
"Sosoknya gimana, nak?", tanya mama lagi.
Aku menghela nafas untuk menambah kekuatan ku melanjutkan cerita kepada orang rumah. "Aku gak bisa cerita sosoknya seperti apa, ma. Yang jelas, sosok itu hitam. Serem banget"
"Apa, Dis? Sosok hitam?", tanya Rillo kaget. Ekspresinya seolah berkata "gue juga pernah lihat sosok itu".
"Iya, Lo. Kenapa? Kok kaget?", tanyaku keheranan.
Kulihat Rillo seperti salah tingkah. Dan dia berusaha tenang, menutupi kegugupannya. "Ngga, Dis. Gak apa-apa"
"Memangnya tadi dia ngapain kamu, nak?", kini papaku yang mengajukan pertanyaan.
"Aku gak tau dia apain aku, pa. Pas dia tadi masih di langit-langit kamar, dia cuma bilang, "kamu harus mati". Terus, ketawa-ketawa gitu. Nah, pas dia mulai mendekat, tiba-tiba pandanganku gelap", balasku.
Semua orang hanya terdiam mendengar jawabanku. Aku tahu, orang tuaku, Rillo dan Mikha pasti tidak akan percaya tentang hal ini. Semuanya menghela nafas setelah mendengar semua ceritaku.
"Pa, gimana kalo papa minta ke atasan buat di majuin aja dinasnya? Sambil kita "bersihin" rumah, pa. Siapa tau memang ada sesuatu yang aneh sama rumah ini", ucap mama.
Papa mempertimbangkan ucapan mama tadi. "Iya deh, ma. Besok papa coba minta dimajuin dinasnya."
Suasana sudah mulai kondusif kembali. Dirasa sudah aman, Rillo dan Mikha pamit untuk pulang.
"Rillo pamit dulu ya, tante", ucap Rillo sambil menyalami tangan mama.
"Iya, Lo. Maaf banget nih kamu pulangnya agak lama deh hehe", ucap mama.
"Santai aja tante. Yang penting Disca udah gak kenapa-kenapa", balas Rillo sambil menyalami tangan mama.
"Om antar kalian ke depan ya. Biar tante jagain Disca dulu takut kenapa-kenapa lagi", ujar papa.
"Oh iya om boleh. Gue balik dulu ya, Dis", ucap Rillo yang diikuti lambaian tangan darinya dan juga dari Mikha.
Aku membalas lambaian mereka dengan senyuman. Aku bersyukur dan berterimakasih punya teman yang siap siaga seperti Rillo.
Papa, Rillo dan Mikha pun sudah pergi menuju luar rumah. Hari Minggu ku terasa panjang. Hari Minggu yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamar 413
HorrorBagaimana rasanya bila sebelumnya hidup dan sekolah di perkotaan, kini harus tinggal di daerah pelosok? Mungkin untuk Disca, si manja, akan mengalami kesulitan. Apalagi kalau tidak ada Rillo, sahabatnya. Tapi bagaimana kalau asrama mereka ternyata...